BAHAN AJAR PROLEGOMENA TEOLOGI SISTEMATIKAN & BIBLIOLOGI (TEOLOGI KAUM INJILI)
BAHAN AJAR
PROLEGOMENA TEOLOGI
SISTEMATIKAN & BIBLIOLOGI
TEOLOGI KAUM INJILI
JULITINUS HAREFA, M.Th
PENERBIT
CV. LICENSI
2025
Sangsi Pelanggaran
Pasal 27 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat
(1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu)
bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7
(tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu
Ciptaan atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
BAHAN AJAR
PROLEGOMENA TEOLOGI SISTEMATIKAN & BIBLIOLOGI
TEOLOGI KAUM INJILI
Penulis
: JULITINUS HAREFA, M.Th
Editor
: Taufik Hidayat
Penyunting
: Taufik Hidayat
ISBN :
Copyright © Maret 2025
Ukuran: 14 cm X 20 cm; Hal: xiii + 216
Hak Cipta dilindungi oleh undang-undang. Pertama kali diterbitkan di Indonesia dalam
Bahasa Indonesia oleh Penerbit LICENSI. Dilarang mengutip atau memperbanyak baik
sebagian ataupun keseluruhan isi buku dengan cara apa pun tanpa izin tertulis dari
penerbit.
Penata Isi
: Wahyudi Setiawan
Cover
: Sofyan Maliki
Cetakan I, Maret 2025
Diterbitkan pertama kali oleh Penerbit LICENSI Jalan Letnan Rantam RT. 016 RW. 004
Poncogati, Curahdami, Bondowoso-Jawa Timur
Telp: +6282336053336, +6285236555520
Email : penerbitlicensi@gmail.com, Web : www.penerbitlicensi.com
Didistribusikan oleh CV. LICENSI (Library Centre Indonesia) Jalan Letnan Rantam RT.
016 RW. 004 Poncogati, Curahdami, Bondowoso-Jawa Timur
Telp: +6282336053336, +6285236555520
Email: penerbitlicensi@gmail.com
iv
JULITINUS HAREFA, M.Th
PRAKATA
Dalam penyampaian ini, penulis dengan tulus
mengungkapkan rasa puji syukur kepada Tuhan Yang Maha
Esa, yang dikenal sebagai "Allah Tritunggal", yang menjadi
objek penyembahan penulis melalui iman dalam Yesus
Kristus, yang dengan kasih-Nya telah memberikan bimbingan
dan pengarahan dalam penulisan diktat ini. Penulis berdoa
agar damai sejahtera dari Tuhan Allah kita dan melalui Yesus
Kristus senantiasa menyertai seluruh saudara sekalian.
Pengarang merancang diktat ini untuk mahasiswa
Sarjana Teologi (S1), dan tidak menutup kemungkinan bagi
Magister dan Doktor yang tidak memiliki latar belakang
pendidikan teologi. Karya tulis ini disajikan dengan bahasa
sederhana untuk menjawab kebutuhan pembaca mengenai
keunikan Kitab Suci Kekristenan, terutama bagi umat Tuhan
yang tidak memiliki pengalaman pendidikan di Sekolah Tinggi
Teologi. Diktat ini dirancang sebagai buku pegangan bagi
dosen pengajar di Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen
(Sekolah Tinggi Teologi). Seperti halnya dalam pencapaian
pembelajaran bagi mahasiswa D4 atau Sarjana, yang meliputi
penguasaan konsep, teori, metode, dan falsafah dalam bidang
ilmu tertentu secara sistematis. Beberapa konsep, teori, dan
metode yang dianggap sangat mendasar dalam doktrin Alkitab
antara lain teori penyataan (revelation), pengilhaman
(inspiration), penerangan (illumination), pengkanonan
v
JULITINUS HAREFA, M.Th
(canonicity), ketidaksalahan
(inerrancy), kewibawaan
(authority), keaslian (authenticity), kepercayaan (credibility),
penafsiran (hermeneutik), dan transmisi (transmission)."
Alasan utama dari penulisan karya ilmiah ini adalah tiga
faktor. Pertama, banyak umat Kristen hanya mendengar
tentang adanya problem dalam Alkitab, namun tidak pernah
memeriksa bukti-buktinya. Kedua, meskipun banyak buku
teologi sistematika yang ditulis oleh teolog terdahulu, sedikit
yang membahas secara sistematis doktrin Alkitab. Ketiga,
tulisan ilmiah menjadi cara yang efektif untuk mencapai dan
memperkuat ajaran iman Kristen. Selain itu, penulisan karya
ilmiah juga bertujuan untuk mewariskan konsep iman Kristen
kepada generasi berikutnya, sesuai dengan prinsip yang
tercantum dalam 2 Timotius 2:2. Oleh karena itu, melalui
karya ilmiah ini, pembaca akan diperkenalkan pandangan
Kaum Injili (seorang Kristen sejati) mengenai Kitab Suci
sebagai kebenaran dalam segi rohani, ilmiah, dan historis.
Penulis mengakui bahwa karya ini memiliki kekurangan
dan batasan tertentu. Segala kritik dan saran dari pembaca
akan dijadikan sebagai sarana untuk memperbaiki tulisan ini di
masa depan. Harapan penulis adalah agar buku ini dapat
memberkati para pembaca. Semoga Tuhan Yesus
memberkati.
Surabaya, 04 Februari 2025
Ketua LPPM STT Sola Gratia Indonesia
Julitinus Harefa, M.Th
vi
JULITINUS HAREFA, M.Th
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................
i
PRAKATA ............................................................. v
DAFTAR ISI ......................................................... vii
PENDAHULUAN ............................................... 1
BAB I PENGANTAR TEOLOGI
SISTEMATIKA ..................................................... 5
A.CAPAIAN PEMBELAJARAN .................... 5
B.PENDAHULUAN ...................................... 6
C.PEMAPARAN MATERI ............................. 6
1.Pengertian ................................................ 8
2.Defenisi Teologi Sistematika .................. 9
3.Asal Usul Teologi Sistematika ................ 10
4.Kriteria Teologi Sistematika Kaum
Injili ............................................................ 13
D.RANGKUMAN ........................................... 14
E.LATIHAN DAN EVALUASI ..................... 16
F.DAFTAR REFERENSI ............................... 16
BAB II DOKTRIN ALKITAB ............................. 19
A.CAPAIAN PEMBELAJARAN .................... 20
B.PENDAHULUAN ...................................... 20
C.PEMAPARAN MATERI ............................. 21
vii
JULITINUS HAREFA, M.Th
1.Pengertian ................................................ 21
2.Dasar Penerimaan Alkitab ...................... 23
3.Manfaat Belajar Alkitab .......................... 25
4.Istilah PL & PB ....................................... 27
5.Keunikan Kitab Suci (Alkitab) ................ 29
6.Hakikat Kitab Suci (Alkitab) .................. 31
D.RANGKUMAN ........................................... 34
E.LATIHAN DAN EVALUASI ..................... 35
F.DAFTAR REFERENSI ............................... 36
BAB III TEORI PENYATAAN ALLAH ............ 39
A.CAPAIAN PEMBELAJARAN .................... 40
B.PENDAHULUAN ...................................... 41
C.PEMAPARAN MATERI ............................. 42
1.Pengertian ................................................ 42
2.Defenisi Penyataan Allah ........................ 43
3.Penggunaan Terminologi Penyataan ..... 43
4.Penyataan Umum Dan Khusus ............... 44
5.Alkitab Wujud Penyataan Ilahi ............... 48
6.Bukti Alkitab Penyataan Allah ................ 52
D.RANGKUMAN ........................................... 53
E.LATIHAN DAN EVALUASI ..................... 56
F.DAFTAR REFERENSI ............................... 57
BAB IV TEORI PENGILHAMAN ALKITAB ... 59
A.CAPAIAN PEMBELAJARAN .................... 60
B.PENDAHULUAN ...................................... 60
viii
JULITINUS HAREFA, M.Th
C.PEMAPARAN MATERI ............................. 61
1.Pengertian ................................................ 61
2.Defenisi Pengilhaman ............................. 62
3.Proses Firman Allah Dituliskan .............. 63
4.Penyataan Dan Pengilhaman .................. 64
5.Ragam Pengilhaman Dalam
Kekristenan................................................. 66
6.Konsep Pengilhaman Kaum Injili ........... 75
D.PEMAPARAN MATERI ............................ 81
E.LATIHAN DAN EVALUASI ..................... 83
F.DAFTAR REFERENSI ............................... 84
BAB V TEORI PENERANGAN ALKITAB ....... 85
A.CAPAIAN PEMBELAJARAN .................... 86
B.PENDAHULUAN ...................................... 86
C.PEMAPARAN MATERI ............................. 87
1.Pengertian ................................................ 88
2.Defenisi Penerangan ............................... 89
3.Dasar Alkitab Teori Penerangan ............ 90
4.Perbedaan Penyataan, Pengilhaman Dan
Penerangan ................................................. 93
5.Keterkaitan Teori Pengihaman dan
Penerangan ................................................. 95
6.Peranan Roh Kudus Dalam Penerangan 96
7.Cara Untuk Mendapatkan Penerangan .. 97
D.RANGKUMAN ........................................... 99
E.DAN EVALUASI ......................................... 100
ix
JULITINUS HAREFA, M.Th
F.DAFTAR REFERENSI ............................... 101
BAB VI TEORI PENGKANONAN ALKITAB .. 103
A.CAPAIAN PEMBELAJARAN .................... 104
B.PENDAHULUAN ...................................... 104
C.PEMAPARAN MATERI ............................. 105
1.Pengertian ................................................ 105
2.Defenisi Kanon ........................................ 107
3.Pengkanonan Perjanjian Lama &
Perjanjian Baru ........................................... 108
4.Proses Pengkanonan Alkitab .................. 113
5.Pembentukan Kanon ............................... 113
6.Kriteria Kitab-Kitab Kanonikal ............... 116
7.Tanggapan Gereja-Gereja Mengenai
Kanon Alkitab ............................................. 120
D.RANGKUMAN ........................................... 124
E.LATIHAN DAN EVALUASI ..................... 126
F.DAFTAR REFERENSI ............................... 127
BAB VII TEORI INERANSI ALKITAB ............ 129
A.CAPAIAN PEMBELAJARAN .................... 129
B.PENDAHULUAN ...................................... 130
C.PEMAPARAN MATERI ............................. 130
1.Pengertian ................................................ 131
2.Defenisi Ineransi ..................................... 132
3.Penggunaan Istilah Ineransi ................... 133
4.Teori Ineransi Alkitab Kaum Injili ......... 134
x
JULITINUS HAREFA, M.Th
5.Dasar Alkitabiah Teori Ineransi Alkitab . 136
6.Bukti Ketidaksalahan Alkitab ................. 137
D.RANGKUMAN ........................................... 141
E.LATIHAN DAN EVALUASI ..................... 143
F.DAFTAR REFERENSI ............................... 143
BAB VIII TEORI KEWIBAWAAN ALKITAB ... 145
A.CAPAIAN PEMBELAJARAN .................... 146
B.PENDAHULUAN ...................................... 146
C.PEMAPARAN MATERI ............................. 147
1.Pengertian ................................................ 148
2.Defenisi Kewibawaan .............................. 148
3.Teori-Teori Sumber Kewibawaan
Alkitab ........................................................ 149
4.Teori-Teori Kewibawaan Alkitab Di
Luar Kaum Injili ......................................... 152
D.RANGKUMAN ........................................... 155
E.LATIHAN DAN EVALUASI ..................... 156
F.DAFTAR REFERENSI ............................... 157
BAB IX TEORI KEASLIAN ALKITAB .............. 159
A.CAPAIAN PEMBELAJARAN .................... 159
B.PENDAHULUAN ...................................... 160
C.PEMAPARAN MATERI ............................. 161
1.Pengertian ................................................ 161
2.Defenisi Keaslian Alkitab ........................ 162
3.Alkitab Jauh Dari Cerita Fiktif ................ 163
xi
JULITINUS HAREFA, M.Th
4.Alkitab Menurut Ilmu Pengetahuan ....... 164
5.Bukti-Bukti Keaslian Alkitab .................. 165
6.Aspek Keaslian Alkitab Secara Internal .. 169
7.Aspek Keaslian Alkitab Secara Eksternal 171
D.RANGKUMAN ........................................... 173
E.LATIHAN DAN EVALUASI ..................... 175
F.DAFTAR REFERENSI ............................... 176
BAB X TEORI HERMENEUTIK ALKITAB .... 177
A.CAPAIAN PEMBELAJARAN ......................... 177
B.PENDAHULUAN ............................................ 178
C.PEMAPARAN MATERI .................................. 178
1.Pengertian ................................................ 179
2.Defenisi .................................................... 179
3.Metode Hermeutika ................................ 180
4.Kebutuhan Menafsirkan Alkitab ............. 183
5.Perintah Menafsirkan Alkitab ................. 183
6.Masalah-Masalah Dalam Penafsira
Alkitab ........................................................ 184
D.RANGKUMAN ........................................... 186
E.LATIHAN DAN EVALUASI ..................... 188
F.DAFTAR REFERENSI ............................... 189
BAB XI TEORI TRANSMISI ALKITAB ............ 191
A.CAPAIAN PEMBELAJARAN .................... 191
B.PENDAHULUAN ...................................... 192
C.PEMAPARAN MATERI ............................. 193
xii
JULITINUS HAREFA, M.Th
1.Pengertian Transmisi Alkitab ................. 193
2.Defenisi Transmisi Alkitab ..................... 194
3.Penulisan Firman Allah Dalam
Bahasa Manusia ......................................... 195
4.Bahasa Yang Dipilih Dalam Menulis
Firman Allah ............................................... 196
5.Kepentingan Menerjemahkan Alkitab .... 199
6.Terjemahan Alkitab ................................. 200
7.Ragam Salinan Kitab Suci Alkitab .......... 203
8.Bahan Material Alkitab ........................... 206
D.RANGKUMAN ........................................... 206
E.LATIHAN DAN EVAUASI ........................ 209
F.DAFTAR REFERENSI ............................... 209
KESIMPULAN ..................................................... 211
DAFTAR PUSTAKA ............................................ 213
xiii
JULITINUS HAREFA, M.Th
PENDAHULUAN
Dalam bahan ajar ini, doktrin Alkitab dianalisis dari
perspektif teologi kaum Injili (Kristen Protestan), yakni:
Kaum Calvinisme (Reformed), Kaum Luteran, Kaum Baptis,
Kaum Armenian, Kaum Kharismatik, Kaum Pentakosta,
Kaum Anabaptis Mennonit, dan Kaun Methodis serta aliran
lainnya yang berpadanan dengan teologi kaum Injili.
Gerakan historis Kaum Injili mencapai puncaknya pada
gerakan Reformasi yang mengembalikan makna Injil yang
murni. Kaum Injili sering kali disebut sebagai orang-orang
yang memiliki "Sikap Ortodoks" atau menggunakan ungkapan
"Back to the Bible". Penggunaan istilah Kaum Injili pada
awalnya berasal dari gereja-gereja Protestan dan kadangkadang
merujuk
kepada
sesama
aliran
Protestan.
Namun,
saat
ini,
Kaum Injili tidak lagi murni sebagaimana para rasul dan
reformator dahulu yang memberikan dasar teologi yang benar
kepada para pendengarnya. Joseph P. Free mengatakan bahwa
istilah "Injili" telah digunakan oleh pihak-pihak yang tidak
memiliki latar belakang sebagai Kaum Injili, sehingga
penggunaan istilah tersebut berkurang di kalangan
Kekristenan. Demikian pula, Stephen Tong mengungkapkan
bahwa seorang teolog liberal bernama Karl Barth mengaku
sebagai seorang Injili dengan menulis buku yang berjudul
"Teology of Evangelism" atau "Teologi Injili".
Dalam konteks Kaum Injili di Indonesia saat ini, sulit
untuk menemukan kelompok yang sepenuhnya mengadopsi
1
JULITINUS HAREFA, M.Th
"sikap ortodoks". Oleh karena itu, ada Kriteria teologi Kaum
Injili secara umum yang dapat dijadikan acuan. Menurut
Arnold Tindas, kriteria seorang Kaum Injili, baik individu,
lembaga, maupun kelompok, adalah meyakini prinsip
Innerancy Alkitab (ketidakberdosaan Alkitab). Beliau merujuk
pada enam pernyataan Lindsell yang terkandung dalam
doktrin Innerancy Alkitab, yaitu: (1) Allah adalah Tritunggal,
suci dan terdiri dari tiga pribadi, yaitu Bapa, Anak, dan Roh
Kudus; (2) Yesus adalah inkarnasi, Anak Allah yang lahir dari
perawan, tanpa dosa, suci, dan sebagai pengganti dosa-dosa
manusia; (3) Adam adalah manusia pertama, ia berdosa di
taman Eden dan pelanggarannya membawa akibat buruk bagi
umat manusia; (4) Yesus bangkit dari kubur dalam tubuh
jasmani, naik ke surga, dan akan datang kembali secara
pribadi, dapat dilihat, dalam kuasa dan kemuliaan yang besar;
(5) keselamatan hanya dapat diperoleh melalui iman, tanpa
perbuatan kebenaran; (6) ada surga dan neraka. Tambahan
dari penulis adalah percaya bahwa Yesus Kristus adalah Allah
sepenuhnya dan manusia sepenuhnya, yang memperkuat poin
pertama.
Bagi penulis, tubuh Kristus bukanlah tentang
denominasi, melainkan tentang kebenaran yang dipercaya oleh
denominasi tersebut. Seorang teolog harus menyadari bahwa
perbedaan teologi tidak dapat dihindari, sebagaimana para
rasul sebelumnya mengalami hal yang sama (Gal. 2:11-14).
Pada kesempatan ini, penulis menyatakan posisi sebagai
seorang teolog yang percaya kepada azas teologi konservatif.
2
JULITINUS HAREFA, M.Th
Azas konservatif adalah keyakinan kepada otoritas mutlak
Alkitab, penerimaan Yesus Kristus sebagai satu-satunya
Juruselamat, dan kesadaran akan pentingnya serta urgensi
pemberitaan Injil. Kehadiran kaum Injili tidak dapat dibatasi
oleh batasan denominasi gereja atau organisasi gerejawi.
Sejatinya, kesatuan kaum Injili didasarkan pada prinsip-prinsip
rohani dengan tujuan utama bukan untuk menandai legalitas
eksistensinya, tetapi sebagai upaya untuk memperkuat
pelaksanaan panggilan utamanya, yaitu membawa Injil kepada
dunia. Yakub B. Susabda, menjelaskan dalam bukunya yang
berjudul "Kaum Injili", berkata: "Pada dasarnya, 'Injili'
bukanlah nama suatu gereja atau denominasi gereja tertentu
dengan ajarannya yang khusus. Tetapi semangat 'Injili' yang
memelihara “apostolic faith” dan “reformation orthodoxy” yang
seharusnya dimiliki oleh setiap gereja Tuhan sepanjang masa."
3
JULITINUS HAREFA, M.Th
4
JULITINUS HAREFA, M.Th
BAB I
PENGANTAR
TEOLOGI SISTEMATIKA
Teologi Sistematika Kristen merupakan studi tentang
kepercayaan Kristen yang berusaha untuk memadukan ajaranajaran
Alkitab menjadi suatu sistem yang teratur dan
komprehensif. Disiplin ilmu ini membahas berbagai topik
penting dalam iman Kristen seperti Proper (Allah), Antropologi
(Manusia), Soteriologi (Keselamatan), Kristologi (Yesus Kristus),
Pneumatologi (Roh Kudus), Anggelologi (Malaikat), Satanologi
(setan/Iblis), Eklesiologi (Gereja), dan Eskatologi (Akhir
zaman). Tetapi, dalam pembelajaran ini, materi yang akan
dipelajari adalah Bibliologi, yakni: “ilmu yang mempelajari
tentang Alkitab,” sedangkan disiplin ilmu lainnya akan
diajarkan secara terpisah.
A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Pembelajaran yang akan dicapai pada bagian ini
adalah mahasiswa akan memperoleh pemahaman yang
mendalam mengenai ajaran teologi sistematika dan
mampu berfikir secara sistematik untuk mengembangkan
teologi Kristen dalam konteks kehidupan sehari-hari dan
menjadi lebih terbuka untuk berdialog dengan orangorang
dari
latar
belakang
agama dan
budaya
yang
berbeda.
5
JULITINUS HAREFA, M.Th
B. PENDAHULUAN
Bagi seorang Kristen diwajibkan untuk belajar
teologi sistematika, karena ada beberapa alasan yang perlu
dipertimbangkan. Pertama, manusia adalah makhluk
rasional yang cenderung untuk berpikir dan belajar secara
sistematis. Oleh karenanya, kebenaran yang diyakini umat
Kristen membutuhkan penjelasan yang teratur dan mudah
dimengerti oleh orang lain. Kedua, Alkitab sendiri
menuntut penyusunan ajaran Kristen secara sistematik,
karena setiap dispilin ilmu tentang Allah dan karya-Nya
tidak dijabarkan secara terperinci dalam satu kitab atau
perikop melainkan tersebar di seluruh bagian Alkitab,
sehingga perlu disusun secara sistematis agar dapat
dipahami secara utuh. Ketiga, pengetahuan yang
terstruktur dan benar akan membantu seorang Kristen
untuk mengenali ajaran yang keliru dan dapat
menghindari bahaya dari pengajaran sesat.
C. PEMAPARAN MATERI
Materi pembelajaran yang disampaikan pada
bagian ini sebatas pengenalan atau pengantar teologi
sistematika, karena beberapa orang mengemukakan
keberatannya terkait penggunaan sistematika dalam
teologi, sehingga dianggap akan merendahkan
6
JULITINUS HAREFA, M.Th
kesempurnaan Allah. Mereka berpendapat bahwa Allah
yang sempurna pasti mewahyukan firman-Nya dengan
sistematis dan terukur, sehingga penggunaan sistematika
dalam memahami Firman-Nya tidak diperlukan. Selain
itu, keberatan lainnya terkait dengan penggunaan istilahistilah
sistematik yang diambil dari pemikiran filsafat,
sehingga dianggap manusia tidak mampu menjabarkan
tentang eksistensi kegelapan atau dunia ke dalam sistem
yang sistematis. Ada juga yang mengatakan bahwa
penggunaan sistematika dalam teologi dapat membuat
setiap pokok ajaran dan pedoman moral yang dirumuskan
menjadi "hukum baru" yang kaku dan tertutup, yang tidak
sesuai dengan fleksibilitas Alkitab dan keanekaragaman
konteks.
Teologi Kristen bukan hanya sekadar satu set
keyakinan yang tersusun dengan rapi dan teratur, namun
juga memiliki aturan yang terstruktur dengan baik dalam
isi (Alkitab) dan prosedurnya. Karena manusia memiliki
keterbatasan, maka sangat mungkin untuk bersikap
subjektif dalam berteologi. Oleh karena itu, diperlukan
upaya yang sistematis agar seseorang tidak mudah
memutarbalikkan kebenaran sesuai keinginannya sendiri.
Teologi sistematika bukanlah suatu upaya untuk meneliti
hal-hal supranatural agar dapat terbukti secara ilmiah,
pandangan semacam itu salah dalam memahami teologi
sistematik. Tujuan utama dari teologi sistematik adalah
untuk mempertanggungjawabkan iman
secara
7
JULITINUS HAREFA, M.Th
komprehensif. Dengan kata lain, teologi sistematik yang
utuh adalah upaya untuk menguraikan seluruh keyakinan
Kristen dari sudut pandang tertentu secara intelektual,
logis, dan bertanggung jawab.
1. Pengertian
Secara etimologi kata “teologi” berasal dari
bahasa Yunani, yakni: “theos” yang berarti “Allah” dan
“logos” yang berarti kata-kata, deskripsi, pikiran, atau
ilmu (wacana). Dalam arti ini, teologi dapat artikan
sebagai wacana ilmiah yang membahas tentang Allah.
Sebagai contoh, istilah "psikologi" terdiri dari kata
Yunani "psukhe" yang berarti "jiwa" dan "logos" yang
berarti "ilmu" atau "wacana". Dengan demikian,
psikologi adalah wacana ilmiah yang membahas
tentang jiwa manusia. Kemudian, demikian juga istilah
"biologi" terdiri dari kata "bios" yang berarti
"kehidupan" dan "logos" yang berarti “ilmu” atau
“wacana.” Maka biologi artinya wacana ilmiah yang
membahas tentang makhluk hidup. Sedangkan istilah
"Sistematika" berasal dari bahasa Yunani "sustematikos"
yang berarti penempatan atau penyusunan secara tepat.
Jadi, teologi sistematika merupakan upaya untuk
memberikan penjelasan tentang Allah dengan cara
yang sistematis, yang didasarkan pada Alkitab sebagai
sumber dari penyataan Allah yang tidak berubah.
8
JULITINUS HAREFA, M.Th
2. Defenisi Teologi Sistematika
Definisi umum dari teologi adalah suatu usaha
metodis untuk memahami dan menafsirkan kebenaran
wahyu. Dalam kalangan Kristen kaum Injili, seperti
Millard J. Erickson, definisi yang lebih komprehensif
dan baik tentang Teologi Sistematika adalah sebagai
berikut: "disiplin yang berjuang untuk memberikan
pernyataan koheren dari doktrin-doktrin iman Kristen,
terutama berdasarkan kitab suci, ditempatkan dalam
konteks budaya secara umum, dibahasakan dalam
ungkapan yang relevan dengan zaman itu, dan
berkaitan dengan isu-isu kehidupan". Walaupun teologi
sistematika memiliki tantangan dan keunikan
tersendiri, karena melibatkan semua disiplin ilmu.
Namun, bukan berarti bahwa teologi sistematika
menjadi satu-satunya jawaban atas iman Kristen, tetapi
teologi sistematika mengintegrasikan data-data dari
Alkitab secara holistik untuk memberikan gambaran
menyeluruh tentang Allah secara sistematis. Henry C.
Thiessen, menyebutkan bahwa teologi sistematika
merupakan penyajian teratur dari hasil penelitian
teologi. Dengan demikian, teologi Kristen memenuhi
unsur-unsur ilmu, yaitu: pertama, dapat dipahami
secara teratur dan rasional. Kedua, menuntut
penjelasan metodologis. Ketiga, menyajikan kebenaran
dan memiliki nilai universal. Keempat, memiliki objek
yang dapat diteliti.
9
JULITINUS HAREFA, M.Th
3. Asal Usul Teologi Sistematika
Teologi sistematika berawal dari sebuah
respons apologetik di kalangan orang Kristen sebagai
bentuk pertanggungjawaban iman Kristen. Roy B.
Zuck, berpendapat bahwa kemunculan teologi
sistematika memiliki dua latar belakang: pertama,
sebagai respons terhadap polemik melawan keyakinan
yang dikaitkan dengan pemikiran filsafat dari orang
kafir. Kedua, melalui penggunaan argumen metafisika
dan epistemologi oleh para filsuf. Meskipun istilah
"teologi sistematika" mungkin belum dikenal pada
abad pertama, para teolog Kristen pada masa itu tetap
memiliki konsep berpikir secara sistematik. Artinya,
teologi sistematika telah menjadi salah satu cara paling
berpengaruh bagi orang Kristen untuk membangun
teologi, dan hampir tidak mungkin menemukan
seorang pengikut Kristus di dunia ini yang belum
pernah terpengaruh oleh teologi sistematika.
Menurut Zuck,
teolog Kaum
Injili
mengukapkan bahwa teologi sistematika merupakan
kebenaran yang bersumber dari Alkitab, namun
diungkapkan melalui kategori-kategori yang logis dan
filosofis. Seiring berjalannya waktu, terbentuklah
sebuah teologi yang dikenal sebagai teologi sistematik,
yang pada dasarnya menggunakan metode dan
artikulasi deduktif. Senada dengan Henry C. Thienssen
yang mengatakan bahwa
teologi sistematik
10
JULITINUS HAREFA, M.Th
menggunakan bahan-bahan yang disajikan oleh teologi
eksegetis dan teologi historis, dan disusun sesuai
dengan suatu tatanan yang logis dari para teolog yang
melalui kajian atau penelitian teologis. Charles C. Ryrie
menekankan bahwa teologi sistematik dapat meliputi
berbagai latar belakang historis, apologetik, dan karya
eksegesis, tetapi fokusnya terletak pada struktur
keseluruhan mengenai doktrin Alkitab.
Namun, ada masa dimana terjadi kesulitan
dalam merumuskan teologi sistematika, karena
penggunaan kategori-kategori filosofis dan bahkan
penambahan unsur anti-Alkitab yang diambil dari
rasionalisme filosofis. Sebagaimana yang dikatakan
oleh Charles C. Ryrie, dalam pembuatan sistem teologi
yang komprehensif, para ahli teologi seringkali tergoda
untuk mengisi kekosongan dalam bukti Alkitabiah
dengan logika atau pengertian-pengertian yang belum
tentu benar. Meskipun logika dan pengertian memiliki
tempat tersendiri dalam penyelidikan ilmiah mengenai
penyataan Allah yang tertib dan rasional, namun tidak
boleh digunakan untuk menciptakan kebenaran yang
tidak sesuai dengan Alkitab. Karena terkadang,
dorongan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang tidak terjawab oleh Alkitab dapat menyebabkan
ahli teologi melampaui batas kebenaran Alkitab.
Akibatnya, bentuk dan pemikiran yang berasal dari luar
Alkitab dipaksa untuk diterapkan dalam analisis data
11
JULITINUS HAREFA, M.Th
teologis dalam Alkitab. Oleh karena itu, seharusnya
keterbatasan sistem teologis harus sejalan dengan
keterbatasan dalam penyataan Alkitabiah.
Pada pertengahan abad ke-18, muncul gerakan
"teologi Alkitabiah" sebagai reaksi atas hal tersebut
dengan semboyan "back to the bible", baik dalam
substansi teologi maupun metodologi yang digunakan
untuk mengenal substansi itu. Gerakan ini begitu kuat
sehingga konsep-konsep tentang teologi sistematika
terancam, namun pada akhirnya disadari bahwa teologi
sistematika dan teologi alkitabiah tidak bertentangan
melainkan saling melengkapi. Kemudian, di waktu
yang sama, muncul paham rasionalisme yang skeptis
terhadap Alkitab dan menganggapnya tidak memiliki
otoritas keilmuan, kesejarahan, dan bahkan otoritas
teologi. Sehingga, mereka berpendapat bahwa teologi
alkitabiah Perjanjian Lama hanya dianggap sebagai
sejarah Israel, sedangkan teologi sistematika menjadi
suatu tujuan objektif bukan upaya normatif untuk
menyusun isi Alkitab yang sudah tidak dipercaya lagi.
Kaum Injili bukanlah anti terhadap teologi
sistematika, melainkan mendukung teologi sistematika.
Kaum Injili berpandangan teologi sistematika
merupakan perpanjangan dari teologi Alkitabiah.
Disiplin ilmu biblika membantu teologi sistematik
dalam menyusun ajaran-ajaran Alkitab secara akurat
sehingga dapat diterima dan dipercayai. Teologi
12
JULITINUS HAREFA, M.Th
sistematika berfokus pada tugas untuk menjelaskan
doktrin atau keyakinan Kristen sebagaimana yang
terdapat dalam Alkitab. Namun, karena tugas ini tidak
pernah dilakukan sendiri atau dalam isolasi, maka
teologi sistematika dianggap sebagai suatu organisasi
dan dijalankan untuk melayani gereja. Akhirnya, karena
istilah "sistematika" berarti pengaturan, maka terdapat
usaha untuk mengorganisir topik-topik sentral dalam
Alkitab untuk mewakili suatu doktrin tertentu.
Meskipun teologi sistematika memiliki pengaruh yang
besar, sebagian besar orang Kristen saat ini hanya
memiliki pemahaman yang samar tentang istilah ini
karena para teolog telah mendefinisikan pendekatan
teologi ini dengan cara yang berbeda-beda.
4. Kriteria Teologi Sistematika
Menurut Zuck, teologi Alkitabiah memiliki
peran penting sebagai sumber data bagi teologi
sistematika. Teologi sistematika sendiri harus
mengakui bahwa otoritas yang digunakan harus
bersumber dari Alkitab melalui teologi Alkitabiah yang
tepat. Artinya, teologi sistematika yang benar harus
mengambil substansinya dari teologi Alkitabiah yang
dilakukan dengan benar. Paul Enns memberikan tujuh
persyaratan yang harus dipenuhi dalam kriteria teologi
sistematika. Pertama, harus percaya pada “inspiration”
(pengilhaman) dan “innerancy” (ketaksalahan) Alkitab.
13
JULITINUS HAREFA, M.Th
Kedua,
harus menerapkan
prinsip-prinsip
Hermeneutik yang tepat dan objektif. Ketiga, harus
memanfaatkan seni umum, budaya, dan bahasa Alkitab
dalam menarik kesimpulan teologis. Keempat, harus
berbasis pada riset induktif dan bukan dekduktif.
Kelima, harus mengakui bahwa pewahyuan bersifat
progresif dan Perjanjian Lama dan Baru keduanya
diilhamkan oleh Allah. Keenam, memahami kebenaran
Allah membutuhkan “illumination” (penerangan) Roh
Kudus. Ketujuh, para penafsir Alkitab harus
menyadari keterbatasan metode yang digunakan.
D. RANGKUMAN
† Teologi sistematika yang muncul di kalangan umat
Kristen merupakan reaksi apologetik untuk
menjelaskan iman Kristen. Hal ini terjadi karena
pertama, sebagai tanggapan terhadap polemik yang
terjadi terhadap kepercayaan orang kafir yang dikaitkan
dengan pemikiran filsafat. Kedua, melalui penggunaan
dan persiapan argument-argument metafisika dan
epistemologis yang digunakan oleh para filsuf itu
sendiri.
† Tujuan utama dari teologi sistematika adalah tidak
untuk menyelidiki hal-hal supranatural agar dapat
dibuktikan secara ilmiah, tetapi untuk menguraikan
14
JULITINUS HAREFA, M.Th
seluruh aspek iman Kristen secara intelektual, logis,
dan bertanggung jawab dari sudut pandang tertentu.
† Teologi sistematika yang baik dan benar harus
didasarkan dan merujuk pada teologi alkitabiah yang
tepat dan benar. Disiplin ilmu Biblika memberikan
bantuan pada Teologi Sistematika untuk menyusun
ajaran-ajaran Alkitab secara benar dan dapat diterima
dan dipercaya.
† Kaum injili bukanlah kelompok yang menentang
teologi sistematika, melainkan mereka mendukung
teologi sistematika. Mereka menyadari bahwa teologi
alkitabiah dan teologi sistematika saling melengkapi
satu sama lain.
† Cara berteologi sistematika meliputi empat hal, yaitu:
Pertama, menjelaskan doktrin-doktrin yang
berhubungan dengan iman Kristen. Kedua,
berdasarkan pada kitab suci (Alkitab). Ketiga, konteks
kehidupan pendengar harus menjadi pertimbangan
dalam berteologi sistematika. Keempat, penggunaan
bahasa yang sederhana dan mampu menjawab
kebutuhan jemaat dalam kasus yang ada juga menjadi
hal yang penting dalam teologi sistematika.
† Ilmu teologi sistematika memiliki empat unsur,
pertama, dapat dimengerti oleh pikiran manusia
dengan cara teratur dan rasional. Kedua, menuntut
adanya penjelasan secara metodologis. Ketiga,
menyajikan kebenaran yang memiliki nilai yang
15
JULITINUS HAREFA, M.Th
universal. Dan keempat, memiliki objek yang dapat
diteliti secara sistematis.
E. LATIHAN DAN EVALUASI
Kerjakanlah soal-soal berikut:
1. Apa yang saudara pahami sebagai makna dari teologi
sistematika?
2. Apa definisi teologi sistematika menurut saudara?
3. Bagaimana perbedaan antara teologi sistematika dengan
teologi biblika menurut pandangan saudara?
4. Apakah Saudara bisa menjelaskan penyebab
kemunculan dan penolakan terhadap teologi
sistematika?
5. Bagaimana uraian saudara mengenai kriteria teologi
sistematika yang baik dan benar?
F. DAFTAR REFERENSI
Charles C Ryrie, “Teologi Dasar 1”, Yogyakarta: ANDI,
2008
Henry C. Thiessen, “Teologi Sistematika”, Malang: Gandum
Mas, 2000
Daniel Lukas Lukito, “Pengantar Teologi Kristen I”, Bandung:
Kalam Hidup, 1999
16
JULITINUS HAREFA, M.Th
B. F. Drewes & Julianus Mojau, “Apa Itu Teologi?”,
(pengantar ke dalam ilmu teologi), Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2011
Joseph P. Free, “Arkeologi Dan Sejarah Alkitab,” Malang:
Gandum Mas, 2016
Julitinus Harefa, “Benarkah Alkitab Melarang Perilaku
LGBT?”, Yoyakarta: Kanisius, 2016.
Millard J. Erikson, “Teologi Kristen (Volume Satu), Malang:
Gandum Mas, 2014
Paul Avis, “Ambang Pintu Teologi”, Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1991
Paul Enns, The Moody Handbook of Theology 1, Malang:
Literatur SAAT, 2016 Gearald O’Collisns & Edward G.
Farrugia, “Kamus Teologi”, Yogyakarta: Kanisius, 1995
Roy B. Zuck, “A Biblical Theology of The Old Testament”,
Malang: Gandum Mas, 2015
17
JULITINUS HAREFA, M.Th
18
JULITINUS HAREFA, M.Th
BAB 2
DOKTRIN ALKITAB
Charles Hodge, pernah berkata: "Seperti halnya alam
begitu penting bagi para ilmuwan, demikian juga Alkitab
sangat penting bagi para teolog. Karena Alkitab merupakan
sentral seluruh ajaran iman Kristen, oleh sebab itu
pengetahuan yang benar akan kepercayaan terhadap Alkitab
sangat dibutuhkan. Bahkan sifat Alkitab sendiri mengatakan,
kalau orang Kristen diperintahkan untuk memberi penjelasan
kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggunganjawaban
(1 Ptr. 3:15). Karena sudah bukan rahasia lagi, baik dikalangan
orang Kristen maupun non-kristen, ada banyak penolakan
Alkitab tanpa argumentasi yang jelas. Tuduhan yang sering
dilontarkan oleh mereka adalah Alkitab telah dipalsukan dan
saling kontradiksi satu dengan yang lain. Sehingga ada sekian
banyak umat Kristen yang hanya mendengar bahwa ada
problem dalam Alkitab, tetapi sayangnya mereka tidak pernah
memeriksa buktinya. Jadi, pentingnya mempelajari doktrin
Alkitab adalah pertama, karena Alkitab sumber utama tentang
pribadi Tritunggal dan karya-Nya bagi kehidupan manusia.
Kedua, karena maraknya pengajaran-pengajaran sumbang
yang harus diluruskan agar tidak menyesatkan umat. Ketiga,
karena dengan memahami doktrin Alkitab yang benar
menolong orang Kristen yang lemah imannya (Ef. 4:14).
19
JULITINUS HAREFA, M.Th
A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Pembelajaran yang dicapai pada bagian ini adalah
mahasiswa mampu memberikan pertanggungjawaban
terhadap Alkitab sebagai sumber kebenaran yang mutlak,
baik secara teologis, historis dan rasional. Kemudian,
mahasiswa mampu meyakininya dan menerapkan
kebenaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
B. PENDAHULUAN
Pembelajaran doktrin Alkitab adalah proses belajar
dan memahami ajaran-ajaran dasar Alkitab yang
membentuk dasar kepercayaan orang Kristen.
Pembelajaran doktrin Alkitab membantu memperkuat
iman dan kepercayaan kepada Allah. Selain itu,
pemahaman yang benar tentang doktrin Alkitab,
membantu orang Kristen mengidentifikasi dan
menghindari ajaran-ajaran palsu yang dapat menyesatkan.
Melalui pembelajaran doktrin Alkitab, orang Kristen dapat
memperdalam pengetahuan mereka tentang rencana Allah
dalam sejarah keselamatan dan mengembangkan
hubungan yang lebih dekat dengan Allah melalui doa,
studi Alkitab, dan ibadah. Dengan pemahaman yang tepat
tentang doktrin Alkitab, orang Kristen dapat tumbuh dan
20
JULITINUS HAREFA, M.Th
berkembang dalam iman mereka dan mengalami
kehidupan yang lebih bermakna dan berarti.
C. PEMAPARAN MATERI
Materi pembelajaran ini mencangkup keberadaan
Kitab Suci Kristen yang bermanfaat untuk mengajar,
menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan dan
mendidik orang dalam kebenaran (2 Tim. 3:16). Dengan
memperkatakan dan merenungkan ajaran-ajaran yang
tertulis di dalamnya siang dan malam, seseorang dapat
bertindak dengan lebih hati-hati, sehingga perjalanannya
akan berhasil dan memperoleh keberuntungan (Yos. 1:8).
Dengan demikian, Alkitab berperan sebagai standar hidup
bagi umat Kristen dalam menilai berbagai aspek
kehidupan serta dalam pengambilan keputusan yang
bijaksana. Oleh karena itu, setiap orang yang akan
menerima dan mempelajari Alkitab diwajibkan mengerti
alasan di balik keyakininya agar terhindar dari keraguan
mengenai kebenarannya serta mendorong dirinya untuk
mengimplementasikan ajaran-ajarannya dalam kehidupan
sehari-hari.
1. Pengertian
Alkitab (bibliogi): kata biblio berasal dari bahasa
Yunani, yang artinya: “kitab atau gulungan” dan dalam
bahasa Inggris diterjemahkan bible artinya: “Alkitab.”
21
JULITINUS HAREFA, M.Th
Tetapi orang Kristen yang berbahasa Latin,
membacanya dalam bentuk jamak, yakni: “biblia” dan
kata ini sama penggunaanya di dalam Alkitab kuno,
yaitu: “Ta biblia” yang artinya: “Kitab-kitab” yang
merujuk pada Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
Namun dikemudia hari, karena tulisan-tulisan yang
disebut biblia dipandang sebagai suatu kesatuan, maka
istilah biblia yang berbentuk jamak itu dipahami dalam
sebutan Alkitab (bibliologi) yang berbentuk tunggal.
Dalam arti kamus, istilah biblioligi berasal dari bahasa
Yunani, yakni: dari kata ”biblos” yang artinya: “papirus
atau buku” dan “logos” artinya: “perkataan, pengajaran,
firman dan ilmu.” Jadi bibliologi adalah perkataan yang
telah dibukukan atau ilmu yang mempelajari tentang
firman Allah.
Kitab Suci (graphe): kata Kitab Suci terjemahan
dalam bahasa Yunani, yakni: “graphe” yang artinya:
“tulisan” dan selalu menunjuk kepada bagian Alkitab.
Para penulis Perjanjian Baru menggunakan kata
“graphe” terkadang menunjuk pada Perjanjian Lama
(Luk. 24:45; Yoh. 10:35) dan terkadang merunjuk pada
Perjanjian Baru (1 Tim. 5:18). Bahkan terkadang
merunjuk pada seluruh bagian Kitab Suci secara
kolektif (Mat. 21:42, 22:29; Luk. 24:27; Yoh. 5:39;) dan
adakalanya menunjuk pada tulisan seorang rasul (2 Ptr.
3:16).
22
JULITINUS HAREFA, M.Th
Firman Allah (Logos): kata “Firman Allah”
sering digunakan dalam berbagai bentuk makna, yakni:
pertama, Firman Allah sebagai kata-kata yang diucapkan
Allah (seperti Allah menciptakan alam semesta dan
segala isinya kejadian 1:3). Kedua, Firman Allah sebagai
perkataan langsung (seperti ketika Allah berbicara
kepada Adam, Abraham dan Musa). Ketiga, Firman
Allah yang telah menjadi manusia (yakni: Yesus Kristus
Yohanes 1:14). Keempat, Firman Allah yang keluar dari
mulut manusia (Ul 18:18-20, Yer 1:9). Kelima, Firman
Allah dalam bentuk tulisan (Misalnya ketika Allah
memerintakhan Musa untuk menuliskan apa yang
Allah ingin agar Israel mendengarnya (Kel. 31:18).
Contoh yang lain adalah Yosua (Yos 24:26), dan juga
Paulus di Perjanjian Baru (1 Kor 14:37).
Jadi, Firman Allah yang akan diajarkan dalam
materi ini adalah Firman Allah yang tertulis. Sebab
seringkali makna Firman Allah menjadi rancu ketika
belajar doktrin Alkitab, karena maknanya yang banyak,
kadangkala Firman Allah yang keluar dari mulut
manusia dipertukarkan dengan makna Firman Allah
yang tertulis.
2. Dasar Penerimaan Alkitab
Dasar utama penerimaan Alkitab adalah terletak
pada sifat dan kesaksian dari Allah Tritunggal sendiri.
Semboyang: “Alkitab menjawab dirinya sendiri”
23
JULITINUS HAREFA, M.Th
merupakan pernyataan yang sangat masuk akal, karena
penerimaan Alkitab tidak mendahului pengetahuan
manusia. Tetapi merupakan suatu kepercayaan
terhadap peristiwa penyataan diri Allah dalam sejarah
manusia. Dengan demikian, satu-satunya cara untuk
meyakinkan diri akan penerimaan Alkitab tergantung
pada sifat dari Alkitab itu sendiri. Kendati penemuan
arkeolog terhadap peristiwa dan sejarah yang tertulis
dalam Alkitab meneguhkan iman, namun tujuannya
hanya memperjelas teks Kitab Suci dan dengan
demikian memberi sumbangan yang berharga dibidang
penafsiran. Jadi, jelas bahwa tidak mungkin
mengharapkan sebuah pengakuan dari manusia
tentang penerimaan akan kebenaran Alkitab, kecuali
melalui sifat dari kebenaran itu sendiri.
Alkitab menuliskan bahwa Allah yang dikatakan
sempurna, benar, dan suci, menjamin bahwa apa yang
tertulis dalam Alkitab adalah Firman-Nya (Rom. 3:4),
sehingga tidak mungkin menyatakan kebenaran yang
salah dan keliru. Sifat kebenaran Alkitab menyebut
dirinya sempurna (Mzm. 19:8), murni (Mzm. 19:9),
tepat (Mzm. 19:9), benar (Mzm. 119:43), dan kekal
(Mzm. 119:89; Mat. 24:34). Jika seseorang mencari
kepercayaan sepenuhnya, maka hanya pribadi Yesus
Kristus dan diri-Nya sendiri yang dapat dipercayai dan
secara eksplisit meyakinkan akan penerimaan
kebenaran Alkitab dengan mengutip Perjanjian Lama.
24
JULITINUS HAREFA, M.Th
Beberapa bukti meliputi pengakuan Kristus bahwa
Alkitab ditulis oleh manusia (Markus 7:6, 10; 12:36),
tetapi juga sebagai "Firman Allah" (Markus 7:13;
Matius 4-5) yang disampaikan oleh Roh Kudus (Matius
22:43; Markus 12:36). Kristus juga mengakui inspirasi
verbal sepenuhnya dari Perjanjian Lama, menegaskan
bahwa satu "iota" atau "titik" tidak akan dibatalkan
dari Perjanjian Lama (Matius 5:18). Kristus juga tidak
meragukan historisitas Alkitab, menerima cerita
penciptaan bumi dan manusia pertama (Markus 13:19;
Matius 19:45), peristiwa zaman Nuh (Matius 24:37-39;
Lukas 17:26-27), peristiwa Sodom dan Gomora (Lukas
17:28-29), keberadaan Abraham Ishak, dan Yakub
(Matius 8:11), serta riwayat Yunus (Matius 12:40-41)
sebagai peristiwa-peristiwa sejarah, dan bukan sekadar
cerita buatan manusia. Bukti-bukti ini memberikan
kesaksian Kristus atas penerimaannya terhadap Alkitab
adalah Firman Tuhan.
3. Manfaat Belajar Alkitab
Pembelajaran doktrin Alkitab membawa
berbagai manfaat yang sangat penting bagi pembaca
dan yang mempelajaranya. Antara lain sebagai berikut:
a. Pertama-tama, Alkitab adalah sumber utama
pengetahuan tentang pribadi Tritunggal dan karyaNya
dalam
kehidupan
manusia.
Melalui
memahami
ajaran-ajaran
Alkitab, manusia dapat mendalami
25
JULITINUS HAREFA, M.Th
hubungan dengan Allah, Yesus Kristus, dan Roh
Kudus, serta memahami maksud dan tujuan Allah
dalam kehidupan manusia.
b. Kedua, pentingnya belajar doktrin Alkitab terletak
pada fakta bahwa saat ini terdapat berbagai ajaran
sesat yang tersebar luas. Pengetahuan mendalam
tentang ajaran Alkitab memungkinkan umat untuk
mengidentifikasi dan menolak ajaran-ajaran palsu
yang dapat menyesatkan. Dalam dunia yang
dipenuhi dengan informasi yang beragam,
pemahaman tentang doktrin Alkitab melindungi
umat dari kesalahan-kesalahan ajaran yang dapat
merusak iman mereka.
c. Ketiga, memahami doktrin Alkitab yang benar juga
memberikan pertolongan kepada orang Kristen
yang mungkin memiliki kelemahan dalam iman
mereka (Ef. 4:14). Dalam menghadapi tantangantantangan
spiritual dan pertentangan dalam iman,
pemahaman yang kokoh tentang ajaran-ajaran
Alkitab memberikan pondasi yang kuat. Sebagai
contoh, sekitar satu abad yang lalu, Charles Hodge
dengan tepat mengatakan bahwa Alkitab sama
pentingnya bagi teolog seperti halnya alam bagi
para ilmuwan. Hal ini menegaskan bahwa doktrin
Alkitab adalah dasar bagi pemahaman mendalam
tentang iman Kristen dan memperkuat dasar
kepercayaan umat terhadap Allah.
26
JULITINUS HAREFA, M.Th
Dengan demikian, belajar doktrin Alkitab
bukan hanya sebuah tugas rutin, melainkan suatu
kebutuhan mendalam bagi umat Kristen. Dengan
memahami dan mendalami ajaran-ajaran Alkitab, umat
dapat memperkuat iman mereka, melindungi diri dari
pengaruh ajaran sesat, dan memperoleh pengetahuan
yang lebih dalam tentang kehendak dan rencana Allah
dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, penting
bagi setiap pembaca Alkitab untuk memahami dan
menghargai nilai penting dari pembelajaran doktrin
Alkitab dalam pengembangan rohaniah dan iman
mereka.
4. Istilah PL & PB
Istilah Perjanjian Lama (PL) dan Perjanjian
Baru (PB), kedengarannya sudah tidak asing bagi umat
Kristiani, tetapi tidak sedikit orang tidak mampu
menjelaskan maksudnya dan kerapkali non-Kristen
mempertanyakan dan bahkan menyalahpaminya.
Kemudian, saat ini beberapa orang yang menganggap
diri Kristen mempermasalahkan penggunaan istilah PL
dan PB karena dianggap tidak tertulis dalam Alkitab.
Oleh sebab itu, sangat diperlukan suatu penjelasan
singkat terkait penggunaan istilah PL dan PB ini dalam
ajaran Kristen. Istilah PL merujuk pada Kitab-kitab
yang digunakan oleh orang Yahudi yang dipakai hingga
kini di dalam ibadah-ibadah mereka. Sedangkan istilah
27
JULITINUS HAREFA, M.Th
PB merujuk pada Kitab-kitab yang ditulis oleh para
Rasul Kristus dan murid para rasul Kristus. Kemudian,
gabungan dari kedua Kitab-kitab ini disebut sebagai
kitab suci (Alkitab) yang diyakini oleh orang Kristen
sampai saat ini.
Pertanyaannya adalah mengapa ada istilah
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru? Apa maksudnya?
Kata “Perjanjian” (Testament) berhubungan dengan dua
perjanjian utama, yakni: Pertama, antara perjanjian
Allah dengan Israel di bawah Perjanjian hukum Taurat
yang diberikan melalui Musa. Kedua, antara perjanjian
Allah dengan dunian di bahwa Perjanjian Anugerah
yang diberikan melalui Kristus. Di dalam Perjanjian
Lama kata “covenant” digunakan dalam keluaran 24:1-8,
yang menjelaskan penerimaan hukum oleh orangorang
Israel di Gunung Sinai. Dalam terjemahan
Septuaginta LXX (terjemahan Ibrani ke Yunani)
menggunakan “diatheke,” demikian pula dalam
Perjanjian Baru menggunakan “diatheke” ketika Tuhan
Yesus mengadakan perjanjian dengan murid-murid-nya
disebuah perjamuan malam (Luk. 22:14-20).
Penggunaan
istilah PL
dan PB
diimplementasikan melaui nubuatan nabi Yeremia di
bawah Perjanjian Lama akan kedatangan Perjanjian
Baru (Yer. 31:31; Ibr. 8:6-13; 10:15-17). Kemudian, di
PB nubuatan dalam Perjanjian Lama tersebut di genapi
oleh Yesus Kristus (Luk. 22:20; I Kor. 11:25; Mrk.
28
JULITINUS HAREFA, M.Th
14:24; Mat. 26:26-28; Ibr. 9:15; 12:24; II Kor. 3:6, 14;
Mat. 5:17-18, 11:13; Rom. 3:21). Hal ini menyiratkan
bahwa adanya suatu Perjanjian yang dulu pernah
berlangsung, lalu kembali diadakan Perjanjian Baru
lagi. Menurut Merrill C. Tenney, mengatakan bahwa
perjanjian (covenan) disini berbicara Perjanjian Baru
suatu catatan mengenai sifat serta perwujudan dari
kesepakan yang baru antara Allah dengan manusia
melalui Kristus.
5. Keunikan Kitab Suci (Alkitab)
Paul Enns berpendapat bahwa ada banyak
bukti menyatakan Alkitab secara keseluruhan adalah
kitab yang unik dibaging dengan kitab suci lain. Klaim
itu, dinyatakan oleh Alkitab sendiri, Misalnya: “ada tiga
ribu delapan ratus kali Alkitab menyatakan “Allah
berfirman,” atau “Demikianlah Firman Allah” (Kel.
14:1; 20:1; Im. 4:1; Bil. 4:1; Ul. 4:2, 32:48; Yes. 1:10, 24;
Yer. 1:11; Yeh. 1:3, dll) dan kesaksian yang dapat
dipercaya secara khusus adalah kesaksian dari Yesus.
Sorotan utama ketika belajar Alkitab adalah
keunikannya dimana penulisan dikerjakan oleh orangorang
yang berbeda, dalam waktu dan budaya yang
berbeda serta latar belakang penulis yang berbeda.
Beberapa keunikan yang dapat dipelajari disini, antara
lain adalah:
29
JULITINUS HAREFA, M.Th
a. Ditinjau Dari Sisi Pendidikan Penulis: Jika ditinjau
dari sisi pendidikan penulis, mereka didik
dilingkungan yang berbeda dengan pengetahuan
yang berbeda pula. (mis: Musa seorang pemimpin
yang mendapatkan pendidikan terbaik di Mesir,
Petrus seorang nelayan, Amos seorang gembala,
Yosua seorang panglima perang, Nehemia seorang
pembawa minuman raja, Daniel seorang perdana
menteri, Lukas seorang dokter, Salomo dan Daud
yang merupakan Raja, dan Matius seorang penagih
pajak).
b. Ditinjau Dari Sisi Lokasi Dan Waktu: Ditinjau dari
sisi lokasi dan waktu, Alkitab ditulis ditempat yang
berbada dengan jarak waktu yang berbada-beda,
sehingga Alkitab tidak ditulis berdasarkan
keputusan bersama.
c. Ditinjau Dari Sisi Kondisi Dan Suasana Hati:
Ditinjau dari sisi kondisi dan suasana hati yang
berbeda, artinya: Alkitab ditulis sesuai kondisi dan
peristiwa yang dialami penulis pada saat itu dan
berdasarkan suasana hati masing-masing.
d. Ditinjau Dari Sisi Bahasa: Ditinjau dari sisi bahasa,
Alkitab ditulis dalam tiga bahasa yang berbeda yaitu
Ibrani, Aram dan Yunani dengan kekayaan bahasa
masing-masing. Keunikan bahasa dalam Alkitab
menunjukkan kompleksitas dan kekayaan pesanpesan
yang terkandung di dalamnya. Bahasa yang
30
JULITINUS HAREFA, M.Th
digunakan dalam Alkitab mengandung banyak
makna dan simbolisme, sehingga membutuhkan
pemahaman yang mendalam untuk dapat
memahami sepenuhnya pesan-pesan yang
terkandung dalamnya.
Dari perbadaan tersebut suatu kemustahilan
terdapat suatu peristiwa dan cerita yang paralel.
Namun, inilah merupakan keunikan Alkitab Kristen,
meskipun adanya perbadaan dari berbagai sisi, tetap
menunjukkan kekosistenan dan berkesinambungan.
6. Hakikat Kitab Suci (Alkitab)
Keberadaan Alkitab seringkali diperlakukan
secara berlebihan oleh sebagian orang, yang berusaha
menempatkannya dalam konteks keinginan-keinginan
manusiawi dan memperlakukannya secara khusus
untuk memenuhi kebutuhan duniawi. Berikut ini
adalah beberapa contoh tindakan berlebihan dalam
memperlakukan Alkitab di kalangan umat Kristen:
a. Alkitab dijadikan buku peraturan: Sebagian besar
kesalahpahaman kita tentang Alkitab dimulai pada
kelirunya pengertian kita tentang tujuannya.
Kecenderungan ini membelokkan Alkitab menajadi
serangkaian luas dari aturan-aturan. Orang percaya
modern telah hampir membelokkan Alkitab
menjadi sebuah buku peraturan legalistik, semacam
31
JULITINUS HAREFA, M.Th
“Kristen Talmud”. Haruslah dinyatakan secara
tegas bahwa fokus utama Kitab Suci adalah
penebusan. Fokus utamanya adalah keselamatan (II
Timotius 3:5), yang mengasilkan keserupaan
dengan Kristus (II Timotius 3:17). Keserupaan
dengan Kristus ini juga merupakan sebuah tujuan
utamanya (Roma 8:28-29; II Kor. 3:18; Gal. 4:19;
Ef.1:4; I Tes. 3:13; 4:3; I Pet. 1:15), tetapi ini
merupakan hasil dari sasaran pertamanya. Alkitab
tidak menjawab semua pertanyaan- pertanyaan
intelektual manusia. Berbagai masalah dibahas
dalam cara-cara yang rancu atau tidak lengkap.
Alktiab terutama tidaklah dirancang sebuah buku
teologia sistematis, sebagai sejarah yang terpilih
tentang Allah yang berurusan dengan ciptaan-Nya
yang memberontak. Tujuannya bukanlah sekedar
aturan, tapi hubungan. Alkitab membiarkan
bidang-bidang tertentu tidak terselubung sehingga
kita dipaksa untuk berjalan dalam kasih (I Kor. 13),
bukan dalam aturan-aturan (Kol. 2:16-23). Kita
harus melihat prioritas dari orang-orang yang
diciptakan menurut gambar-Nya (lih. Kej. 1:26-27),
bukan aturan-aturan. Bukanlah seperangkat aturan
yang disajikan, tapi suatu karakter yang baru, fokus
yang baru, kehidupan yang baru.
b. Alkitab Bukan Buku Ilmu Pengetahuan: George
Sandison berpendapat bahwa Alkitab bukanlah
32
JULITINUS HAREFA, M.Th
sebuah buku pelajaran Ilmu pengetahuan, juga
tidak ditulis dengan maksud mengajarkan ilmu
pengetahuan, melaikan mengajarkan agama.
Ungkapan senada disampaikan oleh Joseph P. Free
dan Howard F. Vos, bahwa Alkitab bukan buku
pelajaran ilmu pengetahuan, akan tetapi ketika
Alkitab berbicara mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan ilmu pengetahuan, maka
uraiannya akurat. Bob Utly mengatakan banyak
orang yang ingin memaksakan Kitab Suci ke dalam
kisi-kisi filsafat hukum alam, khususnya dalam
kaitannya dengan “metode ilmiah” tentang
penalaran induktif. Alkitab bukan buku teks ilahi
tentang hukum alam, bukan berarti anti ilmiah
namun pra-ilmiah. Alkitab lebih menyajikan suatu
“Word View” (pandangan dunia) daripada sebuah
gambaran dunia, ini berarti bahwa Alkitab lebih
berfokus pada “siapa”-nya dari pada “bagaimana”nya.
c.
Alkitab Bukan Buku Sihir: Alkitab bukanlah
merupakan sebuah buku sihir, terkadang kecintaan
terhadap Alkitab menyebabkan memperlakukan
Alkitab dengan aneh. Misalnya: pernahkah anda
mencari kehendak Allah dengan berdoa dan
kemudian membiarkan Alkitab anda terbuka
sendiri ke sebuah halaman dan kemudian
meletakkan jari anda pada sebuah ayat? Praktek
33
JULITINUS HAREFA, M.Th
umum ini memperlakukan Alkitab seolah-olah
sebagai sebuah bola kristal ilahi. Alkitab adalah
sebuah berita, bukanlah sebuah Urim dan Tumim
modern (Kel. 28:30). Nilai Alkitab berada di dalam
beritanya, bukan dalam keberadaan fisiknya.
Sebagai orang Kristen membawa Alkitab ke rumah
sakit bukan supaya bisa membacanya, karena
mengalami penyakit berat dan dianggap mewakili
hadirat Allah. Banyak orang Kristen modern
menjadikan Alkitab sebuah berhala fisik.
D. RANGKUMAN
† Fokus dari materi ini adalah pada Firman Allah yang
tertulis, karena kadangkala membingungkan untuk
membedakan antara Firman Allah yang diucapkan dan
Firman Allah yang tertulis ketika mempelajari doktrin
Alkitab. Meskipun Firman Allah dapat memiliki
banyak makna, penting untuk memahami perbedaan
antara keduanya.
† Alkitab Kristen terdiri dari 66 kitab, yang dibagi
menjadi Perjanjian Lama dan Baru. Perjanjian Lama
terdiri dari 39 kitab yang juga disebut "TANAKH" dan
Perjanjian Baru terdiri dari kitab-kitab Injil dan para
rasul. Alkitab ditulis dalam tiga bahasa, yaitu bahasa
Ibrani, Aram, dan Yunani Koine oleh 40 orang penulis
dalam kurun waktu 1500 tahun.
34
JULITINUS HAREFA, M.Th
† Kata biblio berasal dari bahasa Yunani yang berarti
"kitab atau gulungan", dalam bahasa Inggris
diterjemahkan sebagai "bible" atau "Alkitab". Orang
Kristen yang berbahasa Latin membacanya dalam
bentuk jamak yaitu "biblia" yang sama penggunaannya
dengan Alkitab kuno yaitu "Ta biblia" yang merujuk
pada Perjanjian Lama dan Baru.
† Dasar utama penerimaan Alkitab terletak pada sifat
dan kesaksian dari Allah Tritunggal sendiri. Allah
menjamin bahwa apa yang tertulis dalam Alkitab
adalah Firman-Nya, sehingga tidak mungkin
menyatakan kebenaran yang salah dan keliru. Pribadi
Yesus Kristus secara eksplisit meyakinkan akan
penerimaan kebenaran Alkitab dan menerima inspirasi
verbal sepenuhnya dari Perjanjian Lama serta tidak
meragukan historisitas Alkitab.
E. LATIHAN DAN EVALUASI
Kerjakanlah soal-soal berikut:
1. Apa pengertian doktrin Alkitab dan mengapa
penting untuk mempelajarinya?
2. Apa yang membuat Alkitab unik dan berbeda dari
buku-buku lain?
3. Apa yang dimaksud dengan Alkitab Kristen dan
bagaimana komposisi serta penulisannya?
35
JULITINUS HAREFA, M.Th
4. Apa dasar utama penerimaan Alkitab menurut
anda?
5. Berikan salah satu contoh ketepatan penemuan
para ilmuan yang dapat dikonfirmasi dengan data
Alkitab?
F. DAFTAR REFERENSI
Charles C Ryrie, “Teologi Dasar I, Yogyakarta: ANDI, 2008
Charles C. Ryrie, “Teologi Dasar 1,” Yogyakarta: ANDI,
2008
Henry M. Morris, “Sains Dan Alkitab,” Malang: Gandum
Mas, 2004
Jakob Van Bruggen, “Siapa Yang Membuat Alkitab?,”
Surabaya, Momentum, 2002
Joseph P. Free, “Arkeologi dan Sejarah Alkitab,” Malang:
Gandum Mas, 2016
Joseph P. Free, “Arkeologi Dan Sejarah Alkitab,” Malang:
Gandum Mas, 2016
Merrill C. Tenney, “Survei Perjanjian Baru”, Malang:
Gandum Mas, 2017
Millard J. Erickson, “Teologi Kristen (Volume Satu)”, Malang:
Gandum Mas, 2014
Norman Geisler & Ron Brooks, “Ketika Alkitab
Dipertanyakan”, Yogyakarta: ANDI, 2010
Paul Enns, “The Moody Handbook of Theology”, Malang:
Literatur SAAT, 2016
36
JULITINUS HAREFA, M.Th
R. C. Sproul, “Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen”,
Malang: SAAT, 2002
R. C. Sproul, “Pengenalan Alkitab”, Malang: SAAT, 1994
W. A. Criswell, “Firman Kebenaran (Bibliologi),” Tangerang:
Sekolah Tinggi Teologi Injili Philadelphia, 2016
37
JULITINUS HAREFA, M.Th
38
JULITINUS HAREFA, M.Th
BAB 3
TEORI PENYATAAN ALLAH
Bagi Mahasiswa Teologi dan Gembala serta umat
Kristen yang berkeinginan mempelajari doktrin Alkitab,
sebaiknya mulai dengan langkah mempelajari “konsep
penyataan Allah”. Karena pengetahuan yang benar akan
Alkitab sebagai penyataan Allah menjadi azas atas
penerimaan Alkitab bersumber dari Allah. Menurut Charles C.
Ryrie, Alkitab merupakan sarana yang paling menyeluruh dari
semua saluran penyataan khusus, karena banyak mencakup
segi saluran-saluran lain. Jadi, melalui Alkitab manusia hanya
dapat mengenal Allah dengan sempurna, dengan demikian
alangkah indahnya orang Kristen menuruti nasehat seorang
teolog bernama Henry C. Thiessen yang mengatakan,
sebaiknya orang Kristen senantiasa mempertahankan
keyakinan bahwa penyataan Allah memiliki wujud tertulis, dan
Alkitab merupakan wujud tertulis penyataan tersebut. Dapat
dikatakan bahwa baik pada masa lampau terlebih pada masa
kini dan masa yang akan datang, penyataan khusus melalui
Alkitab merupakan
sarana dari Allah untuk
mengkomunikasikan diri-Nya.
Alkitab merupakan penyataan (penyingkapan diri
Allah) secara khusus bagi orang percaya. Tanpa penyataan
lewat Alkitab maka manusia tidak dapat mengetahui dengan
benar tentang Allah dan segala sesuatu yang Allah lakukan
bagi ciptaan-Nya (Yohanes 1:18; 1 Timotius 6:16; Ayub 11:7;
39
JULITINUS HAREFA, M.Th
23:3-9). Maka para Kaun Injili mengambil keputusan yang
radikal tentang Alkitab sebagai salah satu wujud penyataan
ilahi atau tindakan Allah untuk mengkomunikasikan diri-Nya
kepada manusia dalam kata-kata Alkitab. Dengan melihat
kenyataan bahwa Allah dapat dan mau berkomunikasi kepada
manusia. Dan kemudian, bahwa kebenaran yang
dikomunikasikan adalah macam dan sifat kebenaran yang
tidak pernah dapat diketahui manusia melalui observasi atau
dengan akal, atau dengan menggunakan kemampuan
alaminya. Dalam hal ini, ada tiga alasan pembukuan penyataan
Allah Menurut Hadiwijono, yakni: pertama, dengan
dibukukannya penyataan Allah maka kesaksian menjadi tetap,
sehingga terjaga kemurnian penyataan Tuhan Allah. Kedua,
bahwa pembukuan penyataan Tuhan Allah menjadikan orangorang
yang hidup setelah zaman Tuhan Yesus dapat
bersekutu dengan Tuhan Allah (1 Yoh. 1:1-3). Ketiga,
pembukuan penyataan Allah itu bermaksud supaya orangorang
yang
hidup
sesudah
zaman
Tuhan
Yesus
Kristus,
dapat
percaya,
bahwa Yesus adalah Kristus, Anak Allah, dan oleh
karenanya mendapat hidup yang kekal (Yoh. 20:31; 21:25).
A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa mampu memahami bahwa Alkitab
adalah penyataan diri Allah kepada manusia, agar ciptaanNya
mengenal karakter dan sifat-sifat pencipta-Nya yang
sempurna. Sehingga mahasiswa mampu memahami bahwa
40
JULITINUS HAREFA, M.Th
pengetahuan tentang Allah melalui Alkitab tidak hanya
bersifat teoretis, tetapi harus dihayati dan diamalkan dalam
kehidupan sehari-hari.
B. PENDAHULUAN
Pemahaman tentang konsep penyataan Allah dalam
Alkitab sangatlah penting bagi setiap mahasiswa yang ingin
memperdalam iman dan pengalaman rohani mereka.
Alkitab, sebagai Firman Allah, memberikan penjelasan
yang jelas dan otoritatif tentang siapa Allah dan karakterNya.
Melalui pembelajaran ini, mahasiswa diharapkan
dapat memahami konsep tentang siapa Allah, sifat-sifatNya,
ajaran tentang rencana penyelamatan manusia
melalui Yesus Kristus, dan doktrin Tritunggal. Mahasiswa
juga diharapkan mampu mengaplikasikan pengetahuan
mereka tentang Allah dalam kehidupan sehari-hari dan
berjalan dalam persekutuan dengan-Nya. Dalam konteks
perguruan tinggi, pemahaman tentang konsep penyataan
Allah dalam Alkitab dapat membantu mahasiswa
mengembangkan pandangan hidup yang lebih bermakna,
serta menghadapi tantangan dan perubahan yang terjadi di
dunia dengan keyakinan dan kepercayaan yang kokoh.
Oleh karena itu, pemahaman tentang konsep penyataan
Allah dalam Alkitab harus menjadi bagian yang penting
dalam pembelajaran mahasiswa di perguruan tinggi.
41
JULITINUS HAREFA, M.Th
C. PEMAPARAN MATERI
Konsep penyataan Allah dalam Alkitab mengacu
pada pemahaman tentang siapa Allah dan karakter-Nya.
Allah adalah satu-satunya Tuhan yang benar dan hidup,
menciptakan dan memelihara segala sesuatu, serta
memiliki sifat-sifat yang sempurna seperti kasih, keadilan,
kesetiaan, dan kebijaksanaan. Melalui pengetahuan tentang
Allah dalam Alkitab, umat Kristen juga dapat memahami
bagaimana Allah bertindak dalam sejarah dan kehidupan
manusia, serta rencana-Nya untuk menyelamatkan
manusia dari dosa dan kematian melalui Yesus Kristus.
1. Pengertian
Dalam bahasa Yunani, kata “penyataan” adalah
“apokalupsis” (dari kerja: ἀποκαλύπτω "apokalupto")
yang artinya adalah “mebuka, mewahyukan dan
menyatakan” atau dapat dikatakan: "sesuatu yang
disingkapkan (dibukakan) dari apa yang dahulunya
samar-samar/ tertutup/ tidak terlihat jelas" (Lukas
10:21; Efesus 3:5). Dalam bahasa Ibrani ada padanan
arti dari pengertian di atas, yaitu "gala", artinya
"telanjang" (Keluaran 20:26; Yesaya 53:1; 2 Samuel
7:27). Jadi, ἀποκαλύπτω adalah penyingkapan yang
dikerjakan oleh Allah sendiri. Kata itu juga bermakna
penyataan Allah untuk membuat segala sesuatunya
42
JULITINUS HAREFA, M.Th
menjadi jelas. Menyingkapkan hal-hal yang sebelumnya
tersembunyi, dan belum diketahui oleh manusia.
2. Defenisi Penyataan Allah
Ada beberapa definisi yang dicetuskan oleh
para teolog Kristen, namun secara umum “penyataan”
dapat didefinisikan sebagai: tindakan Allah (baik itu
perbuatan maupun kata-kata) yang merupakan inisiatif
Allah sendiri untuk membuka Diri agar manusia, yang
adalah ciptaan, dapat mengenal Allah Penciptanya (1
Korintus 2:11; Ulangan 29:29). Atau penyataan dapat
dijelaskan sebagai “tindakan Allah yang menyikapkan
diri-Nya atau mengkomunikasikan kebenaran kepada
pikiran manusia, dimana hanya melalui hal itu,
makhluk ciptaan-Nya dapat mengenal-Nya.” Melalui
penyataan-Nya inilah manusia tahu segala sesuatu yang
Allah ingin manusia tahu. Termasuk sejarah Alkitab
bukanlah terutama catatan manusia yang mencari
Allah, melainkan Sejarah Alkitab lebih merupakan
catatan tentang penyataan Allah kepada manusia.
3. Penggunaan Terminologi Penyataan
Dalam bahasa Indonesia istilah “penyataan”
sering diartikan sama dengan kata “wahyu”. Pada
hakekatnya kedua arti dari kata ini sama, tetapi
mempunyai konotasi yang berbeda ketika berbicara
dalam konteks keyakinan agama lain. Dalam agama-
43
JULITINUS HAREFA, M.Th
agama lain kata “wahyu” diartikan sebagai
pengetahuan yang di dapat seseorang pada dirinya
sendiri dengan keyakinan bahwa pengetahuan itu
datang dari Allah, bisa dengan perantaraan atau tidak
(misalnya: mimpi, penglihatan, bisikan hati, dll),
sedangakan di dalam Kekristenan kata pewahyuan
tersebut bersifat tulisan dan merupakan inisiatif Allah
dan bukan hasil dari upaya manusia sebagai dampak
perkenananya kepada Allah. Artinya: dalam agama lain,
pewahyuan merupakan inisiatif manusia mencari
pengetahuan tentang Allah melalui petapaan.
Sedangkan Kekristenan memahami pewahyuan Allah
melalui inisiatif Allah yang memanggil orang-orang
tertentu menyaksikan tindakan dan kuasa Allah dalam
sejarah manusia. Jadi, pengertian kata “wahyu” ini
berbeda sekali dengan pengertian yang diberikan dalam
agama Kristen. Oleh karena itu untuk menghindari
kesalahan, istilah yang akan penulis pakai selanjutnya
dalam bahan ini adalah “penyataan” dan bukan wahyu.
4. Penyataan Umum Dan Khusus
Para teolog Kristen biasanya membedakan cara
Allah menyatakan diri-Nya kepada manusia dalam 2
(dua) cara, yaitu dengan cara umum dan khusus.
Kedua cara ini dibedakan sesuai dengan maksudnya.
Penyataan umum dimaksudkan untuk manusia pada
umumnya. Sedangkan Penyataan khusus dimaksudkan
44
JULITINUS HAREFA, M.Th
untuk kelompok khusus yang Allah kehendaki.
Penyataan umum adalah penyataan yang diberikan
Allah mengenai diri-Nya sendiri kepada semua orang
melalui alam semesta, sejarah, dan hati nurani manusia
dan penyataan khusus melalui Yesus Kristus dan
Alkitab (firman Tuhan). Hal-hal yang perlu diketahui
dalam penyataan umum. Pertama, sumber penyataan
umum adalah Allah. Kedua, tujuannya adalah untuk
menyatakan kemuliaan Allah, kuasa-Nya dalam alam
semesta, keunggulan-Nya, keahlian-Nya, penentuanNya
dalam
mengendalikan
alam
semesta,
kebaikanNya,
kecerdasan-Nya,
dan keberadaan-Nya yang hidup
(Mazmur 19:2; Roma 1:20; Kisah Para Rasul 14:17;
17:29; Matius 5:45). Ketiga, sasarannya adalah semua
orang (Matius 5:45; Kisah Para Rasul 14:17; Mazmur
19:2). Keempat, sarananya universal yaitu: melalui alam,
sejarah, dan hati nurani manusia (Mazmur 19:4-7;
Roma 2:14-15). Penyataan umum memikili
keterbatasan yaitu, hanya membuat manusia menyadari
akan keberadaan Allah, tetapi tidak cukup membawa
manusia kepada pengenalan yang benar dan penuh
tentang Allah. Hanya dapat membawa manusia untuk
berseru dan memuji Allah, tetapi tidak cukup untuk
membawa mereka kepada keselamatan. Hanya
memberikan pengetahuan tentang sifat-sifat Allah,
tetapi tidak memberikan pengetahuan bahwa Kristus
45
JULITINUS HAREFA, M.Th
adalah satu-satunya jalan keselamatan yang disediakan
Allah.
Penyataan khusus adalah penyataan yang
diberikan Allah melalui karya penebusan Kristus dan
juga dituliskan dalam Alkitab. Hal-hal yang perlu
diperhatikan ketika memahami penyataan khusus ialah
sifatnya langsung dan berkalu kepada orang-orang
tertentu. Misalnya: pertama, sumber penyataan khusus
adalah Allah. Kedua, tujuannya adalah agar Allah dapat
menyatakan kehendak-Nya
dan
perjanjian
keselamatan-Nya dalam Yesus Kristus, sehingga
mendamaikan kembali hubungan antara manusia
dengan Allah. Ketiga, sasarannya adalah orang-orang
pilihan-Nya yang percaya. Keempat, sarananya adalah
melalui Yesus Kristus dan firman-Nya yang tertulis
dalam Alkitab, yang sudah diberikan melalui saluransaluran:
Undi (Amsal 16:33; Kisah Para Rasul 1:21-
26), Urim dan Tumim (Keluaran 28:30; Bilangan
27:21), Mimpi (Kejadian 20:3, 31:24) o Penglihatan
(Yesaya 1:1; 6:1; Yehezkiel 1:3), Teofani (penempatan
Allah dalam wujud manusia) (Kejadian 16:7-14),
Malaikat (Daniel 9:20-21; Lukas 2:10-11; Wahyu 1:1),
Nabi-nabi (2 Samuel 23:2), Peristiwa-peristiwa
(Yehezkiel 25:7; Yohanes 1:14), Mukjizat-mukjizat
(Yesaya 9:5; Wahyu 21:5). Tetapi penyataan khusus
memiliki keterbatasan, yaitu tidak efektif bagi mereka
yang belum dilahirbarukan oleh Roh Kudus.
46
JULITINUS HAREFA, M.Th
Perhatikan tabel berikut:
dikutip dari buku karya Paul Enns yang berjudul:
“The Moody Handbook of Theology”
JENIS-JENIS DARI WAHYU
Jenis
Manifestasi Kitab Suci
Signifikasi
Alam Semesta
Mzm. 19:1-6
Rom. 1:18-21
Menyatakan Allah ada
Menyatakan Kemuliaan Allah
Menyatakan Kemahakuasaan Allah
Menyatakan Allah akan
menghakimi
Wahyu
Umum
Mat. 5:54
Pemeliharaan
Kis. 1:15-17
Dan. 2:21
Menyatakan kemurahan Allah
kepada semua orang
Menyatakan Allah menyediakan
makanan bagi semua orang
Menyatakan Allah mengangkat
dan menurunkan penguasa
Hati Nurani Rom. 2:14-15
Menyatakan Allah telah
menampakan-Nya di dalam hati
semua manusia
Yoh. 1:18
Yesus Kristus
Yoh. 5:36-37
Yoh. 6:63
Menyatakan Bapa itu seperti apa?
Menyatakan belas kasihan Bapa
Menyatakan bahwa Bapa
memberikan hidup kepada mereka
yang percaya pada Putra-Nya
Wahyu
Khusus
Alkitab
2 Tim. 3:1617
2
Ptr.
1:21
Menyatakan semua doktrin,
teguran, koreksi dan bimbingan
yang dibutuhkan oleh orang
Kristen untuk hidup yang lebih
baik
Menyatakan semua yang Allah
pilih untuk diukapkan melalui
penulis manusia yang dipimpin
oleh Roh Kudus.
47
JULITINUS HAREFA, M.Th
5. Alkitab Wujud Penyataan Ilahi
Sejak dahulu para bapa-bapa gereja telah
memberikan sumbangsih yang sangat besar mengenai
konsep penyataan khusus Allah melalui Alkitab dengan
benar. Namun, ada beberapa point yang perlu
diberikan penekanan secara khusus, mengingat kondisi
teologi masa kini adanya berbagai pengaburan makna
sebagaimana Alkitab nyatakan.
a. Alkitab Kebenaran Proposisional
Menurut Millard J. Erickson, bila penyataan itu
mengandung kebenaran-kebenaran proposisional
(ungkapan yang dapat dipercaya), maka penyataan
tersebut dapat dipelihara. Penyataan itu dapat
ditulis atau dikitabkan. Tetapi yang perlu
diperhatikan adalah karena penyataan sifatnya
progresif, maka perlu hati-hati dalam
menggunakannya. Penyataan progresif yang
dimaksud adalah penyataan yang dibangung di atas
penyataan sebelumnya. Jadi penyataan yang
proposisional adalah tindakan Allah yang
supranatural untuk menyikapkan sesuatu dalam
bentuk kebenaran-kebenaran yang kognitif.
Kebenaran tersebut diartikulasikan (dilafalkan)
dalam
kalimat-kalimat
yang
koheren
(konsisten/teratur). Dalam hal inilah Alkitab boleh
dikatakan sebagai satu-satunya kitab yang
48
JULITINUS HAREFA, M.Th
memberitakan informasi tentang Allah dan
manusia. Menurut Thiessen, gereja yang benar
sepanjang sejarahnya senantiasa memandang
Alkitab sebagai wujud penyataan ilahi dan bahwa
pencatatan penyataan yang terdapat di dalamnya itu
asli, dapat dipercaya, berkenaan dengan kanon,
diilhami secara adikodrati. Sebagai bukti bahwa
Alkitab adalah merupakan wujud penyataan ilahi
adalah karena kesatuannya, karena nubuat-nubuat
yang digenapi, dan karena para penulis Alkitab itu
sendiri menyebutkan bahwa Allah berfirman
melalui mereka. Dalam perjanjian baru, Paulus
menyatakan bahwa hal-hal yang dituliskan adalah
perintah-perintah Allah (I Kor. 4:37). Yohanes
mengungkapkan bahwa kesaksiannya adalah
kesaksian Allah (I Yoh. 5:10). Petrus menyebutkan
bahwa perintah Tuhan telah disampaikan melalui
rasul-rasul (2 Pet. 3:2). Kalau Alkitab dikatakan
sebagai penyataan ilahi mengindikasikan bahwa
perkataan, isi dan tujuan di dalamnya bukanlah
merupakan hasil dari pikiran manusia, tetapi
sepenuhnya berasal dari Allah. Dengan kata lain
kebenaran azasinya ialah, Alkitab adalah buah dari
pekerjaan/perbuatan Allah. Dialah “auctor
primarius” (pembuat pertama).
49
JULITINUS HAREFA, M.Th
b. Alkitab bukan “catatan” penyataan
Alkitab bukan sekedar catatan tentang penyataan,
melainkan penyataan itu sendiri. Alkitab adalah
pesan Allah dalam bentuk tulisan (Ibr. 1:1; II Yoh.
1:21). Maksud daripada Kaum Injili menyatakan
pendapat bahwa Alkitab adalah penyataan Allah.
Karena, Alkitab bukan hanya catatan atau karya
tulis yang direkayasa oleh manusia saja, melainkan
Allahlah yang telah berinisiatif mengilhamkan para
penulis sehingga mereka menghasilkan tulisan yang
tanpa salah dan secara akurat menyampaikan
kehendak Allah. Bagaimana hal ini dinyatakan
sebagai penyataan Ilahi, sebab di dalamnya adalah
firman Allah atau kata-kata Allah. Itu sebabnya
Kaum Injili mengatakan, seluruh dan setiap kata di
dalamnya berasal dari Allah. artinya: melalui
Alkitab Allah berkenan memperkenalkan diri-Nya.
Oleh sebab itu apabila manusia ingin mengetahui
atau bahkan mengenal siapa dan bagaimana Allah,
maka cukup dengan membaca Alkitab. Di dalam
Alkitab dipaparkan tentang kebenaran Allah, karya
Allah, rencana (kehendak) Allah, keselamatan, dan
akhir zaman. Jadi, oleh karena Alkitab adalah
pernyataan Allah, maka Alkitab dapat dipercaya
sebagai firman Allah. Jadi, Alkitab adalah kata-kata
Allah, baik penyataan khusus maupun penyataan
itu sendiri.
50
JULITINUS HAREFA, M.Th
c. Alkitab Intrinsik Kata-kata Allah
Alkitab adalah kata-kata Allah atau Allah berbicara
dalam kata-kata Alkitab, dengan seperti itu Alkitab
merupakan penyataan Allah dan sekaligus
mempertahankan ketaksalahan (inerrancy) Alkitab.
Alkitab datang kepada kita sebagai pengungkapan
pribadi ilahi. Di sinilah pikiran Allah tampak jelas
mengenai banyak hal. Dengan pengetahuan Alkitab
kita tak perlu bergantung kepada informasi
sekunder atau spekulasi kosong, kalau kita ingin
mengenal siapa Allah dan apa yang dinilai tinggi
oleh-Nya. Ia mengukapkan diriNya dalam Alkitab.
Meskipun demikian, pernyataan Alkitab intrinsik
kata-kata Allah akan memungkinkan Alkitab
sebagai objek penyembahan jika tidak dipahami
dengan benar. Oleh sebab itu, Secara historis,
gereja telah meneruskan pangajaran Tuhan Yesus
dengan meneguhkan bahwa Alkitab merupakan
Vox Dei, yaitu “suara Allah” atau Verbum Dei, yaitu
“Firman Allah”. Menyebut Alkitab sebagai Firman
Allah tidak menyatakan bahwa Alkitab ditulis oleh
tangan Allah sendiri atau Alkitab itu jatuh dari
surga dengan parusut.
Jadi, bagi teologi Injili, topik tentang Alkitab
adalah penyataan Allah yang proposisional sangatlah
penting. Antara penyataan dan Alkitab terdapat suatu
51
JULITINUS HAREFA, M.Th
simbiose yang tidak terpisahkan. Alkitab bukanlah
sekedar pelengkap dari kepercayaan orang Kristen,
melainkan ia adalah firman Allah yang intrinsik
(esensial) oleh karenanya berotoritas bagi iman
Kristen. Maka bolehlah secara singkat dikatakan bahwa
Alkitab adalah catatan yang objektif dari penyataan
Allah yang inskripturasinya dikerjakan oleh Roh Kudus
yang menggerakan para penulis supaya berita tentang
keselamatan Allah melalui Yesus Kristus dapat
disampaikan kepada semua umat manusia.
6. Bukti Alkitab Penyataan Allah
Penjelasan dari atas telah memberikan
pengertian bahwa Alkitab merupakan penyataan Ilahi.
Oleh karena itu, ada beberapa bukti yang dapat ditarik
kesimpulannya untuk menyatakan bahwa Alkitab layak
dinyatakan sebagai tulisan yang dapat dipercaya, yakni:
Pertama, Fakta bahwa Alkitab itu merupakan wujud
pernyataan ilahi adalah dilihat dari kesatuannya,
dimana memiliki satu sistem pengajaran, satu standar
moral, satu rencana keselamatan, dan satu program
tentang masa-masa yang akan datang. Menurut
Leonardo Winarto, kesatuan pesan ini menjadi salah
satu bukti bahwa ada pengarang yang Agung dibalik
penulisan Alkitab yaitu Allah Tritunggal, karena Kitab
Suci adalah saksi Allah bagi diri-Nya sendiri. Kedua,
Nubuat-nubuat dalam Alkitab sebagian besar telah di
52
JULITINUS HAREFA, M.Th
genapi dengan tepat dan sebagian lagi pasti akan
digenapi. Ketiga, Melalui kesaksian para penulis Alkitab
menyebutkan bahwa Allah berfirman melalui mereka.
Ungkapan-ungkapan seperti, “berfirmanlah Tuhan
kepada...” dan sejenisnya, digunakan lebih dari 3.800
kali dalam perjanjian lama. Dalam perjanjian baru,
Paulus menyatakan bahwa hal-hal yang dituliskan
adalah perintah-perintah Allah (I Kor. 4:37). Yohanes
mengungkapkan bahwa kesaksiannya adalah kesaksian
Allah (I Yoh. 5:10). Petrus menyebutkan bahwa
perintah Tuhan telah disampaikan melalui rasul-rasul
(2 Pet. 3:2).
D. RANGKUMAN
† Alkitab merupakan penyataan khusus dari Allah untuk
manusia, dan tanpa Alkitab, manusia tidak dapat
benar-benar mengenal Allah. Alkitab juga merupakan
sarana yang paling menyeluruh dari semua saluran
penyataan khusus. Pembukuan penyataan Allah dalam
Alkitab memberikan kesaksian yang tetap dan menjaga
kemurnian penyataan Tuhan Allah.
† Penyataan adalah tindakan Allah yang merupakan
inisiatif-Nya sendiri untuk membuka diri-Nya agar
manusia dapat mengenal-Nya. Melalui penyataan-Nya,
manusia tahu segala sesuatu yang Allah ingin manusia
53
JULITINUS HAREFA, M.Th
tahu, termasuk sejarah Alkitab yang merupakan catatan
tentang penyataan Allah kepada manusia.
† Istilah "penyataan" dalam bahasa Indonesia sering
diartikan sama dengan kata "wahyu". Meskipun
keduanya memiliki arti dasar yang sama, namun
memiliki konotasi yang berbeda ketika berbicara dalam
konteks keyakinan agama lain. Dalam agama-agama
lain, "wahyu" diartikan sebagai pengetahuan yang
diterima seseorang dalam dirinya sendiri, dengan
keyakinan bahwa pengetahuan ini berasal dari Allah,
baik langsung maupun tidak langsung (seperti melalui
mimpi, penglihatan, atau bisikan hati). Namun, dalam
agama Kristen, pewahyuan tersebut merupakan
inisiatif Allah, bukan hasil dari upaya manusia sebagai
akibat permohonannya kepada Allah.
† Millard J. Erickson berpendapat bahwa penyataan yang
mengandung kebenaran proposional dapat dipercaya,
baik ditulis maupun dikitabkan, namun perlu hati-hati
dalam penggunaannya. Alkitab adalah satu-satunya
kitab yang memberitakan informasi tentang Allah dan
manusia karena Alkitab kebenaran-kebenaran kognitif
yang disampaikan dalam kalimat yang koheren.
Thiessen menganggap Alkitab sebagai wujud
penyataan ilahi yang dapat dipercaya dan diilhami
secara adikodrati. Hal ini ditunjukkan oleh kesatuan isi
Alkitab, pemenuhan nubuat, dan para penulis Alkitab
yang menyatakan bahwa Allah berbicara melalui
54
JULITINUS HAREFA, M.Th
mereka. Kebenaran di dalam Alkitab bukanlah hasil
dari pikiran manusia, tetapi berasal dari Allah sebagai
pembuat pertama.
† Alkitab adalah penyataan Allah dalam bentuk tulisan
yang diilhamkan kepada para penulisnya sehingga
hasilnya adalah tulisan yang tanpa salah dan akurat.
Kaum Injili percaya bahwa setiap kata di dalamnya
berasal dari Allah, sehingga Alkitab dapat dipercaya
sebagai firman Allah yang memperkenalkan diri-Nya
kepada manusia dan memberikan informasi tentang
kebenaran Allah, karya Allah, rencana Allah,
keselamatan, dan akhir zaman. Oleh karena itu, Alkitab
bukan sekedar catatan tentang penyataan, melainkan
penyataan itu sendiri.
† Alkitab adalah penyataan Allah yang mempertahankan
ketaksalahan. Alkitab adalah pengungkapan pribadi
ilahi dan pikiran Allah. Dalam Alkitab, kita bisa
mengetahui siapa Allah dan apa yang dianggap tinggi
oleh-Nya. Namun, pernyataan Alkitab harus dipahami
dengan benar agar Alkitab tidak menjadi objek
penyembahan. Bagi teologi Injili, Alkitab adalah firman
Allah yang intrinsik dan berotoritas bagi iman Kristen.
Alkitab adalah kebenaran objektif dari penyataan Allah
yang inskripsinya dikerjakan oleh Roh Kudus melalui
para penulis untuk menyampaikan berita tentang
keselamatan dari Allah melalui Yesus Kristus.
55
JULITINUS HAREFA, M.Th
† Alkitab adalah penyataan ilahi yang layak dipercaya,
terbukti dari kesatuan pesan dalam Alkitab, kesaksian
para penulis Alkitab tentang Allah berfirman melalui
mereka, dan nubuat-nubuat dalam Alkitab yang telah
dan akan digenapi. Kesatuan pesan Alkitab
mengindikasikan adanya pengarang yang Agung, yaitu
Allah Tritunggal. Para penulis Alkitab menyatakan
bahwa mereka dituntun oleh Allah dalam menulis
kitab-kitab suci tersebut. Nubuat dalam Alkitab yang
telah terjadi dengan akurat dan nubuat yang akan
datang juga membuktikan kebenaran Alkitab sebagai
penyataan ilahi.
E. LATIHAN DAN EVALUASI
1. Apa pentingnya pemahaman konsep penyataan Allah
dalam Alkitab bagi mahasiswa yang ingin
memperdalam iman dan pengalaman rohani?
2. Apa yang diharapkan dari mahasiswa setelah
mempelajari Alkitab?
3. Mengapa pemahaman konsep penyataan Allah dalam
Alkitab harus menjadi bagian yang penting dalam
pembelajaran mahasiswa di perguruan tinggi?
4. Apa itu penyataan Alkitab yang dipahami dalam
teologi Injili?
56
JULITINUS HAREFA, M.Th
5. Apa yang membuat Alkitab layak dipercaya sebagai
penyataan ilahi menurut kaum Injili?
F. DAFTAR REFERENSI
_____, “Tafsiran Alkitab Masa Kini 3 (Matius-Wahyu)”,
Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2013
Arndol Tindas, “Apakah Inerrancy Alkitab itu”, Manado:
Yayasan “Daun Family”, 1993
Charles C Ryrie, “Teologi Dasar I, Yogyakarta: ANDI, 2008
Charles C. Ryrie, “Teologi Dasar 1,” Yogyakarta: ANDI,
2008
Daniel Lukas Lukito, “Pengantar Teologi Kristen I”, Bandung:
Kalam Hidup, t.t.
Hasan Sutanto, “Perjanjian Baru Interlinier: Yunani-Indonesia
(Jilid-2),” (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2008.
Henry C. Thiessen, “Teologi Sistematika”, Malang: Gandum
Mas, 2000
J. I. Packer & Thomas C. Oden, “Satu Iman: Konsensus
Injili,” Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011
Joseph P. Free, “Arkeologi Dan Sejarah Alkitab,” (Malang:
Gandum Mas, 2016), 14.
Julitinus Harefa, “Benarkah Aliran Mormon Denominasi
Kristen?”, (Papua Wamena: Aseni, 2016
Leonardo Winarto, “Benarkah Alkitab Wahyu Allah?,”
Bondowoso, Memra Publishing, 2012
57
JULITINUS HAREFA, M.Th
Millard J. Erickson, “Teologi Kristen (Volume Satu)”, Malang:
Gandum Mas, 2014
Norman Geisler & Ron Brooks, “Ketika Alkitab
Dipertanyakan”, Yogyakarta: ANDI, 2010
Paul Enns, “The Moody Handbook of Theology”, Malang:
Literatur SAAT, 2016
R. C. Sproul, “Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen”,
Malang: SAAT, 2002
R. C. Sproul, “Pengenalan Alkitab”, Malang: SAAT, 1994
W. A. Criswell, “Firman Kebenaran (Bibliologi),” Tangerang:
Sekolah Tinggi Teologi Injili Philadelphia, 2016
58
JULITINUS HAREFA, M.Th
BAB IV
TEORI PENGILHAMAN
ALKITAB
Para pembaca sebelumnya telah membaca bahwa
Alkitab adalah penyataan ilahi. Dalam bagian ini, akan
dijelaskan bagaimana proses penyataan ilahi itu dituliskan.
Konsep pengilhaman memberikan pengertian yang benar
tentang bagaimana Allah menyatakan diri-Nya dalam bentuk
kata-kata yang dapat dibaca oleh manusia. Konsep
pengilhaman bukanlah hasil produk dari para teolog Kristen,
melainkan ajaran Alkitab sendiri yang terdapat dalam II
Timotius 3:16 dan II Petrus 1:21. Namun, di antara para
teolog Kristen sendiri, terdapat pandangan yang berbeda
mengenai konsep pengilhaman, yang tidak semuanya hanya
memusatkan perhatian pada para penulis, tulisan, atau
pembaca saja. Oleh karena itu, sikap yang lebih baik adalah
dengan tidak memilih salah satu dari pandangan tersebut,
tetapi memahaminya sebagai pembelajaran bahwa
kesalahpahaman atau perdebatan di dalam Gereja Tuhan
selama ini bukan berpusat pada kontradiksi, tetapi pada
perpaduan teologi.
Sejarah gereja membuktikan bahwa banyak pendapat
yang menolak doktrin Inspirasi, sehingga berdampak pada
penolakan keabsahan Alkitab sebagai firman Tuhan. Oleh
karena itu, konsep pengilhaman Alkitab sangat penting untuk
59
JULITINUS HAREFA, M.Th
dipahami oleh orang percaya. Konsep pengilhaman memiliki
jangkauan yang meliputi: pertama, tanpa konsep pengilhaman,
proses penulisan penyataan Allah tidak terjamin. Kedua, tanpa
pengilhaman, keaslian Alkitab tidak terjamin. Ketiga, kesatuan
Alkitab dalam doktrin, sejarah, moral, dan lain-lain ditentukan
oleh pengilhaman Allah. Keempat, melalui pengilhaman dapat
dipahami bahwa Allah mengungkapkan diri-Nya dalam bahasa
yang dapat dimengerti oleh manusia.
A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa mampu membedakan antara Alkitab
yang ditulis oleh manusia dan sebagai firman Allah yang
diilhamkan. Agar mahasiswa mampu menerapkan prinsipprinsip
hermeneutika yang benar untuk membantu
memahami pesan Alkitab dengan tepat. Sehingga
mahasiswa mampu menghargai Alkitab sebagai otoritas
dalam kehidupan orang percaya dan menerapkan
ajarannya dalam kehidupan sehari-hari.
B. PENDAHULUAN
Konsep pengilhaman Alkitab merupakan salah satu
doktrin yang sangat penting dalam kepercayaan Kristen.
Konsep ini menjelaskan bagaimana Allah menyatakan diriNya
melalui kata-kata yang dituliskan oleh para penulis
Alkitab. Oleh karena itu, mahasiswa Kristen perlu
60
JULITINUS HAREFA, M.Th
memahami konsep pengilhaman Alkitab agar dapat
memahami sumber kebenaran yang tertulis dalam Alkitab
dan mengaplikasikan ajaran-ajaran tersebut dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan pemahaman yang tepat
tentang konsep pengilhaman Alkitab, mahasiswa akan
dapat membentuk dasar keyakinan Kristen yang kokoh
dan membangun hubungan yang lebih dekat dengan Allah.
C. PEMAPARAN MATERI
Pembelajaran yang akan disampaikan pada bagian
ini adalah ajaran teori pengilhaman Alkitab yang
menjelaskan tetang cara Allah Roh Kudus bekerja melalui
para penulis untuk menuliskan atau membukukan
penyataan-penyataan Allah.
1. Pengertian
Kata pengilhaman (inspirasi) berasal dari bahasa
Yunani "Theopneustos" yang berarti "dinafaskan Allah
atau diilhamkan Allah" (lihat 2 Timotius 3:16). Dalam
bahasa Latin Vulgata, kata "inspirata" atau "inspirati"
digunakan baik dalam 2 Timotius 3:16 maupun 2
Petrus 1:21. Dalam kata tersebut, terdapat penekanan
pada peran Allah dalam penulisan Alkitab. Oleh karena
itu, seluruh Alkitab diilhami oleh Allah dan keluar dari
dalam diri-Nya. Paul Enns menekankan bahwa Kitab
61
JULITINUS HAREFA, M.Th
Suci adalah produk dari nafas Allah, bukan hanya
dinafaskan ke dalam oleh Allah.
2. Defenisi Pengilhaman
Pengilhaman (inspirasi) adalah suatu pekerjaan
Allah yang bersifat Ilahi dalam menuliskan penyataan
(wahyu) Allah menggunakan bahasa manusia yang
memimpin orang-orang yang telah dipilih Allah untuk
menuliskan perkataan-perkataan yang dikehendaki-Nya
dalam Alkitab (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru),
tanpa kesalahan dalam bahasa aslinya. Edward J.
Young, mendefenisikan inspirasi sebagai pimpinan
Allah Roh Kudus atas para penulis Kitab Suci,
sehingga tulisan mereka dinyatakan patut dipercaya
yang bersifat ilahi." Dan Charles C. Ryrie, berpendapat
bahwa penulisannya Allah mengawasi sedemikian rupa
sehingga para penulis itu menyusun dan mencatat
pesan-Nya kepada manusia dalam bentuk kata-kata
pada penulisan aslinya tanpa kesalahan. Dengan
demikian, semua tulisan dalam Alkitab adalah bersifat
ilahi yang dikerjakan oleh makhluk insani. Artinya,
diilhamkan oleh Allah, dan ditulis oleh manusia.
Karena Alkitab adalah inspirasi dari Allah, maka
Alkitab memiliki otoritas penuh sebagai Firman Allah.
62
JULITINUS HAREFA, M.Th
3. Proses Firman Allah Dituliskan
Alkitab ditulis berdasarkan mandat dari Allah
sendiri, bukan inisiatif para penulis. Penulisan firman
dimulai oleh Allah melalui jari-Nya di atas dua loh batu
yang diserahkan-Nya kepada Musa di Gunung Sinai
(Kel. 31:18; Ul. 9:10). Allah kemudian memerintahkan
Musa untuk menuliskan Firman-Nya dalam sebuah
kitab sebagai tanda peringatan dan memori serta
diajarkan kepada kaum Israel (Kel. 17:14; 24:12).
Penulisan ini kemudian dilanjutkan oleh Yosua,
dimana Allah menyuruhnya menuliskan nyanyian Musa
dan mengajarkannya kepada orang Israel sebagai saksi
atas kejahatan mereka dan berpaling kepada ilah lain,
karena Allah menyembunyikan wajah-Nya dari mereka
(Ul. 31:18-20). Agar tulisan Musa tetap terjaga utuh,
Kitab Suci menunjukkan adanya penyalinan pada masa
Yosua (Yo. 8:32) yang dilakukan di depan seluruh
orang Israel, para tua-tua, para pengatur pasukannya,
para hakimnya, dan suku Lewi. Hal ini menunjukkan
bahwa tidak mungkin terjadi kekeliruan sejarah dalam
Alkitab.
Alkitab Perjanjian Baru mengisahkan bahwa
Allah menyuruh Yohanes untuk menuliskan firman
yang telah mereka dengar, saksikan dengan mata
kepala sendiri, dan mereka raba; itulah yang kemudian
mereka tuliskan (1 Yohanes 1:1-4). Musa, para nabi,
dan para rasul juga mendapat tugas dari Allah untuk
63
JULITINUS HAREFA, M.Th
menyalin beberapa wahyu tertentu. Namun, mengapa
firman Allah penting dalam bentuk tulisan? Ada
beberapa alasan. Pertama, karena Allah memulainya dari
awal dan itu yang terbaik bagi manusia. Kedua, untuk
menjaga kemurnian penyataan Allah tetap utuh. Ketiga,
tradisi lisan mudah menyimpang dari kebenarannya
yang asli. Keempat, Allah tidak perlu menyatakan semua
yang perlu dinyatakan-Nya secara berulang-ulang
kepada setiap generasi baru. Kelima, penyataan Allah
tidak hanya ditujukan bagi mereka yang hidup pada
waktu kejadian-kejadian besar dan menakjubkan, tetapi
juga bagi kita yang hidup sekarang. Sebab, Tuhan Allah
adalah Allah yang hidup, dari zaman dahulu hingga
kini, dan akan selalu hidup sampai selamanya.
4. Penyataan Dan Pengilhaman
Seringkali istilah "penyataan" (pengwahyuan)
dan "inspirasi" (pengilhaman) digunakan secara
bergantian, bahkan sering disalahpahami oleh para
jemaat Tuhan. Tidak dapat disangkal bahwa para
teolog pemula mungkin menganggap kedua istilah ini
memiliki konsep yang sama dan mendefinisikannya
secara paralel. Namun sebenarnya, meskipun keduanya
memiliki hubungan, keduanya memiliki perbedaan
mendasar yang harus dipahami. Berikut adalah
penjelasan lebih lanjut mengenai perbedaan kedua
istilah tersebut:
64
JULITINUS HAREFA, M.Th
a. Hubungannya Antara Pernyataan Dengan
Pengilhaman
Terdapat beberapa hubungan antara
penyataan dan pengilhaman, yaitu: pertama,
keduanya memiliki sumber yang sama, yaitu
ALLAH. Kedua, pengilhaman dalam pandangan
Alkitab adalah karya Roh Allah atas "orang-orang
suci pada masa lampau" agar mereka dapat
menyampaikan penyataan Allah dengan tepat baik
secara lisan maupun tulisan. Ketiga, inspirasi
merupakan suatu keharusan untuk memelihara
wahyu Allah. Meskipun Allah telah menyatakan
diri-Nya, jika catatan dari penyataan itu tidak
akurat, maka wahyu Allah perlu dipertanyakan.
Oleh karena itu, inspirasi (pengilhaman) menjamin
keakuratan wahyu Allah. Keempat, Roh Kudus
memampukan para rasul dan para nabi untuk
mencatat Penyataan Allah sebagaimana kehendak
Allah. Dengan bimbingan Roh Kudus, tulisantulisan
mereka
dianggap
sebagai
wahyu
Allah
yang
tidak
bercacat, tidak lebih dan tidak kurang (2
Petrus 1:20, 21).
b. Perbedaannya Pernyataan Dengan Pengilhaman
Dalam kedua konsep ini terdapat perbedaan
yang mencolok. Pertama, dalam "Penyataan", Allah
65
JULITINUS HAREFA, M.Th
berkomunikasi kebenaran-kebenaran-Nya kepada
manusia yang telah dipilih-Nya (vertikal).
Sedangkan dalam "Inspirasi", Allah membimbing
orang-orang yang dipilih-Nya untuk menuliskan
"Penyataan" Allah dalam bahasa yang bisa
dimengerti oleh manusia lain (horisontal). Kedua,
Penyataan
adalah karya
Allah yang
memperkenalkan diri-Nya dan kehendak-Nya,
sementara pengilhaman adalah karya Allah yang
menjamin bahwa penyataan itu disampaikan
dengan benar kepada orang lain dan akhirnya
tertulis dalam Alkitab. Ketiga, Wahyu adalah
kebenaran yang diungkapkan Allah kepada
manusia, sementara inspirasi adalah tindakan
penulis untuk mengkomunikasikan wahyu tersebut
kepada orang lain dalam bentuk tulisan.
5. Ragam Pengilhaman Dalam Kekristenan
Pengilhaman adalah salah satu konsep penting
dalam kekristenan yang merujuk pada tindakan Allah
yang memberikan inspirasi kepada para penulis Kitab
Suci. Konsep pengilhaman memiliki banyak ragam
pemahaman dan interpretasi di dalam tradisi
kekristenan, terutama sehubungan dengan bagaimana
Allah memberikan inspirasi-Nya dan bagaimana para
penulis Kitab Suci menerima dan merekam inspirasi
tersebut. Pemahaman dan pengertian terhadap konsep
66
JULITINUS HAREFA, M.Th
pengilhaman sangat penting dalam memahami dan
menafsirkan
isi Kitab Suci, serta dalam
mengembangkan keyakinan dan praktik keagamaan di
dalam tradisi kekristenan. Beberapa teori pengilhaman
yang dikenal di dalam kekristenan antara lain:
a. Teori Pengilhaman Mekanis atau Pendektean
Teori Pengilhaman Mekanis
atau
Pendektean adalah teori yang menyatakan bahwa
penulisan Kitab Suci sepenuhnya didekati oleh
Allah dan tidak ada pengaruh atau keterlibatan dari
penulis manusia. Menurut teori ini, Allah secara
langsung memberikan kata-kata yang harus ditulis
oleh penulis, dan penulis hanya berfungsi sebagai
alat atau "penulis ilahi" yang menuliskan apa yang
diilhamkan oleh Allah. Dalam pandangan ini, tidak
ada ruang untuk kebebasan kreatif atau interpretasi
dari penulis manusia, dan tulisan-tulisan Kitab Suci
dianggap sempurna dan tidak dapat dipertanyakan
kebenarannya. Teori ini telah dikritik oleh banyak
teolog dan ahli Alkitab.
Salah satu kritik utama terhadap teori ini
adalah bahwa tidak semua bagian Alkitab samasama
diilhami secara langsung oleh Allah. Sebagai
contoh: Pertama, terdapat perbedaan gaya bahasa
dan kosakata di antara kitab-kitab Alkitab, yang
menunjukkan bahwa para penulis memiliki gaya
67
JULITINUS HAREFA, M.Th
penulisan dan latar belakang budaya yang berbedabeda.
Kedua,
Kritik
lainnya
datang
dari
fakta
bahwa
teori
ini
mengabaikan
peran
manusia
dalam
proses
penulisan
Alkitab. Para teolog dan ahli Alkitab
percaya bahwa penulis Alkitab memiliki kebebasan
dan tanggung jawab untuk mengekspresikan pesan
Allah dalam gaya dan bahasa yang tepat bagi
khalayak sasaran mereka. Secara keseluruhan, para
teolog dan ahli Alkitab tidak menolak adanya
pengilhaman dalam proses penulisan Alkitab,
namun mereka menekankan bahwa teori
pengilhaman mekanis atau pendektean terlalu
mempersempit dan mengabaikan peran manusia
dalam proses penulisan Alkitab.
b. Teori Pengilhaman Sebagian
Pengilhaman Sebagian adalah pandangan
bahwa meskipun seluruh Alkitab diilhamkan oleh
Allah, para penulis Alkitab memiliki keterbatasan
pengetahuan, keterbatasan budaya, dan
keterbatasan bahasa. Oleh karena itu, mereka
mungkin tidak sepenuhnya memahami atau
mengetahui makna dan implikasi dari apa yang
mereka tulis. Sebagai hasil dari keterbatasan ini, ada
bagian-bagian Alkitab yang sulit dipahami, ambigu,
atau bahkan tidak dapat dijelaskan. Dalam
pandangan Pengilhaman Sebagian, bukan berarti
68
JULITINUS HAREFA, M.Th
Alkitab tidak benar atau tidak diilhamkan oleh
Allah, tetapi para penulis Alkitab adalah manusia
yang memiliki keterbatasan. Oleh karena itu, dalam
memahami Alkitab, harus memperhatikan konteks
sejarah, budaya, dan bahasa pada waktu penulisan
Alkitab serta prinsip-prinsip interpretasi Alkitab
yang benar.
Terdapat beberapa kritik dari para teolog dan
ahli Alkitab terhadap konsep pengilhaman
sebagian: Pertama, sulit untuk menentukan mana
yang diilhamkan dan mana yang tidak diilhamkan.
Beberapa teolog menganggap bahwa konsep ini
memungkinkan interpretasi yang berbeda-beda
mengenai bagian mana dari Alkitab yang dianggap
ilahi. Kedua, memungkinkan adanya kesalahan
dalam Alkitab. Hal ini menimbulkan masalah bagi
para teolog yang percaya bahwa Alkitab adalah
kata-kata yang sempurna dari Allah. Ketiga,
mengurangi otoritas Alkitab. Ini dapat memicu
interpretasi yang berbeda-beda mengenai
bagaimana menghargai atau memperlakukan
bagian-bagian tertentu dari Alkitab. Meskipun
begitu, banyak teolog dan ahli Alkitab yang masih
menganggap konsep pengilhaman sebagian sebagai
cara yang tepat untuk memahami Alkitab. Mereka
berpendapat bahwa hal ini memungkinkan
interpretasi yang lebih fleksibel dan memungkinkan
69
JULITINUS HAREFA, M.Th
mereka untuk mempertimbangkan konteks historis
dan budaya dalam memahami bagian-bagian
tertentu dari Alkitab.
c. Teori Pengilhaman Bertingkat
Teori Pengilhaman Bertingkat atau
"Progressive Revelation" adalah sebuah pandangan
bahwa pengilhaman yang diterima oleh manusia
tidak terjadi sekaligus dalam satu waktu, melainkan
secara bertahap seiring perkembangan sejarah
keselamatan. Dalam teori ini, pengilhaman yang
diterima oleh orang-orang pada masa lalu belum
lengkap dan sempurna, tetapi secara bertahap
diperluas dan diperdalam oleh pengilhaman yang
diterima oleh generasi-generasi berikutnya. Teori
Pengilhaman Bertingkat memandang bahwa
meskipun kebenaran dari pengilhaman tersebut
tetap tidak berubah, cara pandang dan pemahaman
manusia tentang kebenaran itu dapat berkembang
seiring waktu dan pengalaman. Oleh karena itu,
interpretasi terhadap pengilhaman tersebut dapat
berbeda-beda pada berbagai masa dan konteks.
Teori ini banyak didukung oleh kalangan teolog
dan ahli Alkitab yang menganggap bahwa Alkitab
bukanlah sebuah buku yang statis, tetapi sebuah
dokumen yang hidup dan terus berkembang.
Namun, teori ini juga dihadapkan pada kritik
70
JULITINUS HAREFA, M.Th
karena dapat menimbulkan keraguan terhadap
kebenaran dan otoritas Alkitab, terutama jika
interpretasi yang berbeda-beda dianggap samasama
sah
dan
benar.
d.
Teori Pengilhaman Konsep
Teori pengilhaman konsep mengajukan
bahwa Allah memberikan konsep-konsep
kebenaran kepada para penulis Alkitab, dan
kemudian membiarkan mereka mengekspresikan
konsep tersebut dengan kata-kata dan gaya bahasa
mereka sendiri. Dalam teori ini, para penulis
Alkitab diilhami untuk memahami dan
menyampaikan konsep-konsep kebenaran secara
akurat, tetapi tidak diberikan kata-kata yang tepat
secara langsung oleh Allah. Sebaliknya, para penulis
Alkitab mengandalkan bahasa dan budaya mereka
sendiri untuk mengekspresikan konsep-konsep
tersebut. Dalam teori pengilhaman konsep,
perbedaan dalam gaya bahasa, kosakata, dan
pendekatan teologis antara penulis Alkitab dapat
dijelaskan oleh fakta bahwa mereka menerima
konsep-konsep kebenaran yang sama dari Allah,
tetapi mengekspresikan konsep tersebut dengan
cara yang berbeda-beda.
Teori Pengilhaman Konsep juga mendapat
kritik dari beberapa teolog dan ahli Kitab.
71
JULITINUS HAREFA, M.Th
Beberapa kritik yang sering dilontarkan antara lain:
Pertama, ketidaktelitian dalam penerapan konsep:
Teori ini mengasumsikan bahwa para penulis Kitab
Suci hanya menerima konsep dari Allah dan
kemudian mengembangkannya dengan kata-kata
mereka sendiri. Teori ini memungkinkan para
penulis membuat asumsi atau kesalahan dalam
menerapkan konsep, sehingga menyebabkan
kekeliruan dalam teks. Kedua, mengabaikan
pengaruh konteks budaya dan sosial: Teori
Pengilhaman Konsep cenderung mengabaikan
konteks sosial dan budaya di mana Kitab Suci
ditulis. Kritikus berpendapat bahwa penulis Kitab
Suci juga dipengaruhi oleh konteks budaya dan
sosial mereka, dan oleh karena itu, mungkin sulit
untuk menarik garis yang jelas antara apa yang
berasal dari konsep ilahi dan apa yang berasal dari
pengaruh budaya dan sosial. Ketiga, kesulitan dalam
menentukan konsep yang tepat: Ada kesulitan
dalam menentukan dengan tepat konsep apa yang
berasal dari Allah dan konsep apa yang berasal dari
penulis. Keempat, tidak adanya bukti empiris: Seperti
halnya dengan teori pengilhaman lainnya, teori
pengilhaman konsep tidak dapat dibuktikan secara
empiris. Sebagian besar argumen untuk teori ini
didasarkan pada keyakinan keagamaan dan bukan
72
JULITINUS HAREFA, M.Th
pada bukti-bukti yang dapat diukur atau diamati
secara empiris.
e. Teori Pengilhaman Alamiah
Pengilhaman alamiah merujuk pada proses
di mana orang-orang yang menulis kitab-kitab
dalam Alkitab menerima inspirasi dari Allah
melalui pengalaman hidup, akal budi, dan
pemahaman mereka tentang dunia dan kebenaran
moral. Dalam pengilhaman alamiah, Allah
menggunakan kecerdasan, kepekaan, dan
pengalaman hidup penulis dalam mengekspresikan
kebenaran ilahi dalam tulisan mereka. Proses ini
melibatkan penafsiran dan pengamatan penulis
mengenai realitas sekitar mereka, yang kemudian
disampaikan dalam bahasa dan gaya yang cocok
dengan budaya mereka dan pemahaman mereka
tentang dunia. Dalam pengilhaman alamiah, Allah
bekerja melalui kecerdasan dan pengalaman
manusia, dan bukan dengan cara mekanis atau
otomatis seperti yang dijelaskan dalam teori
pengilhaman mekanis. Konsep ini diterima oleh
sebagian besar teolog dan ahli Alkitab sebagai cara
yang lebih realistis dan tepat dalam memahami
proses pengilhaman dalam Alkitab.
Tidak ada teori yang secara khusus dikenal
sebagai "teori pengilhaman alamiah" dalam teologi
73
JULITINUS HAREFA, M.Th
Kristen. Namun, beberapa ahli teologi telah
mengusulkan ide bahwa pengilhaman dapat terjadi
melalui berbagai cara,
termasuk melalui
pengamatan alamiah. Beberapa kritik terhadap
pandangan ini termasuk: Pertama, Pengamatan
alamiah
tidak cukup untuk sepenuhnya
mengungkapkan kehendak dan sifat Allah. Allah
harus memberikan penyataan yang jelas dan
eksplisit tentang diri-Nya melalui Kitab Suci. Kedua,
Bahkan
jika pengamatan alamiah dapat
mengungkapkan beberapa aspek dari kehendak
Allah, itu tidak dapat memberikan informasi yang
spesifik atau detail tentang dosa dan penebusan
manusia. Ini hanya dapat diungkapkan melalui
pengilhaman khusus. Ketiga, Konsep pengilhaman
alamiah dapat menimbulkan keraguan atau
ketidakpastian tentang kebenaran Kitab Suci. Jika
kebenaran dapat diungkapkan melalui pengamatan
alamiah, maka mungkin sulit untuk memahami
mengapa Kitab Suci dianggap sebagai otoritas
tertinggi dalam kehidupan Kristen. Keempat, Ada
bahaya pengamatan alamiah yang salah dipahami
atau disalahgunakan. Pengalaman
alamiah
seseorang dapat dipengaruhi oleh keyakinan,
budaya, atau pengaruh luar, yang dapat
menyebabkan penafsiran yang salah tentang
kehendak Allah.
74
JULITINUS HAREFA, M.Th
f. Teori Pengilhaman Mistik
Teori pengilhaman mistik adalah pandangan
bahwa Kitab Suci dan tulisan-tulisan agama
diilhami oleh pengalaman mistik atau pengalaman
spiritual yang dialami oleh penulis. Menurut teori
ini, pengalaman mistik ini membuka akses penulis
ke pengetahuan dan kebenaran yang tidak dapat
diperoleh melalui pengamatan atau akal pikiran
biasa. Dalam teori pengilhaman mistik, penulis
dianggap sebagai medium atau alat untuk
menyampaikan kebenaran ilahi yang diterima
melalui pengalaman mistik. Teori ini memandang
bahwa ilham ini bersifat pribadi dan subjektif, dan
tidak dapat dipercayai sepenuhnya karena tidak
dapat diverifikasi atau diuji kebenarannya. Namun,
teori ini juga dianggap kontroversial oleh sebagian
teolog dan ahli kitab, karena kebenaran ilahi yang
diterima melalui pengalaman mistik dapat sangat
bervariasi dan tidak konsisten dengan kebenaran
ilahi yang diungkapkan dalam Kitab Suci secara
keseluruhan. Oleh karena itu, teori ini seringkali
dianggap sebagai pendekatan yang tidak akurat
dalam memahami asal-usul Kitab Suci.
6. Konsep Pengilhaman Kaum Injili
Menurut Kristen kaum Injili, pengilhaman
adalah tindakan ilahi dalam menulis Alkitab kitab-kitab
75
JULITINUS HAREFA, M.Th
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Alkitab diilhami
oleh Allah dan ditulis oleh para penulis manusia yang
dipilih Allah. Tindakan ilahi ini memastikan bahwa
yang tercatat dalam Alkitab benar, terpercaya, dan
relevan bagi kehidupan orang percaya. Kaum Injili
mempercayai bahwa pengilhaman Alkitab terjadi
secara verbal plenary, yaitu Allah mengilhami setiap
kata dalam Alkitab sehingga seluruh teks dianggap
sempurna dan tanpa kesalahan. Alkitab adalah otoritas
tertinggi dalam kehidupan orang percaya dan
kebenarannya mutlak untuk diikuti. Selain itu,
pengilhaman juga dianggap sebagai suatu tindakan
yang unik dan tidak berulang, sehingga tidak ada
tambahan atau perubahan yang dapat dilakukan pada
Alkitab setelah ditetapkan.
Teori pengilhaman dinamis atau Verbal Plenary
Inspiration (VPI) adalah sebuah konsep pengilhaman
Alkitab yang menganggap bahwa seluruh isi Alkitab
diilhami oleh Allah secara langsung dan secara penuh
mengenai isinya, termasuk dalam hal kata-kata atau
bahasa yang digunakan oleh para penulis Alkitab.
Konsep ini berbeda dengan teori pengilhaman mekanis
atau pendektean yang menganggap bahwa Allah
mengontrol penulis secara langsung tanpa melibatkan
kreativitas atau keunikan dari penulis. Teori
pengilhaman dinamis, Allah memberikan inspirasi
kepada para penulis Alkitab untuk menulis secara
76
JULITINUS HAREFA, M.Th
bebas dengan kepribadian dan karakteristik masingmasing,
tetapi pada saat yang sama Roh Kudus
memberikan bimbingan dan pengarahan kepada para
penulis agar isi tulisan mereka benar dan akurat.
Dengan demikian, kata-kata yang digunakan oleh
para penulis Alkitab tidak dianggap sebagai kata-kata
manusia semata, melainkan juga sebagai kata-kata
Allah yang diilhamkan. Meskipun teori pengilhaman
dinamis dianggap lebih fleksibel dan menyertakan
peran aktif dari para penulis Alkitab, tetapi ada juga
kritik yang dilontarkan terhadap teori ini. Beberapa
kritikus menyatakan bahwa konsep ini dapat membawa
implikasi bahwa Alkitab bukanlah sebuah karya yang
unik dan ilahi, melainkan hanya sebuah kumpulan
tulisan manusia yang diilhami oleh Roh Kudus. Selain
itu, terdapat pula perdebatan mengenai bagaimana
memahami peran Roh Kudus dalam memberikan
bimbingan dan pengarahan kepada para penulis
Alkitab.
Dalam menjelaskan konsep pengilhaman, perlu
diperhatikan bahwa pengilhaman tidak dapat dijelaskan
secara menyeluruh. Joseph P. Free mengutip
pernyataan Gaussen yang menyatakan bahwa
pengilhaman merupakan "kekuatan yang tidak dapat
dijelaskan", yang digunakan oleh Roh Allah untuk
membimbing para penulis Kitab Suci dalam
penggunaan kata-kata dan melindungi mereka dari
77
JULITINUS HAREFA, M.Th
membuat kesalahan dan menghilangkan hal-hal yang
perlu dicatat. Namun, proses pengilhaman tidak dapat
dibuktikan secara fisik atau dengan bukti empiris,
seperti yang dicatat oleh Gerrit Rieme bahwa "inspirasi
Alkitab tidak dapat dibuktikan secara ilmiah. Buktinya
adalah iman orang yang mengakuinya sebagai Firman
yang diilhamkan Allah." Oleh karena itu, menjelaskan
konsep pengilhaman adalah tindakan yang benar dan
baik, tetapi harus diakui bahwa konsep ini memiliki
batasan dalam pemahaman manusia.
a. Allah yang bertindak dan manusia menulis
Dalam pengertian Alkitab, ilham tidak sama
dengan ilham seniman dalam menghasilkan karya
seni. Arti ilham dalam Alkitab bukanlah para
penulis Alkitab yang mendapat inspirasi untuk
menciptakan suatu karya seni, melainkan Roh Allah
yang bekerja melalui mereka sehingga apa yang
tertulis adalah Firman Allah. Konsep pengilhaman
yang dimaksud di sini adalah bahwa para penulis
Alkitab adalah manusia yang menuliskan naskah,
namun isinya berasal dari tindakan Allah. Penulis
Alkitab menggunakan kepribadian mereka sendiri,
pebendaharaan kata mereka sendiri, dan intuisi
mereka sendiri, tetapi pada saat yang sama, mereka
dicegah dari membuat kesalahan dan dituntun
dengan baik oleh Allah sehingga mereka dapat
78
JULITINUS HAREFA, M.Th
menyatakan dengan tepat apa yang Allah ingin
sampaikan kepada manusia. Proses penulisan
Alkitab dilakukan dengan cara dinafaskan atau
ditiupkan oleh Allah kepada para penulis dengan
dorongan atau gerakan dari Roh Kudus. Dengan
demikian, teori pengilhaman verbal plenary
menyelaraskan konsep Allah yang bertindak dan
manusia menulis dengan menekankan bahwa
keduanya bekerja bersama-sama dalam proses
pengilhaman. Hal ini juga menjelaskan bagaimana
Kitab Suci bisa mencerminkan kebenaran ilahi dan
tetap menghargai peran aktif para penulis dalam
penulisan.
b. Alkitab benar dalam keseluruhan dan semua bagian
Keseluruhan isi Alkitab merupakan isi hati
Allah, sehingga tentunya setara dalam derajatnya.
Tidak ada bagian yang lebih bernilai atau kurang
bernilai. Semuanya setara dalam nilainya sebab
semuanya merupakan isi hati Allah, untuk
menyatakan tentang Diri-Nya dan rencana utama
keselamatan bagi manusia melalui Kristus dan
pekerjaan Roh Kudus. Pengilhaman meliputi
penggunaan kata-kata yang dipakai, namun
menolak penyataan kalau para penulis sekedar
sekretaris dan mencatat apa yang diditekkan oleh
Allah. Karena proses pengilhaman semacam ini
79
JULITINUS HAREFA, M.Th
meniadakan
kepribadian
penulis
dan
menjadikannya sebuah mesin. Dalam teorinya
Hanry C. Thiessen, berbicara mengenai
pengilhaman
plenary
(menyeluruh) dan
pengilhaman verbal (kata demi kata); disebut
plenary karena pengilhaman itu meliputi seluruhnya
tanpa batas, maksudnya, meliputi keseluruhan
Alkitab (II Tim. 3:16); dan disebut verbal karena
pengilhaman itu meliputi juga kata-kata yang
dipakai (I Kor. 2:13).
c. Pengilhaman Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru
Sering muncul pertanyaan dalam pikiran
para teolog Millenial yang mengatakan bahwa
Kitab Suci Perjanjian Lama tidak menjadi masalah
bagi umat Kristen karena Tuhan Yesus secara
keseluruhan dan semua bagian menerimanya.
Tetapi bagaimana keakuratan pengilhaman Kitab
Suci Perjanjian Baru. Karena pada saat Paulus
menulis 2 Timotius 3:16, tulisan-tulisan 2 Petrus,
Ibrani, dan Yudas serta tulisan Yohanes belum di
tulis. Penekanan konsep pengilhaman dalam 2
Timotius 3:16 merujuk pada Kitab Perjanjian
Lama, namun konsep itu dapat diberlakukan pada
Kitab Perjanjian Baru karena bersumber pada
pribadi ilahi yang sama.
80
JULITINUS HAREFA, M.Th
D. PEMAPARAN MATERI
† Konsep pengilhaman adalah ajaran Alkitab yang
menjelaskan bagaimana Allah menyatakan diri-Nya
melalui kata-kata yang dapat dibaca oleh manusia.
Konsep pengilhaman sangat penting karena tanpa itu,
proses penulisan penyataan Allah, keaslian Alkitab, dan
kesatuan Alkitab dalam doktrin tidak terjamin. Melalui
pengilhaman, Allah dapat mengungkapkan diri-Nya
dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh manusia.
† Alkitab ditulis berdasarkan mandat Allah dan dimulai
dengan tulisan-Nya di atas dua loh batu yang
diserahkan kepada Musa. Yosua dan para penulis
selanjutnya juga menyusun tulisan-tulisan atas perintah
Allah untuk diajarkan kepada orang Israel. Alasan
pentingnya tulisan firman Allah adalah untuk menjaga
kemurnian penyataan Allah tetap utuh dan tradisi lisan
mudah menyimpang dari kebenarannya yang asli. Allah
tidak perlu menyatakan semua yang perlu dinyatakanNya
secara
berulang-ulang
kepada
setiap
generasi
baru
dan
penyataan-Nya
juga
ditujukan
bagi
kita
yang
hidup
sekarang.
†
Penyataan (pengwahyuan) dan inspirasi (pengilhaman)
seringkali digunakan secara bergantian dan
disalahpahami, tetapi keduanya memiliki perbedaan
mendasar. Keduanya memiliki sumber yang sama yaitu
81
JULITINUS HAREFA, M.Th
Allah, tetapi inspirasi merupakan keharusan untuk
memelihara wahyu Allah dan menjamin keakuratannya.
Penyataan adalah karya Allah yang memperkenalkan
diri-Nya dan kehendak-Nya, sedangkan pengilhaman
adalah karya Allah yang menjamin bahwa penyataan itu
disampaikan dengan benar kepada orang lain dan
tertulis dalam Alkitab. Wahyu adalah kebenaran yang
diungkapkan Allah kepada manusia, sementara
inspirasi
adalah
tindakan
penulis untuk
mengkomunikasikan wahyu tersebut kepada orang lain
dalam bentuk tulisan.
† Verbal plenary, yaitu Allah mengilhami setiap kata
dalam Alkitab. Selain itu, pengilhaman dianggap
sebagai suatu tindakan yang unik dan tidak berulang,
sehingga tidak ada tambahan atau perubahan yang
dapat dilakukan pada Alkitab setelah ditetapkan. Teori
pengilhaman dinamis atau VPI adalah sebuah konsep
pengilhaman Alkitab yang menganggap bahwa seluruh
isi Alkitab diilhami oleh Allah secara langsung dan
secara penuh mengenai isinya, termasuk dalam hal
kata-kata atau bahasa yang digunakan oleh para penulis
Alkitab.
† Pengilhaman dalam Alkitab mengacu pada Roh Allah
yang bekerja melalui para penulis Alkitab, sehingga apa
yang tertulis adalah Firman Allah. Proses pengilhaman
tidak dapat dijelaskan secara menyeluruh dan tidak
dapat dibuktikan secara fisik atau dengan bukti
82
JULITINUS HAREFA, M.Th
empiris. Pengilhaman melibatkan Allah yang bertindak
dan manusia yang menulis, dan semua bagian Alkitab
benar dan setara dalam derajatnya.
E. LATIHAN DAN EVALUASI
Kerjakanlah soa-soal berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan pengilhaman dalam
Alkitab?
2. Apa perbedaan antara teori pengilhaman verbal
plenary dan teori pengilhaman dinamis atau VPI dalam
pandangan Kristen kaum Injili?
3. mengapa Allah memilih untuk menyampaikan
penyataan-Nya melalui tulisan daripada hanya melalui
tradisi lisan?
4. Apa yang dimaksud dengan kata "inspirasi" dalam
konteks Alkitab, dan bagaimana peran Allah dalam
penulisan Alkitab? Apakah konsep pengilhaman
berlaku untuk salinan atau terjemahan Alkitab dalam
berbagai bahasa?
5. Apa yang dimaksud dengan konsep pengilhaman
dalam Alkitab dan mengapa penting untuk dipahami?
Bagaimana konsep pengilhaman membantu menjaga
keaslian dan kesatuan Alkitab dalam doktrin, serta
bagaimana Allah dapat mengungkapkan diri-Nya
melalui konsep pengilhaman?
83
JULITINUS HAREFA, M.Th
F. DAFTAR REFERENSI
Charles C. Ryrie, Teologi Dasar I, Bandung: ANDI, 2008
Harun Hadiwijono, “Iman Kristen”, Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2012
J. W. Brill, “Dasar Yang Teguh,” Bandung: Yayasan Kalam
Hidup, 2011
Jakob Van Bruggen, “Siapa yang Membuat Alkitab,”
Surabaya: Momentum, 2002
Jan A. Boersema & Berrit Riemer, “Berteologi Abad XXI,”
(Jakarta: Literatur Perkantas, 2015
Joseph P. Free, “Arkeologi Dan Sejarah Alkitab,” Malang:
Gandum Mas, 2016
L. Guessen, “Theopneustian: Plenary Inspiration of the Holy
Scitures,” (Chicago: Bible Institute Colportage Association,
n.d.
Paul Enns, “The Moody Handbook of Theology”, Malang:
Literatur SAAT, 2016
W. S. Lasor & D. A. Hubbard, “Pengantar Perjanjian Lama
1,” Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008
84
JULITINUS HAREFA, M.Th
BAB V
TEORI PENERANGAN ALKITAB
Pengajaran mengenai penerangan Alkitab harus
diperhatikan dengan saksama oleh orang Kristen agar tidak
salah mengerti. Sebelumnya, telah dijelaskan tentang
penyataan Allah dan pengilhaman Alkitab. Kini, tibalah
saatnya untuk memahami dengan benar bagaimana para
pembaca dapat memahami isi yang tertulis dengan tepat. Oleh
karena itu, para pembaca Alkitab membutuhkan pertolongan
dari Allah melalui konsep penerangan agar dapat memahami
isi dan maksud Firman-Nya (1 Kor. 2:11). Konsep
penerangan ini diperlukan karena manusia masih memiliki
pikiran dan hati yang gelap serta terpengaruh oleh kekuatan
kegelapan.
Allah telah memberikan karunia kepada umat-Nya
untuk mengenal dan mengetahui siapa pencipta-Nya, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Dengan adanya
penyataan Allah, terjadi komunikasi antara Allah dengan
manusia dan melalui iluminasi (penerangan) oleh Roh Allah
sendiri, manusia dapat memahami dan mengerti penyataan
tersebut. Hal ini berarti bahwa tanpa iluminasi dari Roh Allah,
manusia akan buta dan gelap dalam mengenal siapa Allah dan
karya-Nya. Meskipun manusia dapat mengenal Allah melalui
pewahyuan umum, bahkan dengan pewahyuan khusus
(Yesus), banyak orang yang tidak menerima dan mengerti
kebenaran Ke-Allah-an dan kemanusiaan Yesus. Oleh karena
85
JULITINUS HAREFA, M.Th
itu, tanpa intervensi Roh Allah, manusia tidak akan dapat
memahami rahasia, janji, dan kebenaran Allah dengan
pengertian yang benar (Kol. 2:2-3).
A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan
mengapa konsep penerangan sangat diperlukan ketika
membaca Alkitab. Selain itu, mahasiswa juga diharapkan
mampu mengidentifikasi kebutuhan akan bantuan Roh
Kudus dalam memahami isi Alkitab dan mampu
mengaplikasikan konsep penerangan dalam praktik
membaca dan memahami Alkitab.
B. PENDAHULUAN
Pada dasarnya, konsep penerangan sangatlah
penting ketika membaca Alkitab karena beberapa alasan
yang mendasar. Pertama, karena sifat pikiran dan hati
manusia yang berada dalam kegelapan dan buta (1
Korintus 2:14; Efesus 4:17,18), maka Roh Kudus
dibutuhkan sebagai penerang agar manusia dapat melihat
kebenaran dengan jelas. Kedua, karena sifat hati manusia
yang keras kepala (Yesaya 6:9-10; Kisah Para Rasul 28:26).
Sebab walaupun Alkitab telah menyatakan kebenaran,
manusia seringkali enggan melihat kebenaran tersebut
karena hanya tertarik pada diri sendiri dan bukan pada
86
JULITINUS HAREFA, M.Th
kehendak Allah. Ketiga, karena adanya pertentangan dari
pekerjaan Setan (2 Korintus 4:3-4). Setan selalu ingin
menyembunyikan kebenaran dari manusia dan manusia
tidak akan mampu melawan tipu daya Setan kecuali
dibantu oleh Roh Kudus. Keempat, karena pengaruh
kuasa kedagingan pada manusia (1 Korintus 3:1-2; Ibrani
5:12-14). Manusia secara alami tidak menyukai kebenaran
yang dikehendaki oleh Allah, namun mereka lebih
cenderung untuk mencintai keinginan duniawi. Oleh
karena itu, dibutuhkan campur tangan dari Roh Kudus
agar manusia mau mengikuti kebenaran Allah yang sejati
dan meninggalkan kedagingan yang membutakan.
C. PEMAPARAN MATERI
Materi pembelajaran yang disajikan dalam bagian ini
berkaitan dengan sikap yang sepatutnya dimiliki seorang
Kristen dalam mempelajari kebenaran Alkitab. Meskipun
manusia menggunakan akalnya dalam proses tersebut,
terdapat aspek fundamental yang harus diprioritaskan
terlebih dahulu, yaitu penyerahan diri secara total kepada
Tuhan. Hal ini dikarenakan tidak ada seorang pun yang
dapat memahami esensi dari Allah kecuali Roh Allah itu
sendiri (1 Kor. 2:11).
87
JULITINUS HAREFA, M.Th
1. Pengertian
Kata "penerangan" berasal dari bahasa Yunani
"photizo", yang secara harfiah berarti "menerangi" atau
"memberikan penerangan batin". Konsep penerangan
dalam teologi Kristen, menurut penjelasan dari Charles
C. Ryrie, mengacu pada pengertian bahwa Kristus
membawa penerangan secara umum kepada semua
orang melalui Injil, seperti yang dinyatakan dalam
Yohanes 1:9 dan 2 Timotius 1:10. Selain itu, konsep ini
juga mengacu pada pengertian khusus tentang
kebenaran Kristen, sebagaimana dinyatakan dalam
Efesus 1:18 dan 3:4. Dalam teologi Kristen,
penerangan terkait dengan pengalaman "kelahiran
baru" atau "regenerasi", yang terjadi saat seseorang
menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat
mereka. Sebagaimana dinyatakan dalam Ibrani 6:4,
pengalaman ini mengarah pada pemahaman empiris
yang mendalam tentang kebenaran Kristen.
Konsep peneranga juga mencakup sifat
menyelidik yang terkait dengan pengadilan yang akan
datang. Sebagaimana dinyatakan dalam 1 Korintus 4:5,
penerangan akan mengungkapkan rahasia-rahasia hati
manusia dan menguak setiap rahasia yang tersembunyi.
Secara keseluruhan, penerangan dapat dianggap
sebagai sebuah konsep yang penting dalam teologi
Kristen yang menggambarkan bagaimana Kristus
membawa penerangan kepada manusia dan
88
JULITINUS HAREFA, M.Th
memberikan pemahaman tentang kebenaran Kristen
melalui Injil. Konsep ini juga terkait dengan
pengalaman rohani yang dalam dan kebenaran tentang
masa depan yang akan diungkapkan pada saat
pengadilan terakhir.
2. Defenisi Penerangan
Penerangan adalah konsep teologi Kristen yang
mengacu pada pekerjaan Roh Kudus yang membantu
membuka pikiran dan hati orang percaya agar dapat
memahami dan menerapkan kebenaran Alkitab dengan
benar dalam kehidupan mereka. Menurut Paul Enns,
penerangan adalah pelayanan dari Roh Kudus untuk
mencerahkan orang yang memiliki hubungan yang
benar dengan Allah sehingga mereka mampu
memahami Firman Allah yang tertulis. Hal ini
menunjukkan bahwa penerangan hanya bisa dialami
oleh orang yang telah memiliki hubungan yang benar
dengan Allah, yakni orang percaya yang telah
menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat
mereka. Senada dengan itu, Charles C. Ryrie
menjelaskan bahwa konsep penerangan biasanya
berhubungan dengan pekerjaan Roh Kudus untuk
membantu orang percaya memahami kebenaran
Alkitab. Sebagaimana Paulus menyatakan bahwa
manusia tidak dapat memahami kebenaran rohani
tanpa bantuan Roh Kudus (1 Korintus 2:14).
89
JULITINUS HAREFA, M.Th
3. Dasar Alkitabiah Teori Penerangan
Pengertian yang benar akan firman Tuhan tidak
bisa dicapai oleh seseorang secara alami. Hal ini berarti
bahwa ada kebutuhan akan bantuan Roh Kudus untuk
memberikan pencerahan kepada orang percaya agar
dapat memahami dengan benar arti dari tulisan
Alkitab.
a. Tindakan Yesus
Dalam kitab Lukas 24:45, disebutkan bahwa
Kristus membuka pikiran murid-murid-Nya
sehingga mereka dapat memahami Kitab Suci
dengan lebih baik. Selain itu, dalam Yohanes 16:1213
dan
Surat
Rasul
Paulus
kepada
jemaat
di
Roma
8:14,
dikemukakan bahwa Roh Kudus berperan
penting dalam memberikan pengertian tentang
kebenaran Alkitab kepada orang percaya. Yesus
juga menitipkan pesan kepada murid-murid-Nya
bahwa masih banyak hal yang akan Ia sampaikan
kepada mereka, tetapi akan tiba waktunya apabila
Roh Kebenaran memimpin mereka dalam
kebenaran. Dengan demikian, Kristus dan Roh
Kudus bekerja bersama-sama untuk membuka
pemahaman terhadap Kitab Suci dan membantu
orang percaya untuk memahami kebenaran Alkitab
dengan lebih baik.
90
JULITINUS HAREFA, M.Th
b. Tulisan Paulus
Dalam Roma 1:21 menjelaskan bahwa
manusia yang tidak mempercayai atau menolak
keberadaan Allah, pikirannya akan menjadi sia-sia
dan hatinya menjadi gelap. Sehingga, mereka tidak
mampu memahami hal-hal yang bersifat rohani.
Dalam konteks ini, "rohani" merujuk pada segala
sesuatu yang berkaitan dengan ajaran agama dan
kepercayaan pada Tuhan. Namun, hanya Roh Allah
yang dapat mengajarkan dan memberikan
pemahaman tentang hal-hal rohani. Hal ini dapat
ditemukan dalam 1 Korintus 2:6-16. Ayat ini
menjelaskan bahwa manusia dapat memahami
kebenaran ajaran agama dan kepercayaan pada
Tuhan hanya melalui bimbingan dari Roh Allah.
Roh Allah memberikan pengetahuan dan
pemahaman yang diperlukan untuk memahami halhal
rohani. Selain itu, Roh Kudus juga akan
menggunakan mereka yang diberikan karunia
mengajar untuk melayani-Nya. Seperti yang
dijelaskan dalam ayat Roma 12:7 dan 1 Yohanes
2:27, orang-orang yang diberi karunia mengajar
dapat membantu orang lain memahami ajaran
agama dan kepercayaan pada Tuhan.
Paulus juga menanyakan siapa yang dapat
mengetahui apa yang ada di dalam diri manusia
selain roh manusia itu sendiri yang ada di dalam
91
JULITINUS HAREFA, M.Th
dirinya. Dalam hal ini, "roh manusia" merujuk
pada kesadaran manusia dan kemampuannya
untuk memahami dirinya sendiri. Demikian juga,
tidak ada orang yang dapat mengetahui apa yang
ada di dalam diri Allah selain Roh Allah,
sebagaimana yang dijelaskan dalam 1 Korintus
2:7-14. Hanya melalui bimbingan dan
pengajaran dari Roh Allah, manusia dapat
memahami kehendak dan rencana Allah.
c. Mazmur 119:19 (Mazmur Daud)
Dalam Mazmur 119:19, pemazmur dengan
jelas menunjukkan keyakinannya bahwa tanpa
bimbingan atau penerangan dari Allah, ia tidak
akan mampu memahami Firman-Nya. Oleh karena
itu, ia memohon kepada Tuhan agar tidak
menyembunyikan perintah-perintah-Nya darinya,
karena ia merasa seperti orang asing di dunia yang
tidak dapat memahami kehendak-Nya tanpa
bantuan dari Allah. Pemahaman yang sama juga
terlihat dalam ayat 33 dan 34, di mana pemazmur
memohon kepada Tuhan agar menunjukkan
petunjuk tentang ketetapan-Nya. Ia berjanji untuk
memegang petunjuk tersebut sampai saat terakhir
dan berusaha untuk memahami serta memelihara
Taurat-Nya dengan segenap hati. Jadi, tanpa
bantuan dan penerangan dari Roh Kudus, manusia
92
JULITINUS HAREFA, M.Th
tidak akan mampu memahami kehendak-Nya dan
mematuhi perintah-perintah-Nya.
4. Perbedaan Penyataan, Pengilhaman dan
Penerangan
Teori penerangan tidak sama dengan teori
penyataan dan pengilhaman, meskipun dari ketiganya
merupakan karya Allah. Namun, mekanismenya sangat
berbeda. Ada suatu kecenderungan dari para penganut
Neo-ortodoks mengaburkan perbedaan dalam
penggunaan dari ketiga istilah ini. Kaum Neo-ortodoks
beranggapan bahwa penyataan suatu perjumpaan
pribadi. Alkitab dan pemberitaan menjadi Firman
Allah karena perjumpaan pribadi melalui tindakan
Allah dan kehadiran-Nya dalam Roh Kudus. Artinya
Kaum Neo-ortodoks menempatkan teori penerangan
sebagai sarana pengetahuan dalam pengilhaman
Alkitab yang terjadi pada perjumpaan pribadi dengan
Allah (penyataan Allah). Pengalaman penerangan
bukanlah oleh penyataan langsung, dalam pendangan
Paul Enns ketiga istilah ini berdiri sendiri dalam
kaitannya dengan Alkitab. Penyataan berhubungan isi
atau materinya, inspirasi adalah metode dari mencatat
meteri itu, dan penerangan berhubungan dengan arti
dari catatan itu.
Arnold Tindas menjelaskan perbedaan ketiga
teori tersebut dengan mengutip tulisan Chafer yang
93
JULITINUS HAREFA, M.Th
mengatakan: Penyataan merupakan pengaruh ilahi
langsung dalam mengkomunikasikan kebenaran dari
Allah kepada manusia. Pengilhaman merupakan
pengaruh ilahi langsung dalam menjamin suatu
pengalihan yang akurat tentang kebenaran ke dalam
bahasa yang dapat dimengerti oleh orang lain.
Sedangkan penerangan adalah pengaruh atau pimpinan
Roh Kudus, yang menyanggupkan semua orang yang
memiliki hubungan yang benar dengan Allah untuk
mengerti Alkitab. Jadi, penyataan berkaitan dengan
komunikasi Allah dengan manusia. Pengilhaman
berkaitan dengan penulisan Alkitab sedangkan
penerangan berkaitan dengan usaha untuk mengerti
Firman Allah yang tertulis itu. Dengan tegas
menuliskan bahwa pada hakekatnya teori pengilhaman
memiliki pebedaan yang mendasar dari teori penyataan
dan pengilhaman. Teori iluminasi yang dipaparkan
dalam tulisan ini, tidak membenarkan pendapat yang
beranggapan bahwa karena teolog Kristen mendapat
iluminasi dari Roh Kudus maka tulisan mereka
disejajarkan dengan Kitab Suci. Kesimpulan yang
demikian, menyalahpahami
teori pengilhaman
pengaruh ilahi langsung dan teori penyataan pengaruh
ilahi langsung dari Allah, sedangkan teori iluminasi
bukan pengaruh ilahi langsung. Iluminasi tidak
memberikan informasi baru atau wahyu baru yang
tidak terdapat dalam Alkitab.
94
JULITINUS HAREFA, M.Th
5. Keterkaitan Teori Pengilhaman dan Penerangan
Teori inspirasi adalah Allah menafaskan atau
meniupkan Firman-Nya kepada para penulis Alkitab,
sehingga Alktab disebut penyataan Allah dengan benar
dan tepat sesuai yang Allah kehendaki. Sedangkan teori
penerangan adalah pekerjaan Roh Kudus untuk
menolong orang percaya agar dapat mengerti
kebenaran Alkitab yang sudah tertulis itu. Teori
iluminasi tidak merujuk pada penulisan Alkitab
melainkan pada arti kata-kata yang telah ditulis dalam
Kitab Suci dan penerangan tidak mengidikasikan
sebagai sarana bagi para penulis Perjanjian Baru.
Karena Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru
sepenuhnya diilamkan oleh Allah tanpa bergantung
pada teori penerangan.
Ada tuduhan-tuduhan yang beredar bahwa teori
penerangan merupakan sandungan bagi teori
pengilhaman. Seperti yang ditulis oleh seorang teolog
Kristen bernama Gerrit Riener yang mengindentikan
teori iluminasi/ mystical dengan teori inspirasi dinanis.
Kosekuensinya bagi Riener, kelemahan dari teori ini
adalah bahwa perbedaan antara ispirasi dengan
penerangan ditiadakan. Sehingga pada kesimpulannya
teori ini pada hakekatnya menyamakan segala macam
penulisan pembinaan Kristen dengan Kitab-kitab Suci.
Dengan demikian, sifat istimewa Kitab-kitab Suci
dirusak. Inspirasi menjadi penerangan. Kaum Injili
95
JULITINUS HAREFA, M.Th
dengan tegas mebedakan antara teori penyataan,
inspirasi dan iluminasi. Sehingga dalam hal ini, tuduhan
semacam itu hanya ditunjukkan kepada penganut
pietisme bukan kepada Kaum Injili.
Teori iluminasi seputar pengetahuan yang
dikerjakan oleh Roh Kudus di dalam diri orang percaya
untuk mengerti dan memahami isi Alkitab. Iluminasi
mengukapkan pemahaman dan penerapan dari
pengetahuan yang telah diberikan sebelumnya.
Pengatahuan semacam ini, tidak serta merta dihasilkan
oleh karena sering membangun hubungan dengan
Allah. Namun, ada usaha dari orang percaya untuk
merenunkan setiap Firman Tuhan itu siang dan malam
(Mzm. 1:2) dan bersikap ingin tahu, seperti mencari
harta karun yang terpendam (Ams. 2:4-5). Sedangkan
teori pengilhaman tidak terjadi oleh kehendak atau
usaha manusia tetapi oleh dorongan atau gerakan Roh
Kudus.
6. Peranan Roh Kudus dalam Penerangan
Roh Kudus adalah Oknum Allah Tritunggal,
yang memiliki tugas untuk menerangi (mengiluminasi)
pikiran dan hati manusia, sehingga manusia dapat
mengerti mempelajari Alkitab dengan benar sesuai
dengan maksud Allah. Roh Kudus tahu persis isi hati
dan pikiran Allah, karena Dialah yang ada di belakang
proses penulisan Alkitab. Jika tujuan Allah
96
JULITINUS HAREFA, M.Th
memberikan Alkitab adalah supaya Ia dikenal oleh
manusia, maka tujuan akhir penerangan adalah supaya
manusia mengenal Allah dengan benar melalui
penyataan-Nya dalam kata-kata Alkitab, sehingga
manusia mengerti akan kehendak Tuhan dan
melakukan yang berkenan kepada Allah. Dengan
demikian, hasil akhir yang diharapkan adalah hanya
Allah saja yang ditinggikan dan dimuliakan.
Roh Kudus mempunyai peran bukan hanya
sebagai pendorong atau penggerak bagi para penulis
Alkitab, tetapi juga sebagai penerangan bagi para
pembaca Alkitab masa kini dan bahkan sekaligus
pengajar Alkitab. Oleh sebab itu, suatu kemustahilan di
luar tuntunan Roh Kudus memiliki perngertian yang
benar tentang Kitab Suci (Efe 3:4, 5, 1Kor 2:12, 13,
Yoh 14:26, Yoh 16:13-15, 2Pet 1:21).
7. Cara untuk Mendapatkan Penerangan
Ketergantungan pada penerangan Roh Kudus
tidak berarti seorang pengkotbah atau pengajar hanya
berdoa dan membaca Alkitab, tidak perlu lagi
membaca banyak buku, menyelidiki latar belakang
budaya dan sejarah teks, termasuk tidak perlu diajar
oleh orang lain. Meskipun Roh Kudus memampukan
pengkotbah untuk semakin mendekat ke dalam firman,
tetapi seorang pengkotbah dan pengajar harus
mempersiapkan diri dengan baik dan belajar sungguh-
97
JULITINUS HAREFA, M.Th
sungguh. Karena Roh Kudus menghargai usaha keras
pengkhotbah dan pengajar ketika ia membaca Alkitab
berulang-ulang. Menurut Marulak Pasaribu dalam
bukunya yang berjudul: “Eksposisi Injil Sinoptik”
mengatakan: Jika Roh Kudus membimbing para
penafsir itu tidak berarti bahwa mengesposisikan hanya
mengandalkan Roh Kudus semata tanpa adanya
perjuangan. Proses pendidikan Roh Kudus tidaklah
membawa kita menjadi orang yang pasif dan menjadi
orang yang tidak bertanggungjawab. Penerangan Roh
Kudus tidak mengabaikan usaha kerja keras manusia.
Yesus sendiri mencela kedegilan hati para murid (Mrk.
8:17-21). Kepada Timotius, Paulus mengingatkan
bahwa Tuhan akan memberinya pengertian dalam
segala sesuatu (2 Tim. 2:7).
Jadi, upaya yang dilakukan oleh para teolog,
gembala sidang dan seluruh umat untuk mendapatkan
penerangan mengenai pengertian yang benar akan
penyataan Allah, dengan cara: pertama, melalui Doa
Pribadi, doa membuat seorang penafsir menjadi lebih
terbuka untuk belajar dari Allah melalui Alkitab. Kedua,
diperoleh dari kemurahan Allah (Mat. 11:25, 16:17)
melalui Roh-Nya (Yoh. 16:13). Roh Kudus sebagai
Penolong (parakletos) kita dalam menemukan arti yang
sesungguhnya dari teks-teks Alkitab (Yoh. 14:16,
16:17). Ketiga, memberi hidup dipenuhi Roh Kudus
(Ef. 3:16-17; 5:18). Keempat, merendahkan diri
98
JULITINUS HAREFA, M.Th
dihadapan Tuhan dan berseru kepada Tuhan (Yer.
33:3). Kelima, bersikap Ingin Tahu (Ams. 2:4-5).
D. RANGKUMAN
† Penting bagi orang Kristen untuk memperhatikan
pengajaran mengenai penerangan Alkitab agar tidak
salah mengerti. Manusia membutuhkan pertolongan
dari Allah melalui konsep penerangan untuk
memahami isi dan maksud Firman-Nya. Penerangan
adalah dari Roh Allah yang membantu manusia
memahami dan mengerti penyataan Allah. Tanpa
penerangan dari Roh Allah, manusia akan buta dan
gelap dalam mengenal siapa Allah dan karya-Nya.
† Pengertian yang benar tentang Firman Tuhan tidak
dapat dicapai secara alami, melainkan membutuhkan
bantuan Roh Kudus. Yesus membuka pikiran muridmurid-Nya
agar dapat memahami Kitab Suci dengan
lebih baik, sementara Roh Kudus memberikan
pengertian tentang kebenaran Alkitab kepada orang
percaya. Manusia hanya dapat memahami hal-hal
rohani melalui bimbingan dari Roh Allah.
† Teori penerangan, penyataan, dan pengilhaman
memiliki perbedaan mekanisme yang signifikan dalam
hubungannya dengan Alkitab. Penyataan berhubungan
dengan isi materi, pengilhaman dengan penulisan
99
JULITINUS HAREFA, M.Th
Alkitab, dan penerangan dengan usaha untuk
memahami Firman Allah yang tertulis.
† Ketergantungan pada penerangan Roh Kudus tidak
berarti bahwa seseorang tidak perlu mempersiapkan
diri dengan baik dan belajar sungguh-sungguh. Roh
Kudus memampukan pengkhotbah untuk semakin
mendekat ke dalam firman, tetapi pengkhotbah harus
tetap berusaha dan bekerja keras dalam mempelajari
Alkitab. Penerangan Roh Kudus tidak mengabaikan
usaha kerja keras manusia. Upaya yang dilakukan oleh
para teolog dan gembala sidang untuk mendapatkan
penerangan mengenai pengertian yang benar akan
penyataan Allah melalui doa pribadi, kemurahan Allah,
hidup dipenuhi Roh Kudus, merendahkan diri di
hadapan Tuhan, dan bersikap ingin tahu.
E. LATIHAN DAN EVALUASI
Kerjakanlah soal-soal berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan konsep iluminasi dalam
teologi Kristen dan mengapa penting bagi orang
Kristen untuk memperhatikan pengajarannya?
2. Apa yang dimaksud dengan konsep iluminasi dalam
teologi Kristen dan bagaimana konsep ini
berhubungan dengan pekerjaan Roh Kudus?
100
JULITINUS HAREFA, M.Th
3. Apa yang harus diperhatikan oleh para teolog dalam
membangun teori iluminasi anda?
4. Apa perbedaan mekanisme antara teori penerangan,
penyataan, dan pengilhaman dalam hubungannya
dengan Alkitab, dan bagaimana kaum Neo-ortodoks
mengaburkan perbedaan tersebut?
5. Bagaimana pandangan tentang ketergantungan pada
iluminasi Roh Kudus dan usaha kerja keras manusia
dalam memahami Alkitab?
F. DAFTAR REFERENSI
Arnold Tindas, “Apakah Innerancy Alkitab itu?,” Manado:
Sinode Gereja Masehi, 1993
Charles C. Rirye, “Teologi Dasar I,” Yogyakarta: ANDI,
2008
Gerrit Riener, “Berteologi Abad XXI,” Jakarta: Literatur
Perkantas, 2015
John Owen, “The Works of John Owen,” Reprinted Edition;
Edinburgh: Banner of Truth, 1965-1968
Marulak Pasaribu, “Eksposisi Injil Sinoptik,” Malang:
Gandum Mas, 2015
Paul Enns, “The Moody Handbook of Theology 1,” Malang
Litertur SAAT, 2016
101
JULITINUS HAREFA, M.Th
102
JULITINUS HAREFA, M.Th
BAB VI
TEORI PENGKANONAN
ALKITAB
Saat manusia mengalami krisis iman, seringkali mereka
meragukan kebenaran yang sebelumnya dianggap benar dan
mengubah pandangan mereka yang seolah-olah diluar
kemapuan manusia. Penyelidikan tentang kanon Alkitab tidak
merubah kewibawaan dan keaslian Alkitab karena dilakukan
oleh orang-orang pilihan Allah. Pengkanonan Alkitab tidak
melalui kesepakatan para teolog mula-mula, tetapi kitab-kitab
tersebut sudah ada sejak masa para Rasul dan dipelihara oleh
gereja-gereja mula-mula untuk dibaca dalam ibadah-ibadah.
Oleh karena itu, pusat pembelajaran tentang kanon Alkitab
adalah untuk menelusuri kitab-kitab yang digunakan oleh para
leluhur sebagai sumber kebenaran. Kitab Suci dihargai dan
dijunjung tinggi bukan karna bentuk fisiknya, tapi karena isi
Kitab Suci bersesuaian dalam segala hal dengan Yesus Kristus,
Sang Firman Allah yang berikarnasi. Hal ini diungkapkan oleh
Polycarpus, murid Rasul Yohanes. Oleh karena itu, penting
untuk memahami pengkanonan Alkitab agar umat Tuhan
tidak mencampur adukan kebenaran Kitab Suci dengan
kebenaran lainnya.
103
JULITINUS HAREFA, M.Th
A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa mampu menjelaskan kriteria-kriteria
yang digunakan dalam menentukan kitab-kitab mana yang
dianggap sah dan mengapa kitab-kitab tersebut memiliki
otoritas dalam kehidupan orang percaya. Dan mahasiswa
mampu mempertahankan keaslian dan integritas Alkitab
sebagai sumber otoritatif dalam kehidupan kepercayaan
Kristen.
B. PENDAHULUAN
Teori pengkanonan Alkitab adalah ajaran
fundamental dalam iman Kristen yang menjelaskan
tentang bagaimana Kitab Suci Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru terbentuk dan diterima sebagai bagian dari
Alkitab yang diilhamkan oleh Allah. Konsep pengkanonan
membahas kriteria yang digunakan dalam menentukan
kitab-kitab mana yang dianggap sah dan diilhamkan Allah,
serta mengapa kitab-kitab itu memiliki otoritas dalam
kehidupan orang percaya. Pemahaman yang benar tentang
doktrin pengkanonan sangat penting dalam menjaga
keaslian dan integritas Alkitab sebagai sumber otoritatif
dalam kehidupan kepercayaan Kristen.
104
JULITINUS HAREFA, M.Th
C. PEMAPARAN MATERI
Materi yang disajikan pada bagian ini adalah
mengenal dan memahami bagaimana Alkitab terbentuk
dan sah serta memiliki otoritas dalam kehidupan orang
percaya. Dalam hal ini, capaian pembelajaran yang
diharapkan dari mahasiswa yang mempelajari doktrin
pengkanonan Alkitab meliputi pemahaman tentang
kriteria-kriteria untuk menentukan kitab-kitab yang
dianggap sah, dan bagaimana keaslian dan integritas
Alkitab harus dijaga dalam kehidupan kepercayaan
Kristen. Doktrin pengkanonan Alkitab bukan hanya
sekadar sejarah, tetapi juga memiliki implikasi langsung
terhadap keyakinan, praktik, dan pandangan hidup orang
percaya. Oleh karena itu, pemahaman yang baik tentang
doktrin ini sangatlah penting bagi setiap orang yang ingin
mempelajari dan hidup menurut kepercayaan Kristen.
1. Pengertian
Kanon berasal dari bahasa Yunani, yaitu
"Kanon" yang berarti "alat ukur, penggaris" dan
"ukuran". Dalam bahasa Ibrani, kata tersebut disebut
"qaneh" yang berarti "tongkat pengukur". Pada
awalnya, istilah "kanon" digunakan dalam sejarah
gereja untuk merujuk pada pengakuan iman. Pada
pertengahan abad keempat, istilah tersebut digunakan
105
JULITINUS HAREFA, M.Th
untuk merujuk pada Alkitab, yaitu daftar kitab-kitab
yang diterima dan diakui sebagai Alkitab. Dalam
Alkitab Perjanjian Baru, istilah "kanon" memberikan
makna sebagai ukuran dari tindakan (Galatia 6:16;
Filipi 3:16). Menurut penjelasan Lembaga Alkitab
Indonesia, pada awalnya istilah "kanon" diartikan
sebagai "buluh" yang merupakan kata pinjaman dari
bahasa Semit dan Sumer. Karena buluh digunakan
sebagai alat pengukur, maka kata ini kemudian
digunakan sebagai istilah yang terkait dengan
pengukuran. Dalam hal Kitab Suci, kanon adalah
sebuah istilah teknis yang berarti buku-buku yang
dianggap bermuatan "keilahian" dan dengan demikian
dianggap layak untuk dimasukkan ke dalam Kitab Suci.
Paul Enns menjelaskan bahwa istilah "kanon"
dan "kanonikal" merujuk pada standar yang digunakan
untuk mengukur kitab-kitab mana yang dianggap
diilhami atau tidak. Sementara itu, Charles C. Ryrie
membagi istilah tersebut menjadi dua pengertian, yaitu
merujuk pada daftar kitab yang lolos uji atau aturan
tertentu dan dianggap berwibawa dan kanonik.
Namun, istilah "kanon" juga berarti bahwa kumpulan
dari kitab-kitab dalam kanon menjadi ukuran
kehidupan kita. Pada perkembangan selanjutnya,
makna harafiah kata kanon makin menjauh. Karena
jumlah para rasul dan saksi mata sudah mulai
berkurang, dan semakin banyak ancaman pemberitaan
106
JULITINUS HAREFA, M.Th
ajaran sesat. Pada masa itu, banyak ditemukan kitabkitab
yang
bersifat
rohani,
namun
bukan
Firman
Allah.
Oleh
karena itu, gereja menganggap penting
menentukan kitab-kitab yang diakui oleh gereja-gereja
yang dahulu dibacakan dalam pertemuan-pertemuan
ibadah (Kolose 4:16).
2. Defenisi Kanon
Dari istilah dan penggunaan kata kanon yang
telah dijelaskan di atas, maka dapat didefinisikan
bahwa kanon adalah kumpulan kitab-kitab yang
dianggap berwibawa dan diilhamkan oleh Allah untuk
menjadi pedoman bagi kehidupan orang Kristen (Gal.
6:16; Fil. 3:16). Secara teologis, arti kanon adalah Roh
Kudus tidak hanya mengilhami dan menjaga
kebenaran tulisan-tulisan Firman Tuhan, tetapi juga
memanfaatkan gereja sebagai alat untuk menentukan
kitab-kitab yang masuk dalam kanon. Roh Kudus-lah
yang menentukan kitab-kitab Alkitab, bukan manusia,
dan gereja hanya menyadari bahwa kitab-kitab tersebut
sudah diilhamkan dan dipilih oleh Roh Kudus. Definisi
ini juga menunjukkan bahwa kitab-kitab di luar 66
kitab Alkitab tidak diakui dalam iman Kristen,
sehingga tidak ada alasan bagi umat Kristen untuk
menambah atau mengurangi jumlah, isi, atau bahasa
yang ada dalam Alkitab. Jika ada orang yang dengan
107
JULITINUS HAREFA, M.Th
sengaja dan berani mengubah keyakinan tersebut,
maka akan dianggap sebagai bidat atau penyesat.
3. Pengkanonan Perjanjian Lama & Perjanjian Baru
Kanon Perjanjian Lama sudah selesai pada abad
ke-5 sebelum Masehi, menurut dua orang sarjana
Yahudi, David Kimchi (1160-1232) dan Elias Levita
(1465-1549). Mereka mengatakan bahwa kanon
Perjanjian Lama sudah dilengkapi oleh Ezra dan
anggota-anggota Sinagoge Agung pada abad kelima
sebelum Tarikh Masehi (bandingkan Ezr. 7 dan Neh.
8-10). Bahkan seorang sejarawan Yahudi bernama
Yosefus (33-100 M) menyatakan bahwa kanon sudah
selesai pada zaman pemerintahan Artahsasta, yang
memerintah sekitar pada zaman Ezra dan
mencatumkan tiga bagian yang sama seperti kanon
Masoretik.
Namun, ada upaya dari beberapa pihak untuk
mengaburkan sejarah kanon Perjanjian Lama dan hal
itu mempengaruhi pemahaman sebagian teolog
Kristen yang berpendapat bahwa kanon Perjanjian
Lama baru ditutup pada konsili di Jamnia (Yabne)
pada tahun 90 Masehi. Namun, kenyataannya
pertemuan di Jamnia tidak menetapkan kanon Kitab
Suci, melainkan membahas mengenai Kitab Kidung
Agung dan Pengkhotbah serta interpretasinya.
Menurut Leonardo Wiranto yang mengutip tulisan
108
JULITINUS HAREFA, M.Th
Bruggen, seorang teolog Belanda, pertemuan para
Rabbi di Jamnia sama sekali tidak memiliki arti
langsung dalam sejarah kanon. Meskipun isu ini
terlihat sepele, namun hal ini merupakan bagian dari
upaya pengkritik Alkitab untuk melemahkan kanon
Perjanjian Lama yang sah.
Penulis akan menunjukkan urutan Kitab Suci
Perjanjian Lama menurut Yahudi dan Kristen.
Meskipun terdapat perbedaan susunan, hal ini tidak
mengindikasikan kesalahan Kitab Kristen. Orang
Kristen mengikuti susunan Kitab Suci Perjanjian Lama
yang diterjemahkan dalam bahasa Yunani (Septuaginta
LXX):
URUTAN KITAB SUCI PERJANJIAN LAMAN
Pembagian
Yahudi
Kristen
Pembagian
Kejadian
I
Kitab Tarat
(Pentateukh)
Kejadian
I
Kitab-kitab
Taurat
Keluaran
Keluaran
Imamat
Imamat
Bilangan
Bilangan
Ulangan
Ulangan
Yosua
Yosua
Hakim-Hakim
Hakim-hakim
Samuel
Rut
II
Raja-Raja
Samuel
II
Kitab NabiNabi
(Ketuvim)
Yesaya
Raja-raja
Kitab-kitab
Sejarah
Yeremia
Tawarikh
Yehezekiel
Ezra
Hosea
Nehemia
Yoel
Ester
109
JULITINUS HAREFA, M.Th
Amos
Ayub
III
Kitab-kitab Puisi
Obaja
Mazmur
Yunus
Amsal
Mikha
Pengkotbah
Nahum
Kidung Agung
Habakuk
Yesaya
IV
Kitab Nabi-nabi
Besar
Zefanya
Yeremia
Hagai
Ratapan
Zakharia
Yehezekiel
Maleakhi
Daniel
Mazmur
Hosea
Amsal
Yoel
Ayub
Amos
Kidung Agung
Obaja
III
Rut
Yunus
V
Tulisan-tulisan
Suci
(Ketubim)
Ratapan
Mikha
Kitab Nabi-nabi
Kecil
Pengkotbah
Nahum
Ester
Habakuk
Daniel
Zefanya
Ezra
Hagai
Nehemia
Zakharia
Tawarikh
Maleakhi
Pada akhir abad ke-2, mulailah muncul
kesadaran akan pengertian tentang kanon dan status
alkitabiah dalam pikiran dan aktivis orang Kristen.
Karena disebabkan oleh pengajaran-pengajaran palsu,
khususnya karya Marcion dari Sinope yang
memisahkan diri dari gereja Roma pada 150 M.
Marcion menolak seluruh Perjanjian Lama dan hanya
memilih Injil Lukas yang dianggap benar. Lalu ia mulai
110
JULITINUS HAREFA, M.Th
berusaha untuk membuat kanon Kitab Suci sendiri
bersifat Kristiani yang berhubungan dengan Injil
Lukas. Dari latar belakang inilah, gereja kemudian
terpanggil untuk menegaskan apa yang selama ini
sudah dipercayai. Salah seorang teolog Kristen
bernama Irenius dari Lyons, membuktikan bahwa
keempat Kitab Injil tersebut sudah diterima pada
zamannya (100-150 M). Para Bapa-bapa gereja di abad
ke-2 dan ke-4, terus menerus menegakkan keutuhan
dua puluh tujuh Kitab Perjanjian Baru.
Pada akhir abad ke-4 tahun 367, Atanasius,
teolog yang paling ortodoks pada zaman itu telah
menyelidiki semua kitab yang beredar dikawasan
sekitar Laut Tengah dan diakui sebagai dokumen
apostolik. Ia menyatakan bahwa ke-27 kitab PB
sebagai satu-satunya kumpulan kitab yang benar.
Kanon tersebut tidak bisa dibantah sebab ukuran dan
kewibawaannya sudah tetap, dan hampir di abad-abad
berikutnya kanon tidak menjadi pokok pembahasan.
Setelah itu pada konsili Hippo (393 M) mengakui kedua
puluh kitab, dan konsili dari Carthago (397 M)
menegaskan hanya kitab-kitab kanonikal itulah yang
oleh gereja dan sekaligus gereja Barat sudah
menyelesaikan masalah kanon. Ditahun 500, seluruh
gereja berbahasa Yunani nampaknya telah menerima
semua Kitab Perjanjian Baru. Bersamaan dengan itu, di
Timur masalah kanon dapat dikatakan sudah selesai.
111
JULITINUS HAREFA, M.Th
KitabKitab
Irenaeus
Dari
Lyons
130-200
M
Kanon
Eusebius
260-340 M
Muratori
170-210 M
Athanasius
Surat
Paskah
Ke-39 367 M
Masa
Kini
Matius
Markus
Lukas
Yohanes
K P R
Roma
1 Korintus
2 Korintus
Galatia
Efesus
Filipi
Kolose
1
Tesalonika
2
Tesalonika
1 Timotius
2 Timotius
Titus
Filemon
Ibrani
Yakobus
1 Petrus
2 Petrus
1 Yohanes
2 Yohanes
3 Yohanes
Yudas
Wahyu
112
JULITINUS HAREFA, M.Th
4. Proses Pengkanonan Alkitab
Kanon kitab Perjanjian Lama tidak ada usaha
panjang yang dilakukan orang Kristen untuk
menerimanya sebagai Kitab Suci. Karena pada
dasarnya kitab Perjanjian Lama telah diakui keasliannya
oleh orang-orang Yahudi sebagai Kitab Suci yang
berotoritas. Meskipun demikian, ada alasan yang tepat
orang kristen menerima kitab Perjanjian Lama, karena
seluruh para rasul Perjanjian Baru mengakuinya
sebagai sumber kebenaran dan bahkan Yesus sendiri
mengakui bahwa Perjanjian Lama (Taurat) adalah
Firman Allah. Sedangkan Perjanjian Baru Sebelum
dilakukan suatu pengkanonan ada proses terjadi
sebelumnya, yakni: pertama, proses penulisan (compasing)
yang terjadi sekitar 40-100 M. Kedua, prose
pengumpulan (collecting) berkisar tahun 100-200 M.
Ketiga, proses perbandingan (comparing) berkisar tahun
200-300 M. Keempat, proses pelengkapan (completing)
berkisar tahun 300-400 M.
5. Pembentukan Kanon
Pengkanonan Alkitab bukanlah semata-mata
inisiatif manusia untuk melawan para pengajar bidatbidat,
melainkan merupakan keputusan yang
didasarkan pada pertimbangan yang penuh tanggung
jawab dan sesuai dengan prinsip-prinsip Alkitabiah.
Oleh karena itu, kita tidak bisa menentang atau
113
JULITINUS HAREFA, M.Th
memandang sebelah mata pengkanonan Alkitab, baik
Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Berikut
adalah alasan-alasan logis yang mendukung pentingnya
pengkanonan Kitab Suci:
a. Pernyataan Alkitab sendiri
Salah satu bagian Alkitab yang menyatakan
bahwa ajaran-Nya sudah terbatas, di dalam Galatia
1:6-10 dan Why. 22:18. Paulus menegaskan di
jemaat Galatia bahwa tidak ada Injil lain selain yang
mereka beritakan
(pengajaran rasul-rasul),
meskipun hal itu diberitakan oleh malaikat dari
sorga. Tuntatan ini menjadi tanggung jawab umat
Kristen setelah meninggalnya para rasul, sehingga
dengan dengan kuasa Roh Kudus upaya
menyatukan setiap kitab Perjanjian Baru
terselesaikan dengan baik dan tepat, dan tidak
tertutup kemungkinan bahwa penekanan tersebut
berlaku bagi Pernajian Lama. Amat penting
diperhatikan bahwa Alkitab mengesahkan dirinya
sendiri, karena kitab-kitab itu ditiupkan oleh nafas
Allah (2 Tim. 3:16). Dengan kata lain kitab-kitab itu
termasuk kanon pada waktu ditulis.
b. Alasan Teologis
Kanonisasi alkitab, berarti bahwa Roh
Kudus tidak hanya mengilhamkan dan menjaga
114
JULITINUS HAREFA, M.Th
kebanaran tulisan kitab-kitab Firman Tuhan, tetapi
juga Roh Kudus menjaga dan mempertahankan
kebenaran kitab-kitab Firman Tuhan, sehingga
kitab-kitab itu dapat dimanfaatkan oleh gereja. Jadi,
orang Kristen menyatakan diri sebagai hambahamba
yang setia kepada Tuhan mereka dengan
menundukkan diri kepada pengajaran ilahi yang
diberikan dalam tulisan-tulisan para nabi dan rasul
yang secara bersama-sama merupakan Alkitab yang
ada pada kita. Meskipun kitab-kitab itu bersifat
kanonik pada saat ditulis, namun baik manusia dan
konsili gereja harus mempertimbangkan kitab-kitab
mana yang harus diakui sebagai bagian dari kanon.
Hal ini disebabkan adanya calon-calon kitab kanon
yang tidak diilhami. Mereka tidak akan salah
memilah dan memilih kitab-kitab yang kanonik,
sebab Allah memimpin dalam proses kanonisasi
tersebut.
c. Alasan historis
Sejak tahun 397 gereja Kristen sudah selesai
kanon, hingga kosekuensinya adalah proses
kanonisasi itu harus ditutup. Itulah sebabnya gereja
tidak mungkin lagi mengharapkan adanya kitab
baru untuk ditemukan atau ditulis dan
menambahkan kitab kanon yang sudah ada. Jadi
keputusan konsili Carthago tahun 397 M tentang
115
JULITINUS HAREFA, M.Th
kitab-kitab yang termasuk kanon itu sudah final,
sehingga gereja tidak dapat lagi mengeluarkan salah
satu kitab dari Alkitab dan memasukkan kitab baru.
Sesudah kematian rasul, tidak ada lagi kewibawaan
rasul untuk menguji kebenaran buku rohani. Yesus
sudah berjanji bahwa rasul-rasul akan dipimpin
dalam kebenaran (Yoh. 16:13), sehingga kanon
khususnya Perjanjian Baru, harus selesai sebelum
mereka meninggal.
d. Alasan Logika
Pro dan kontar terhadap kitab-kitab
kanonik memang tidak bisa dicegah. Tetapi karena
kitab tersebut sudah bersifat kanonik pada saat
ditulis, maka sekalipun dalam proses kanonisasi
pernah diragukan, bahkan ditolak kitab tersebut
tidak kehilangan wibawa ilahinya. Kalau gereja
mula-mula sudah menyatakan menerima, logikanya
kita sekarang harus menerimanya juga. Karena
mereka lebih dekat situasinya.
6. Kriteria Kitab-Kitab Kanonikal
Pada pertemuan dikonsili Carthago empat
kriteria untuk menguji kitab-kitab yang termasuk dalam
kanon, yakni: Sifat kerasulan, apakah kitab itu
merupakan tulisan seorang rasul atau rekan yang
sangat akrab dengan seorang rasul? Kedua, Sifat
116
JULITINUS HAREFA, M.Th
Universal: Apakah kitab itu secara luas diterima dan
digunakan di gereja-gereja? Ketiga, Isi: apakah pokok
persoalan yang dibahas dalam kitab itu setaraf dengan
Kitab Suci yang sudah dikenal? Keempat,
Pengilhaman: apakah kitab itu memiliki kualitas khusus
yang menyatakan pengilhaman ilahi? Dalam hal ini,
Norman Geisler & Ron Brooks menuliskan lima
pertanyaan yang telah diajukan gereja untuk menerima
atau menolak apakah suatu kitab bersifat kanonik atau
tidak, dan penulis mengutip penjelasan beliau tanpa
mengeditnya sebagaimana yang di paparkan di bawah
ini:
a. Apakah Alkitab itu ditulis oleh nabi Allah?
Dalam Ulangan 18:18 memberitahukan kita
bahwa hanya nabi Allah yang menyatakan Firman
Allah. Itulah cara yang digunakan Allah untuk
menyatakan diri-Nya (Ibr. 1:1). Dan dalam 2 Petrus
1:20-21 menjamin kita bahwa Alkitab hanya ditulis
oleh hamba Allah.
b. Apakah penulis diteguhkan oleh tindakan Allah?
Dalam Ibrani 2:3-4 memberikan ide kepada
kita bahwa kita harus mengharapkan peneguhan
ajaib dari orang yang berbicara bagi Allah. Musa
mengubah tongkatnya menjadi ular, Yesus
mengalami kebangkitan, dan
rasul-rasul
117
JULITINUS HAREFA, M.Th
meneruskan mujizat Yesus, semua menegaskan
bahwa pesan mereka berasal dari Allah. Banyak
dari nabi itu nubuatnya digenapi tidak lama setelah
nubuat dinyatakan untuk meneguhkan otoritas
mereka.
c. Apakah kitab itu mengatakan kebenaran tentang
Allah?
Sekalipun kami atau seorang malaikat dari
surga yang memberitakan kepada kamu suatu injil
yang berbeda dengan Injil yang telah kami
beritakan kepadamu, terkutuklah dia (Gal. 1:8).
Kecocokan dengan semua penryataan sebelumnya
sangat penting. keputusan ini juga menghapuskan
nubuat palsu yang dibuat dengan nama Allah (Ul.
18:22).
d. Apakah Kitab itu memiliki kuasa Allah?
Tulisan apapun yang tidak menunjukkan
kuasa Allah yang mengubahkan dalam kehidupan
para pembacanya bukan berasal dari Allah. “Sebab
firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari
pedang bermata dua mana pun” (Ibr. 4:12).
e. Apakah Kitab itu diterima oleh umat Allah?
Paulus bersyukur kepada Jemaat di
Tesalonika yang menerima pesan rasul-rasul
118
JULITINUS HAREFA, M.Th
sebagai firman Allah (1 Tes. 2:13). Norma yang
digunakan adalah umat Allah, maksudnya
mayoritas umat Allah dan bukan sekedar
sekelompok kecil saja, yang pada mulanya
menerima firman Allah sedemikian. Gulungan
Kitab Musa segera ditempatkan ke dalam tabut
perjanjian (Ul. 31:24-26) dan tulisan Yosua
ditambahkan dengan cara yang sama (Yos. 24:26),
demikian pula tulisan Samuel (1 Sam. 10:25).
Yermia dikenal sebagai nabi pengutip karena ia
mengutip begitu banyak dari nabi-nabi lain yang
telah menulis hanya beberapa tahun sebelum dia,
yang menunjukkan bahwa tulisan mereka telah
diterima secara luas. Daniel dipandang mempelajari
Kitab Yermia dalam waktu 50 tahun setelah Kitab
itu ditulis (Dan. 9:2). Perjanjian Baru juga
menunjukkan penerimaan yang sama dalam hal
Petrus menyebut tulisan Paulus sebagai kitab suci
(2 Ptr. 3:15-16) dan Paulus mengutip Lukas
bersamaan dengan perikop dari Taurat (1 Tim.
5:18). Kita juga sadar bahwa surat-surat Paulus
beredar di antara gereja-gereja (Kol. 4:16; 1 Tes.
5:27). Ini mungkin permulaan pengumpulan kitab
untuk kanon Perjanjian Baru. Meskipun beberapa
kitab belakangan diperdebatkan, penerimaan
mereka sejak awal berbicara dengan kuat untuk
119
JULITINUS HAREFA, M.Th
mendukung dimasukkannya kitab itu dalam
Alkitab.
7. Tanggapan Gereja-Gereja Mengenai Kanon
Alkitab
Gereja Katolik mengakui pengkanonan Alkitab
sebagai suatu proses yang dipengaruhi oleh Roh
Kudus dan dipimpin oleh gereja sebagai otoritas yang
diberikan oleh Kristus. Gereja Katolik percaya bahwa
pengakuan terhadap Alkitab sebagai kanon dihasilkan
melalui tradisi gerejawi yang diturunkan dari zaman
para rasul, yang mempertahankan kesinambungan
ajaran dan praktik gereja. Gereja Katolik juga
mengakui bahwa seluruh kitab dalam Alkitab, baik
Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, diilhami
oleh Roh Kudus dan memiliki otoritas ilahi. Selain itu,
Gereja Katolik juga mengakui pentingnya interpretasi
Alkitab yang tepat dan kontekstual, serta pemahaman
yang tepat tentang isi Alkitab, yang dipandang sebagai
jalan untuk memahami kehendak Allah.
Oleh karena itu, gereja mengajarkan bahwa
interpretasi Alkitab seharusnya dilakukan dengan
mengacu pada pengajaran dan tradisi gereja, termasuk
katekisme, pengajaran para Bapa Gereja, dan
dokumen-dokumen gerejawi. Dalam hal ini, Gereja
Katolik membedakan antara makna literal dan makna
spiritual dalam Alkitab, dan memandang bahwa
120
JULITINUS HAREFA, M.Th
keduanya harus dihargai dan dipelajari secara bersamasama.
Gereja Katolik juga mengajarkan bahwa
pengakuan Alkitab sebagai sumber otoritas ilahi tidak
mengesampingkan peran penting Gereja sebagai
otoritas yang menerapkan ajaran Kristus dan
mewujudkan kehendak Allah dalam kehidupan umat
beriman.
a. Gereja Katolik Roma
Pada dasarnya kanon Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru yang sekarang dipakai diterima
sebelumnya. Tetapi GKR masih belum puas
dengan penetapan kanon yang cukup pendek
tersebut. Itulah sebabnya GKR mengadakan konsili
Tren (8 April 1546) untuk memasukkan kitab-kitab
Apokripa Perjanjian Lama sebagai kanon kedua
(deuterokanonika). Gereja Katolik menambahkan
kitab apokrifa (atau deuterokanonika) ke dalam
kitab sucinya karena mereka merasa bahwa kitabkitab
tersebut memiliki nilai rohani dan teologis
yang penting. Gereja Katolik percaya bahwa kitabkitab
apokrifa tersebut telah diakui sebagai bagian
dari Kitab Suci oleh gereja perdana dan dianggap
sah dan dapat dipakai dalam pengajaran gereja,
meskipun kemudian dianggap kontroversial oleh
beberapa orang pada masa Reformasi Protestan.
121
JULITINUS HAREFA, M.Th
Beberapa alasan yang diutarakan oleh
Gereja Katolik mengapa kitab-kitab apokrifa harus
dimasukkan ke dalam Kitab Suci antara lain:
Pertama, Gereja Katolik merujuk pada penggunaan
kitab-kitab apokrifa oleh gereja perdana sebagai
salah satu alasan mengapa kitab-kitab tersebut
harus dimasukkan ke dalam Kitab Suci. Kedua,
Kitab-kitab apokrifa dianggap memiliki nilai rohani
dan teologis yang penting dan bermanfaat bagi
umat Kristen. Ketiga, Penambahan kitab-kitab
apokrifa dianggap konsisten dengan tradisi gereja
dan pengakuan iman yang telah diterima oleh
gereja sejak zaman kuno. Keempat, Gereja Katolik
juga berpendapat bahwa isi kitab-kitab apokrifa
dapat diterima secara historis dan bermanfaat bagi
pemahaman kita tentang sejarah bangsa Israel dan
karya Allah di dalam sejarah.
b. Kelompok gereja non-GKR
Pada umumnya gereja-gereja ini (Yunani
Ortodoks, Inggris, Reformasi), menerima
seutuhnya kanon Alkitab baik Perjanjian Lama
maupun Perjanjian Baru, tetapi menolak apokripa
sebagai bagian dari kanon. Kristen Protestan
menolak kitab-kitab apokrifa sebagai kitab yang
diilhami oleh Allah karena beberapa alasan.
Pertama, ada ketidakpastian mengenai asal usul dan
122
JULITINUS HAREFA, M.Th
keaslian kitab-kitab apokrifa. Beberapa di antaranya
tidak ditulis oleh tokoh-tokoh Perjanjian Lama atau
baru ditulis setelah masa Perjanjian Lama, sehingga
tidak memiliki otoritas dan kredibilitas yang sama
dengan kitab-kitab yang diakui sebagai kanon oleh
gereja. Kedua, sebagian besar kitab apokrifa tidak
diakui oleh gereja Kristen perdana pada masa
pengkanonan Kitab Suci, dan tidak pernah
dianggap sebagai bagian dari kanon Perjanjian
Lama. Hal ini berbeda dengan kitab-kitab yang
diakui sebagai kanon, yang telah diterima dan
dihormati oleh gereja selama berabad-abad. Ketiga,
sejumlah kitab apokrifa mengandung doktrindoktrin
yang tidak konsisten dengan ajaran yang
terdapat dalam kitab-kitab Perjanjian Lama yang
diakui.
Sedangkan, Kristen Protestan menganggap bahwa
kitab-kitab apokrifa bukanlah bagian dari Kitab Suci yang
diilhami oleh Allah dan tidak memiliki kewenangan untuk
menetapkan doktrin-doktrin agama Kristen. Namun,
beberapa denominasi Kristen Protestan masih
mempertahankan beberapa kitab apokrifa sebagai bacaan
tambahan yang berguna dalam memperdalam pemahaman
mereka tentang sejarah dan budaya Yahudi pada waktu itu.
123
JULITINUS HAREFA, M.Th
D. RANGKUMAN
† Kanon berasal dari bahasa Yunani dan Ibrani yang
berarti "alat ukur, penggaris" dan "tongkat pengukur".
Awalnya, istilah kanon digunakan untuk merujuk pada
pengakuan iman dalam sejarah gereja. Jadi, istilah
"kanon" dan "kanonikal" merujuk pada standar yang
digunakan untuk mengukur kitab-kitab mana yang
dianggap diilhami atau tidak.
† Pengkanonan Alkitab dibuat oleh peneliharaan Roh
Kudus kepada gereja, dan bukan ditentukan oleh
kesepakatan para
teolog mula-mula. Pusat
pembelajaran tentang kanon Alkitab adalah untuk
menelusuri kitab-kitab yang digunakan oleh para
leluhur sebagai sumber kebenaran. Kitab Suci dihargai
dan dijunjung tinggi bukan karna bentuk fisiknya, tapi
karena isi Kitab Suci bersesuaian dalam segala hal
dengan Yesus Kristus.
† Kanon Perjanjian Lama sudah selesai pada abad ke-5
sebelum Masehi, menurut dua orang sarjana Yahudi,
David Kimchi dan Elias Levita, serta sejarawan
Josephus. Upaya untuk mengaburkan sejarah kanon
tersebut, yang membuat beberapa teolog Kristen
berpendapat bahwa kanon Perjanjian Lama baru
ditutup pada Konsili Jamnia pada tahun 90 Masehi.
Meskipun pertemuan tersebut tidak menetapkan
124
JULITINUS HAREFA, M.Th
kanon Kitab Suci, tetapi membahas Kitab Kidung
Agung dan Pengkhotbah beserta interpretasinya.
† Dalam pertemuan dikonsili Carthago, empat kriteria
dijelaskan untuk menguji kitab-kitab yang termasuk
dalam kanon, yaitu sifat kerasulan, sifat universal, isi,
dan pengilhaman. Selain itu, Norman Geisler dan Ron
Brooks menuliskan lima pertanyaan yang digunakan
gereja untuk menerima atau menolak apakah suatu
kitab bersifat kanonik atau tidak. Pertanyaanpertanyaan
tersebut meliputi apakah kitab itu ditulis
oleh nabi Allah, apakah penulis diteguhkan oleh
tindakan Allah, apakah kitab itu mengatakan
kebenaran tentang Allah, apakah kitab itu memiliki
kuasa Allah, dan apakah kitab itu diterima oleh umat
Allah. Penerimaan umat Allah terhadap kitab-kitab
tersebut menjadi penting karena mayoritas umat Allah
harus menerima firman Allah sedemikian sehingga
kitab itu dianggap sah.
† Gereja Katolik mengakui Alkitab sebagai sumber
otoritas ilahi yang dihasilkan melalui tradisi gerejawi
yang dipengaruhi oleh Roh Kudus dan dipimpin oleh
otoritas gereja yang diberikan oleh Kristus. Gereja
Katolik menganggap seluruh kitab dalam Alkitab,
termasuk Apokrif, memiliki otoritas ilahi. Namun,
gereja membedakan antara makna literal dan spiritual
dalam Alkitab dan mengajarkan bahwa interpretasi
Alkitab seharusnya dilakukan dengan mengacu pada
125
JULITINUS HAREFA, M.Th
pengajaran dan tradisi gereja. Di sisi lain, kelompok
gereja non-Gereja Katolik Roma menerima kanon
Alkitab tetapi menolak apokrif karena beberapa alasan,
termasuk keraguan mengenai asal usul dan keaslian
kitab-kitab apokrif.
E. LATIHAN DAN EVALUASI
Kerjakanlah soal-soal berikut ini:
1. Apa perbedaan pendekatan interpretasi Alkitab
antara Gereja Katolik dengan kelompok gereja
non-Gereja Katolik Roma?
2. Apa saja kriteria yang dijelaskan dalam pertemuan
dikonsili Carthago untuk menguji kitab-kitab yang
termasuk dalam kanon? Dan apa lima pertanyaan
yang digunakan gereja untuk menerima atau
menolak apakah suatu kitab bersifat kanonik atau
tidak? Mengapa penerimaan umat Allah terhadap
kitab-kitab tersebut menjadi penting?
3. Apa yang dimaksud dengan istilah kanon dalam
iman Kristen?
4. Apa yang dimaksud dengan istilah "kanon" dalam
sejarah gereja?
5. Bagaimana pengkanonan Alkitab ditentukan
menurut anda?
126
JULITINUS HAREFA, M.Th
F. DAFTAR REFERENSI
Charles C Ryrie, “Teologi Dasar I, Yogyakarta: ANDI, 2008
Henry C. Thiessen, “Teologi Sistematika,” Malang: Gandum
Mas, 2008
J. I. Packer & Thomas C. Oden, “Satu Iman: Konsensus
Injili,” Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011
Jakob Van Bruggen, Siapa yang Membuat Alkitab, Surabaya:
Momentum, 2002
Leonardo Winarto, “Benarkah Alkitab Wahyu Allah,”
Bondowoso: Publishing Memra, 2012
Paul Enns, “The Moody Handbook of Theology”, Malang:
Literatur SAAT, 2016
William W. Menzies & Stanly M. Horton, Doktrin Alkitab,
Malang: Gandum Mas, 2003
127
JULITINUS HAREFA, M.Th
128
JULITINUS HAREFA, M.Th
BAB 7
TEORI INERANSI ALKITAB
Teori ineransi sangat penting karena kebanyakan orang
Kristen tidak memahami perbedaan antara ketidakbersalahan
Alkitab dalam konteks penyalinannya dengan konteks
ajarannya. Mereka beranggapan istilah inneransi adalah
ketidaksalahan para pengajar dalam menjelaskan Kitab Suci.
Pengetahuan dan pemahaman yang baik dan benar tentang
Inerrancy, merupakan landasan bagi setiap orang Kristen
untuk memegang teguh bahwa Alkitab adalah firman Allah
yang benar, sempurna dan berasal dari Allah yang tidak salah
atau tidak keliru. Jika Allah adalah benar dan tidak bersalah,
maka Alkitab juga tidak ada terdapat kesalahan dan
kekeliruan. Teori “innerancy” memiliki hubugan yang erat
dengan teori-teori yang lain yang meliputi terori “penyataan,”
“pengilhaman,” “kewibawaan,” dan “penerangan.” Menurut
Norman L Geisler pengajaran mengenai “innerancy” Alkitab
merupakan unsur dasar dari kewibawaan Alkitab dan sesuatu
yang diperlukan demi gereja Kristus yang sehat, dalam suatu
usaha memenangkan gereja kembali kepada posisi sejarah.
A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa memiliki kemampuan untuk
mempertahankan keyakinan mereka tentang ineransi
Alkitab dengan mengandalkan argumentasi yang kuat dan
129
JULITINUS HAREFA, M.Th
konsisten berdasarkan dasar-dasar teologis dan prinsipprinsip
hermeneutika.
B.
PENDAHULUAN
Pembelajaran tentang ineransi Alkitab sangat
penting bagi mahasiswa yang tertarik untuk mempelajari
dan memahami Alkitab secara lebih mendalam. Konsep
ineransi Alkitab mengacu pada keyakinan bahwa seluruh
isi Alkitab, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru,
diilhami oleh Roh Kudus dan, oleh karena itu, adalah
otoritatif dan kebenaran yang mutlak. Tujuan dari
pembelajaran ineransi Alkitab adalah untuk membantu
mahasiswa memiliki pemahaman yang lebih baik tentang
Alkitab, mengembangkan kepercayaan yang kokoh
terhadap keandalan dan kebenaran Alkitab, serta mampu
menerapkan prinsip-prinsip hermeneutika yang benar
untuk memahami Alkitab dengan benar.
C. PEMAPARAN MATERI
Materi yang disajikan dalam bagian ini adalah
terkait dengan pengakuan Kristen
terhadap
ketidakbersalahan Alkitab. Pembelajaran ini mencangkup
penyataan umat Kristen yang memberikan informasi yang
130
JULITINUS HAREFA, M.Th
tepat mengenai aspek moral dan kerohanian serta dimensi
konteks sejarah, lokasi geografis, serta fakta-fakta ilmiah.
1. Pengertian
Istilah "ketaksalahan Alkitab" diterjemahkan
dari kata bahasa Inggris "inerrancy" yang berasal dari
bahasa Latin "innerratum" yang berarti "ketidakadaan
kesalahan". Istilah yang sama dengan "inerrant" yang
berarti tidak dapat salah. Perlu diketahui bahwa
menurut Feinberg, istilah "inerrancy" seolah-olah
merupakan transliterasi dari kata Latin "inerration"
bentuk partisip dari kata kerja "innerro", namun
sebenarnya bukan. Kata yang lebih tepat dalam bahasa
Latin adalah "innerratum", tetapi kata "inerrancy"
sinonim dengan kata "infallibles" yang berarti tidak
dapat keliru. Lindsell menggunakan kedua kata
tersebut secara bergantian untuk membicarakan pokok
mengenai Alkitab, dalam hal dapat dipercaya,
berwibawa, dan sebagainya. Di kalangan para teolog
Kristen, istilah "inerrancy" sering diperdebatkan dengan
istilah "infallibility", yang memiliki arti bahwa Alkitab
tidak mungkin menyesatkan karena semua ajarannya
adalah kebenaran (tidak melawan ajaran moral).
Sedangkan, penekanan pada "inerrancy" adalah kualitas
bebas kesalahan tulisan dan data yang ada di dalam
Alkitab. William W. Menzies & Stanley M. Horton
memberikan penjelasan mengenai penggunaan kedua
131
JULITINUS HAREFA, M.Th
kata tersebut, dengan mengatakan bahwa "inerrancy"
(bebas dari kesalahan) dan "infallibility" (tak mungkin
bersalah) memiliki makna hampir sama. Jika ada
perbedaan dalam nuansa pengertian di antara kedua
istilah tersebut, maka "inerrancy" menekankan sifat
Alkitab yang selalu mengatakan yang sebenarnya,
sedangkan "infallibility" menekankan sifat layak
dipercaya dari Alkitab. Jadi, penggunaan kedua kata
tersebut saling melengkapi namun dapat dibedakan
berdasarkan fungsinya masing-masing.
2. Defenisi Ineransi
Paul D. Feinberg memberikan definisi yang
sangat jelas mengenai "inerrancy" yang dapat diartikan
sebagai tidak adanya kesalahan di dalam Alkitab.
Menurutnya, hal ini berarti bahwa apabila semua fakta
dalam tulisan asli Alkitab diketahui dan ditafsirkan
dengan benar, maka segala sesuatu dalam Alkitab akan
terbukti benar secara keseluruhan, baik itu doktrin,
moralitas, sosial, fisik, maupun ilmu pengetahuan.
Sedangkan menurut E.J. Young, definisi yang paling
tepat untuk "inerrancy" adalah bahwa Alkitab memiliki
kualitas yang bebas dari kesalahan. Hal ini
menunjukkan bahwa secara teologis, Alkitab tidak
mungkin salah karena Firman Allah yang diilhamkan
pada manusia merupakan karya Allah yang sempurna
dan tidak mungkin salah. Sebagai pribadi yang tidak
132
JULITINUS HAREFA, M.Th
saling berkontradiksi dengan ajaran-Nya dalam seluruh
tulisan Alkitab, Allah menunjukkan ketidakmungkinan
kesalahan di dalam Alkitab sebagai Firman-Nya.
3. Penggunaan Istilah Ineransi
Penggunaan istilah ineransi tidak terdapat di
dalam Akitab, melaikan suatu pemikiran yang logis atas
tindakan pengilhaman Alkitab. Dengan mengakui
bahwa Allah adalah satu-satunya pengarang Agung
dibalik Alkitab, maka mustahil terjadi suatu kesalahan
di dalamnya (Ibr. 6:13). Sehingga penempatan konsep
ketidaksalahan terhadap Alkitab merupakan upaya
apologetika bagi para pengkritik naskah-naskah
Alkitab. Dalam hal ini, Millard J. Erickson
menceritakan sebuah pengalamannya mengenai sikap
orang-orang yang tidak mengindahkan konsep ineransi
Alkitab. Beliau mengatakan, terdapat cukup banyak
bukti bagi teolog, golongan atau aliran teologi yang
berusaha meninggalkan doktrin ini, biasanya
meninggalkan doktrin-doktrin yang lain, seperti
keilahian Yesus atau Trinitas. Penyangkalan terhadap
ineransi Alkitab berdampak pada karakter Allah, natur
Allah sesungguhnya yang dipertaruhkan. Dengan
berasumsi bahwa Alkitab mempunyai kesalahan,
dengan dimikian mengatakan bahwa Allah dapat
melakukan kesalahan. Atau dengan berkesimpulan
tulisan di dalam Alkitab bertolak belakang, maka itu
133
JULITINUS HAREFA, M.Th
berarti mengatakan kalau Allah tidak dapat bekerja
tanpa salah. Jadi, pada hakekatnya konsep inerasi
Alkitab menjadi dasar pengajaran umat Kristen
meyakini Alkitab sebagai Firman Allah, namun
menjadi suatu kata asing ketika dinyatakan dalam
sebuah istilah yang baku, apalagi dijadikan sebagai
doktrin kekristenan.
4. Teori Ineransi Alkitab Kaum Injili
Teori ineransi Alkitab dipercayai oleh banyak
orang Kristen sebagai dasar pengajaran bahwa Alkitab
adalah Firman Allah yang tidak dapat salah dan
sepenuhnya dapat dipercayai dalam setiap hal yang
diajarkan, baik dalam doktrin, moralitas, sosial, fisik,
atau ilmu pengetahuan. Orang Kristen yang
mempercayai teori ineransi Alkitab meyakini bahwa
Allah adalah pengarang sejati Alkitab dan bahwa
Alkitab adalah produk dari pengilhaman-Nya, sehingga
kesalahan dan ketidakakuratan tidak mungkin terjadi di
dalamnya. Percaya pada ineransi Alkitab juga menjadi
dasar bagi orang Kristen untuk mempelajari, mengerti,
dan mengambil petunjuk dari Alkitab dalam menjalani
hidup mereka sehari-hari. Teori ineransi Alkitab
sebagai sarana untuk menjaga integritas dan
konsistensi karakter Allah, sehingga memberikan
keyakinan pada orang Kristen bahwa Allah adalah
Allah yang sempurna dan tidak akan melakukan
134
JULITINUS HAREFA, M.Th
kesalahan. Namun, penting untuk dicatat bahwa
pandangan ineransi Alkitab tidak dipegang oleh semua
orang Kristen. Beberapa orang Kristen mengambil
pendekatan yang lebih liberal dan menganggap Alkitab
sebagai buku sejarah dan literatur yang dapat
diinterpretasikan secara bebas. Meskipun demikian,
teori ineransi Alkitab tetap menjadi pandangan yang
dominan di kalangan banyak orang Kristen yang
mempercayai bahwa Alkitab adalah Firman Allah yang
tidak dapat dipertanyakan dan harus dipegang dengan
sungguh-sungguh.
Konsep ineransi menjadi salah kaprah
dikalangan para teolog Indonesia karena menempatkan
istilah ineransi pada salinan dan terjemahan Alkitab.
Memang tidak dapat disangkal di dalam Alkitab
terdapat laporan-laporan yang berbeda, meskipun
membicarakan tema yang sama. Dengan demikian,
para pengkritik Alkitab mendapat alasan yang kuat
untuk mengatakan bahwa Alkitab penuh dengan
kesalahan dan kekeliruan. Biasanya kesalahan dan
kekeliruan tersebut dilihat dari ketidakseuaian
informasi yang diberikan Alkitab, seperti:
ketidaksesuaian dalam jumlah bilangan, lokasi, sejarah,
nubuatan dan ilmu pengetahuan. Tatapi juga tidak
dilupakan bahwa naskah Alkitab yang diterima hari ini,
merupakan salinan-salinan dari tulisan aslinya.
Sedangkan konsep ineransi yang dimaksud disini, tidak
135
JULITINUS HAREFA, M.Th
ditempatkan pada salinan dan terjemahan Alkitab
melainkan pada tulisan aslinya.
Paul Enns mengatakan ineransi meliputi
manuskrip yang asli, kemudian James Montgomery
Boice mengatakan bahwa inneransi berdasarkan fakta
yang diketahui dalam tulisan aslinya, apabila ditafsirkan
dengan benar akan menunjukkan sepehuhnya benar
dalam setiap pengajarannya, baik pengajaran yang
berkaitan doktrin, sejarah, ilmu pengetahuan, geografi,
geologi atau disiplin lain dan pengetahuan lain.
Meskipun demikian, konsep ineransi tidak meniadakan
salinan-salinan Alkitab hari ini, karena Alkitab sendiri
mengindikasikan bahwa salinan-salinan dapat secara
setia merefleksikan teks asli dan oleh karena itu tetap
mimiliki otoritas. Jadi, Bagi Kaum Injili pertentanganpertentangan
yang dituduhkan kepada Alkitab
bukanlah suatu ketidaksesuaian Alkitab, tetapi itu
adalah kesukaran-kesukaran yang harus dipecahkan.
Sebab kalau di dalam Alkitab tidak ada kesukarankesukaran,
maka
ia
bukanlah
Firman
Tuhan.
5.
Dasar Alkitabiah Teori Ineransi Alkitab
Pada dasarnya, teori ineransi Alkitab didasarkan
pada keyakinan bahwa Alkitab merupakan kumpulan
tulisan-tulisan yang diilhamkan oleh Allah dan ditulis
oleh manusia yang diarahkan oleh Roh Kudus. Teori
ineransi Alkitab diperkuat memperkuat dengan teks-
136
JULITINUS HAREFA, M.Th
teks Alkutab, seperti: di dalam Surat Ibrani 6:13 yang
menyatakan bahwa karena Allah adalah yang
mengucapkan sumpah, maka tidak ada yang lebih
tinggi dari-Nya dan tidak mungkin Ia melakukan
kesalahan atau kekeliruan. Kemudian, 2 Timotius 3:16
juga menjadi dasar dalam membangun teori ineransi
Alkitab karena menyatakan bahwa seluruh Kitab Suci
diilhamkan oleh Allah dan bermanfaat untuk
mengajarkan, memperingatkan, membenarkan, dan
melatih dalam kebenaran. Dalam hal ini, teori ineransi
Alkitab melihat Alkitab sebagai suatu kesatuan yang
utuh dan tidak dapat dipisahkan antara bagian satu
dengan yang lainnya. Oleh karena itu, setiap
pengajaran dalam Alkitab disebut kebenaran mutlak
yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Secara
keseluruhan, dasar-dasar alkitabiah yang membangun
teori ineransi Alkitab adalah keyakinan bahwa Alkitab
merupakan Firman Allah yang diilhamkan dan
diwahyukan kepada manusia, dan bahwa Alkitab tidak
mengandung kesalahan atau kekeliruan karena
kebenaran dan otoritas Alkitab berasal dari Allah
sendiri.
6. Bukti Ketidaksalahan Alkitab
Pembuktian bahwa Alkitab tidak salah hanya
dapat dilakukan melalui karakter Allah, dan tidak dapat
dicari di luar dari sifat-sifat-Nya. Hal ini disebabkan
137
JULITINUS HAREFA, M.Th
oleh fakta bahwa proses penulisan Alkitab didasarkan
pada pengilhaman dari Allah. Oleh karena itu, tidak
ada teori apapun yang dapat memberikan kepastian
mengenai ketepatan penulisan Alkitab. Sebagai dasar
dari keyakinan Alkitab, hal ini dijelaskan dalam
penjelasan berikut ini:
1. Sifat Moral Allah Menjamin Ineransi Alkitab
Sifat moral Allah menjamin kebenaran
Alkitab karena tidak mungkin Allah yang adalah
kebenaran meniupkan firman yang salah (Tit. 1:2;
Bil. 23:19). Meskipun para pengkritik menganggap
bahwa Perjanjian Lama penuh dengan kekeliruan,
pernyataan Yesus menjadi sumber yang lebih dapat
dipercaya dibandingkan dengan para teolog
modern. Yesus mengakui kebenaran Perjanjian
Lama saat mengajar dan menyatakan bahwa Adam
dan Hawa diciptakan oleh Allah (Mat. 19:3-5; Mar.
10:6-8), peristiwa air bah pada zaman Nuh benarbenar
terjadi (Mat. 24:38-39; Luk. 17:26-27), dan
penghancuran Sodom dan Gomora serta kisah Lot
dan istrinya adalah sejarah yang benar (Mat. 10:15;
Luk. 17:28-29). Yesus juga menerima peristiwa
Yunus dalam perut ikan sebagai fakta sejarah (Mat.
12:40). Selain itu, Yesus juga membenarkan
kekekalan Firman Allah (Mat. 5:17-18) dan datang
ke dunia untuk memenuhi janji Allah dalam kitab-
138
JULITINUS HAREFA, M.Th
kitab suci, bukan untuk menghapus hukum Taurat
atau kitab para nabi. Oleh karena itu, Alkitab yang
mengandung janji Allah dijamin tidak memiliki
kesalahan.
2. Sifat Kenabian/Kerasulan Penulis Menjamin
Ineransi Alkitab
Sifat
kenabian/kerasulan
penulis
memberikan bukti ineransi Alkitab, baik itu penulis
Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Mereka
adalah orang-orang kepercayaan Allah yang tidak
mungkin
melakukan kesalahan
dalam
menyampaikan pesan Allah kepada manusia. Sebab
jika ada penulis yang menyampaikan pesan Allah
dan menyimpang dari maksud Allah, maka mereka
akan kena hukuman (Gal. 1:6-10). Demikian pula,
sifat penerimaan gereja mula-mula. Pada waktu
kanon Perjanjian Baru belum terbentuk, beredar
juga tulisan-tulisan atau ajaran-ajaran yang tampil
kepermukaan. Hal ini menimbulkan sikap hati-hati
dari gereja dalam menerima dan memakai tulisantulisan
itu
sebagai
standar
ajaran.
3.
Konsistensi Dengan Fakta Sejarah Dan Ilmiah
Konsistensi dengan fakta sejarah dan ilmiah:
Alkitab memiliki banyak pernyataan yang terkait
dengan sejarah dan ilmu pengetahuan, seperti
139
JULITINUS HAREFA, M.Th
sejarah peradaban Mesir kuno, keberadaan kotakota
di Timur Tengah, dan sejarah penyebaran
agama Kristen. Banyak dari pernyataan ini telah
terbukti kebenarannya melalui penelitian arkeologi
dan sumber-sumber sejarah lainnya. Konsistensi
internal: Meskipun Alkitab terdiri dari 66 buku
yang ditulis oleh banyak penulis selama berabadabad,
Alkitab tetap konsisten dalam mengajarkan
doktrin-doktrin dasar seperti tentang Allah, dosa,
keselamatan, dan lain-lain.
4. Nubuat Dan Penggenapannya
Nubuat dan pemenuhannya: Alkitab berisi
banyak nubuat yang diucapkan oleh para nabi
dalam Perjanjian Lama dan Yesus dalam Perjanjian
Baru, yang kemudian dipenuhi secara akurat.
Contohnya termasuk nubuat tentang kedatangan
Mesias, kematian-Nya dan kebangkitan-Nya.
Kesaksian Yesus: Yesus memuji Alkitab dan
mengakui kebenaran dan otoritasnya. Ia
menggunakan Alkitab sebagai dasar untuk
mengajar dan membenarkan kepercayaan-Nya.
140
JULITINUS HAREFA, M.Th
D. RANGKUMAN
† Dalam teori ineransi, Alkitab adalah firman Allah yang
benar, sempurna, dan tidak keliru. Teori ineransi juga
memiliki hubungan erat dengan teori-teori lain seperti
"penyataan," "pengilhaman," "kewibawaan," dan
"penerangan."
† Istilah "ketaksalahan Alkitab" atau "inerrancy" dalam
bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin "innerratum"
yang berarti "ketidakadaan kesalahan". Istilah ini sering
diperdebatkan dengan istilah "infallibility", yang artinya
Alkitab tak mungkin menyesatkan karena semua
ajarannya adalah kebenaran. Istilah "inerrancy"
menekankan sifat Alkitab yang selalu mengatakan yang
sebenarnya, sedangkan "infallibility" menekankan sifat
layak dipercaya dari Alkitab. Kedua istilah ini saling
melengkapi dan dapat dibedakan berdasarkan
fungsinya masing-masing.
† Konsep ineransi Alkitab adalah pemikiran logis atas
tindakan pengilhaman Alkitab, dengan mengakui
bahwa Allah adalah satu-satunya pengarang Agung
dibalik Alkitab, maka mustahil terjadi suatu kesalahan
di dalamnya. Penyangkalan terhadap ineransi Alkitab
dapat berdampak pada karakter Allah
† Konsep ineransi tidak ditempatkan pada salinan dan
terjemahan Alkitab melainkan pada tulisan aslinya, dan
mencakup manuskrip yang asli. Meskipun Alkitab
141
JULITINUS HAREFA, M.Th
memiliki salinan-salinan, tetap memiliki otoritas karena
Alkitab sendiri mengindikasikan bahwa salinan-salinan
dapat secara setia merefleksikan teks asli.
Pertentangan-pertentangan yang dituduhkan kepada
Alkitab bukanlah suatu ketidaksesuaian Alkitab, tetapi
itu adalah kesukaran-kesukaran yang harus dipecahkan.
† Teori ineransi Alkitab didasarkan pada keyakinan
bahwa Alkitab diilhamkan oleh Allah dan ditulis oleh
manusia di bawah arahan Roh Kudus, sehingga
seluruh isi Alkitab sebagai kebenaran yang mutlak dan
tidak mengandung kesalahan. Teori ineransi Alkitab
melihat Alkitab sebagai kesatuan yang utuh dan setiap
pengajaran dalam Alkitab sebagai kebenaran mutlak
yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Dasar-dasar
alkitabiah yang membangun teori ineransi Alkitab
adalah keyakinan bahwa Alkitab merupakan Firman
Allah yang diilhamkan dan diwahyukan kepada
manusia, dan bahwa Alkitab tidak mengandung
kesalahan atau kekeliruan karena kebenaran dan
otoritas Alkitab berasal dari Allah sendiri.
† Ada beberapa alasan yang mendukung keyakinan
Alkitab tidak salah, yaitu sifat moral Allah yang
menjamin ineransi Alkitab, sifat kenabian/kerasulan
penulis yang memberikan bukti ineransi Alkitab,
konsistensi dengan fakta sejarah dan ilmiah, nubuat
dan penggenapannya, serta kesaksian Yesus yang
memuji dan mengakui kebenaran dan otoritas Alkitab.
142
JULITINUS HAREFA, M.Th
E. LATIHAN DAN EVALUASI
1. Apa yang dimaksud dengan istilah "inerrancy" dan
bagaimana istilah tersebut dibedakan dari istilah
"infallibility" dalam konteks Alkitab?
2. Apa definisi "inerrancy" menurut Paul D. Feinberg
dan E.J. Young dan bagaimana mereka menjelaskan
alasan mengapa Alkitab dianggap tidak memiliki
kesalahan?
3. Apa alasan yang mendukung keyakinan bahwa Alkitab
tidak salah?
4. Apa itu teori ineransi Alkitab dan bagaimana dasardasar
alkitabiah
membangun
teori
tersebut?
5.
Apa dampak yang bisa terjadi apabila seseorang
menyangkal konsep ineransi Alkitab menurut kalimat
ini?
F. DAFTAR REFERENSI
Paul Enns, “The Moody Handbook of Theology”, Malang:
Literatur SAAT, 2016
Arnold Tindas, “Apakah Innerancy Alkitab itu?,” Manado:
Sinode Gereja Masehi, 1993
Millard J. Erickson, “Teologi Kristen (Volume Satu)”, Malang:
Gandum Mas, 2014
Norman L. Geisler, “Innerancy,” Grand Rapids, Michigan
Zondevan, 1980
143
JULITINUS HAREFA, M.Th
Paul D. Feinberg, “The Meaning of Innerancy”, Grand
Rapisd, Michigan Zondervan, 1980
Harold Lindsell, “The Battle for the Bible,” Grand Rapids:
Zondervan, 1976
William W. Menzies & Stanley M. Horton, “Doktrin
Alkitab,” Malang: Gandum Mas, 2003.
144
JULITINUS HAREFA, M.Th
BAB 8
TEORI KEWIBAWAAN ALKITAB
Kewibawaan Alkitab menimbulkan kontroversi di
kalangan masyarakat karena ada orang yang menyalahgunakan
kewibawaan tersebut secara sewenang-wenang. John Cavin
menyatakan bahwa deskripsi masalah kewibawaan Alkitab
memerlukan kajian yang teliti karena terdapat kekeliruan yang
menempatkan kewibawaan Kitab Suci tergantung dari
persetujuan gereja. Di era post-modernisme, kewibawaan
Alkitab ditempatkan tergantung pada rasionalisme, sedangkan
di era millenial, para teolog menempatkan kewibawaan
Alkitab dari hasil eksegesis dengan mengklaim sebagai teolog
biblikal. Namun, kewibawaan Alkitab tidak ditentukan oleh
penilaian manusia atau lembaga organisasi, melainkan
didasarkan pada pribadi Allah yang berada di belakang
penulisan Alkitab.
Allahlah yang berdaulat atas soal-soal keagamaan dan
Dialah yang memberikan kewibawaan pada Alkitab. Oleh
karena itu, Alkitab memiliki sifat kewibawaan Allah karena
diilhamkan oleh Allah. Gereja-gereja Reformasi berpandangan
bahwa gereja berada di bawah otoritas atau kewibawaan
Alkitab, dan gereja mendirikan doktrinnya berdasarkan
kebenaran Alkitab. Penerimaan orang percaya akan
kewibawaan Alkitab didasarkan pada iman, bukan datang dari
manusia itu sendiri. Oleh karena itu, dalam membicarakan
kewibawaan Alkitab, yang terpenting adalah memperhatikan
145
JULITINUS HAREFA, M.Th
apakah ada tokoh, lembaga, atau dokumen tertentu yang
memiliki hak untuk mengatur kepercayaan dan kegiatan dalam
soal-soal keagamaan, dan dalam perspektif orang Kristen,
Allahlah yang berdaulat atas hal-hal itu.
A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa mampu memahami bahwa kewibawaan
Alkitab didasarkan pada sifat kewibawaan Allah, bukan
penilaian manusia atau lembaga organisasi. Mahasiswa
mampu memahami bahwa kewibawaan Alkitab menjadi
kontroversial di kalangan masyarakat umum karena adanya
orang-orang tertentu yang menyalahgunakan kewibawaan
tersebut secara sewenang-wenang.
B. PENDAHULUAN
Alkitab merupakan sumber kebenaran bagi umat
Kristen, namun, kewibawaan Alkitab kerap menjadi
kontroversi di kalangan masyarakat umum. Oleh karena
itu, menjaga kewibawaan Alkitab menjadi sangat penting
bagi umat Kristen. Hal ini tidak hanya bertujuan untuk
memperkuat kepercayaan umat Kristen terhadap kitab
suci, tetapi juga untuk menunjukkan bahwa Alkitab adalah
sumber kebenaran yang dapat diandalkan. Dalam menjaga
kewibawaan Alkitab, diperlukan kajian yang teliti dan
objektif terhadap isi Alkitab. Kajian tersebut harus
146
JULITINUS HAREFA, M.Th
dilakukan dengan memperhatikan konteks sejarah, budaya,
dan teologi yang mendasari penulisan Alkitab. Selain itu,
diperlukan juga pemahaman yang baik terhadap ajaranajaran
Alkitab
dan
penerapannya
dalam
kehidupan
seharihari.
Dalam
hal ini, umat Kristen perlu mengambil
peran aktif dalam menjaga kewibawaan Alkitab, baik
dalam praktik keagamaan maupun dalam kehidupan sosial.
Sebagai umat yang percaya kepada Alkitab, kita perlu
memperlihatkan prilaku dan sikap yang konsisten dengan
ajaran-ajaran Alkitab, serta menghindari penggunaan
kewibawaan Alkitab secara tidak benar. Dalam
kesimpulannya, menjaga kewibawaan Alkitab bukanlah
tugas yang mudah, tetapi merupakan tanggung jawab yang
harus diemban oleh setiap umat Kristen. Dengan menjaga
kewibawaan Alkitab, umat Kristen dapat memperkuat
kepercayaan dan keyakinan terhadap kitab suci yang
dianggap sebagai sumber kebenaran bagi umat Kristen.
C. PEMAPARAN MATERI
Materi yang disajikan dalam bagian ini berkaitan
dengan otoritas kebenaran yang tercantum dalam Alkitab,
yang berfungsi sebagai pedoman hidup baik dalam konteks
kehidupan didunia saat ini maupun dalam konteks pada
masa yang akan datang.
147
JULITINUS HAREFA, M.Th
1. Pengertian
Kata kewibawaan atau otoritas berasal dari
bahasa latin "auctor", yang berarti pengatur, pencipta,
sumber, atau pengarang. Dalam Alkitab, kewibawaan
Alkitab berasal dan bergantung sepenuhnya kepada
kewibawaan Allah, seperti yang dikemukakan oleh G.
C. Van Niftrik dan B.J. Boland. Kewibawaan Allah
berarti kedaulatan dan kuasa Allah untuk memerintah
baik manusia maupun seluruh tatanan ciptaan. Di
dalam Perjanjian Baru, kata dasar untuk kewibawaan
adalah "exousia" yang berasal dari kata kerja "exesti"
yang berarti hukum. Oleh karena itu, kewibawaan
Alkitab berbicara tentang hak Allah untuk menentukan
apa yang harus diimani dan bagaimana orang Kristen
harus berperilaku.
2. Defenisi Kewibawaan
Kewibawaan Alkitab merujuk pada kebenaran
yang memiliki otoritas yang berasal dari Allah untuk
diimani dan mengatur kehidupan moral, pikiran, dan
perilaku. Pengakuan ini tercermin dalam karya J. I.
Packer dan Thomas C. Oden yang berjudul "Satu Iman:
Konsensus Injili", di mana kaum Injili mengakui bahwa
Alkitab merupakan otoritas tertinggi dalam segala hal
yang berhubungan dengan kepercayaan dan perilaku.
Alkitab harus ditempatkan di atas semua penyataan
doktrin Kristen. Dengan demikian, kewibawaan
148
JULITINUS HAREFA, M.Th
Alkitab memainkan peran penting dalam menentukan
pandangan dan tindakan orang Kristen. Jadi,
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan
bahwa kewibawaan Alkitab menurut Kristen adalah
kebenaran yang memiliki otoritas yang bersumber dari
kewibawaan Allah. Di dalam Alkitab, kewibawaan
Allah diekspresikan melalui kata dasar "exousia" yang
berarti hak untuk memutuskan atau kuasa untuk
menyampaikan keputusan. Kewibawaan Alkitab
menentukan apa yang harus diimani dan bagaimana
orang Kristen harus berperilaku, dan diakui sebagai
otoritas tertinggi dalam segala hal yang berkenaan
dengan kepercayaan dan perilaku Kristen.
3. Teori-teori Sumber Kewibawaan Alkitab
Umat Kristen yang memiliki penghargaan tinggi
terhadap kewibawaan Alkitab, tidak berhenti hanya
pada pemahamannya sendiri, seperti yang ditekankan
dalam Amsal 3:3-6. Tetapi terdapat beberapa teori
yang diajukan berdasarkan pembelajaran sebelumnya
tentang sumber kewibawaan Alkitab. Berikut adalah
beberapa teori tersebut:
1. Teori Kewibawaan Ilham
Teori Kewibawaan Inspirasi adalah teori
tentang sumber kewibawaan Alkitab yang
mengemukakan bahwa Alkitab berasal dari
149
JULITINUS HAREFA, M.Th
inspirasi langsung dari Allah dan sebagai karya ilahi
yang sempurna. Allah adalah pengarang utama
Alkitab, sedangkan para penulis hanya merupakan
sarana untuk menuliskan pesan Ilahi. Alkitab
bukanlah karya manusia belaka, melainkan suatu
karya yang terinspirasi langsung oleh Allah. Oleh
karena itu, kewibawaan Alkitab bersumber dari
otoritas dan kebenaran ilahi, bukan dari tradisi atau
pengalaman manusia. Teori kewibawaan inspirasi
sebagai dasar keyakinan dalam memahami Alkitab
sebagai kitab suci yang kudus dan mutlak.
2. Teori Kewibawaan Ineransi
Menurut teori ineransi menyatakan bahwa
Alkitab tidak hanya diilhami oleh Allah, tetapi juga
tidak mengandung kesalahan atau kekeliruan apa
pun dalam semua hal yang berkaitan dengan
keselamatan dan kebenaran yang diperlukan oleh
manusia. Teori Kewibawaan Ineransi adalah teori
yang meyakini bahwa Alkitab adalah ineran
(inerrant), artinya Alkitab bebas dari kesalahan atau
kekeliruan dalam segala hal yang berkaitan dengan
kebenaran yang diwahyukan. Keseluruhan Alkitab
adalah ditulis oleh nabi atau rasul yang diilhami
oleh Allah secara langsung dan oleh karena itu
Alkitab merupakan kumpulan tulisan yang tidak
bisa salah. Alkitab sebagai otoritas tertinggi yang
150
JULITINUS HAREFA, M.Th
mutlak dan berwenang dalam segala hal, termasuk
dalam bidang doktrin, moral, dan etika. Teori
kewibawaan ineransi merupkan pandangan
konservatif atau fundamentalis Kristen.
3. Teori Kewibawaan Infalibilitas
Teori kewibawaan Infalibilitas artinya bebas
dari kesalahan atau kekeliruan dalam semua
aspeknya, baik dalam hal historis, ilmiah, maupun
teologis. Alkitab benar-benar diilhami oleh Allah
dalam setiap kata-katanya, dan karena itu tidak
mungkin ada kesalahan atau ketidakakuratan di
dalamnya. Allah mengawasi setiap aspek dari
proses penulisan Alkitab, sehingga para penulisnya
menuliskan segala hal yang benar dan akurat. Oleh
karena itu, Alkitab sebagai otoritas tertinggi dalam
segala hal yang berkaitan dengan kepercayaan dan
praktek Kristen. Namun, perlu diingat bahwa tidak
semua denominasi Kristen menganut teori
kewibawaan infalibilitas.
4. Teori Kewibawaan Verbal Plenary
Teori kewibawaan verbal plenary adalah
Alkitab diilhami oleh Allah melalui kata-kata yang
digunakan dalam Alkitab. Artinya, setiap kata yang
tertulis dalam Alkitab sebagai kata-kata yang
diilhami oleh Allah dan oleh karena itu, Alkitab
151
JULITINUS HAREFA, M.Th
sebagai sumber kewibawaan yang mutlak. Selain
itu, seluruh isi Alkitab, baik Perjanjian Lama
maupun Perjanjian Baru, secara keseluruhan
sebagai hasil ilham Tuhan dan tidak ada bagian dari
Alkitab yang dapat dianggap tidak penting atau
tidak memiliki kewibawaan.
4. Teori-teori Kewibawaan Alkitab Di Luar Kaum
Injili
Sekalipun semua orang yang menyatakan diri
sebagai Kristen dan menjadikan Alkitab sebagai dasar
iman dan pedoman dalam kehudupannya. Namun,
tidak semua orang Kristen tersebut menempatkan
otoritas Alkitab pada tempatnya sebagaimana kaum
Injili. Berikut beberapa pandangan yang berbeda
dengan kekristenan yang ortodoks dalam
menempatkan kewibawaan Alkitab, antara lain sebagai
berikut:
1. Kewibaan Kritik Rasional
Paham ini biasanya dipopulerkan oleh
seorang pencinta rasional, bernama Benedict
Spinoza. Beliau argumentasinya didasarkan pada
kritik yang dibangun meliputi prinsip-prinsip
antara lain: Pertama, semua kebenaran dapat
diketahui secara matematika. Kedua, Alkitab berisi
kontradiksi-kontradiksi. Ketiga, Alkitab bukanlah
152
JULITINUS HAREFA, M.Th
pernyataan proposisional. Alkitab hanya berwibawa
dalam hal-hal yang berhubungan dengan agama
dan lain-lain. Bagi para rasionalisme, Alkitab
dianggap memiliki otoritas atau kewibawaan
apabila Alkitab itu bersifat rasional atau masuk
akal. Jika tidak, maka Alkitab harus tunduk pada
akal. Teori ini menganggap Alkitab sebagai karya
manusia yang berasal dari zaman yang berbeda dan
dalam konteks sosial, budaya, dan bahasa yang
berbeda pula. Oleh karena itu, Alkitab harus
dianalisis dengan menggunakan metodologi kritis
dan rasional untuk memahami pesan dan arti yang
terkandung di dalamnya.
2. Kewibawaan Intuisi
Teori Kewibawaan Alkitab secara intuisi
menganggap bahwa kewibawaan Alkitab
bersumber dari pengalaman atau intuisi pribadi
seseorang. Teori ini berpendapat bahwa Alkitab
menjadi kewibawaan karena dianggap sebagai
sumber pengetahuan yang berasal dari Tuhan.
Pendekatan intuisi ini lebih menekankan pada
perasaan atau bisikan dalam hati daripada melalui
akal budi atau analisis rasional. Teori Kewibawaan
Alkitab secara intuisi biasanya dihubungkan dengan
keyakinan para pengikut “Mormon atau Gereja
Yesus Kristus Zaman Akhir”. Para penganut
153
JULITINUS HAREFA, M.Th
Mormon memandang Alkitab sebagai sumber
kebenaran yang berasal dari pengalamanpengalaman
spiritual yang mereka alami secara
pribadi. Dalam pandangan ini, kebenaran Alkitab
bisa berubah-ubah dan bergantung pada
pengalaman spiritual yang sedang dirasakan oleh
individu tersebut. Namun, pandangan ini dikritik
oleh sebagian besar Kristen karena dianggap tidak
memadai sebagai dasar kewibawaan Alkitab yang
seharusnya didasarkan pada kesesuaian ajaranajaran
Alkitab dengan fakta-fakta sejarah dan
kebenaran yang dapat diuji melalui akal dan
rasionalitas.
3. Kewibawaan Tradisi
Teori Kewibawaan Alkitab secara Tradisi
menyatakan bahwa kewibawaan Alkitab bersumber
dari tradisi Gereja Kristen. Menurut pandangan ini,
kewibawaan Alkitab tidak hanya bergantung pada
isi teks yang ada di dalamnya, tetapi juga pada
pengakuan dan interpretasi tradisional yang
dilakukan oleh Gereja Kristen. Dengan kata lain,
Alkitab dianggap kredibel dan memiliki otoritas
karena dipandang sebagai bagian dari warisan
tradisi Gereja Kristen. Menurut teori ini,
kewibawaan Alkitab tidak terletak pada fakta
sejarah atau kebenaran ilmiah yang terkandung di
154
JULITINUS HAREFA, M.Th
dalamnya, melainkan pada kesaksian Gereja
Kristen yang dianggap sebagai lembaga rohani yang
terus menerus dipimpin oleh Roh Kudus dalam
menafsirkan Alkitab. Oleh karena itu, pengakuan
tradisional menjadi sangat penting dalam
menentukan kewibawaan Alkitab. Teori
Kewibawaan Alkitab secara Tradisi banyak dianut
oleh denominasi-denominasi Kristen yang memiliki
tradisi panjang seperti Gereja Katolik Roma,
Gereja Ortodoks Timur, dan Anglikan.
D. RANGKUMAN
† Kewibawaan Alkitab sering menimbulkan kontroversi
karena beberapa orang menyalahgunakannya. John
Calvin mengatakan bahwa masalah kewibawaan
Alkitab memerlukan kajian yang teliti karena banyak
kekeliruan yang membuat kewibawaan Alkitab
bergantung pada persetujuan gereja.
† Dalam era post-modern, kewibawaan Alkitab
didasarkan pada rasionalisme, sedangkan di era
millennial, para teolog mengklaim bahwa kewibawaan
Alkitab berasal dari hasil eksegesis. Namun,
kewibawaan Alkitab sebenarnya didasarkan pada
pribadi Allah yang mengilhami Alkitab, sehingga
Alkitab memiliki sifat kewibawaan Allah. Gereja-gereja
Reformasi berkesimpulan bahwa gereja di bawah
155
JULITINUS HAREFA, M.Th
kewibawaan Alkitab, dan gereja mendirikan doktrinnya
berdasarkan kebenaran Alkitab.
† Umat Kristen yang menghargai kewibawaan Alkitab
tidak hanya berhenti pada pemahaman sendiri, namun
mempertimbangkan beberapa
teori
sumber
kewibawaan Alkitab, yaitu teori kewibawaan ilham,
ineransi, infalibilitas, dan verbal plenary.
† Beberapa teori kewibawaan alkitab di luar kaum Injili,
yakni Pertama, teori kewibawaan kritik rasional.
Kedua, teori kewibawaan intuisi. Ketiga, teori
kewibawaan tradisi.
E. LATIHAN DAN EVALUASI
1. Apa yang menjadi dasar kewibawaan Alkitab menurut
perspektif orang Kristen?
2. Apa saja teori sumber kewibawaan Alkitab yang
dipertimbangkan oleh umat Kristen yang menghargai
kewibawaan Alkitab?
3. Apa yang dimaksud dengan teori kewibawaan ilham,
ineransi, infalibilitas, dan verbal plenary dalam konteks
Alkitab?
4. Apa yang dimaksud dengan kewibawaan Alkitab dan
mengapa Alkitab diakui sebagai otoritas tertinggi
dalam segala hal yang berkenaan dengan kepercayaan
dan perilaku Kristen?
156
JULITINUS HAREFA, M.Th
5. Apa saja teori kewibawaan alkitab di luar kaum Injili
dan bagaimana masing-masing teori tersebut
memandang kewibawaan alkitab?
F. DAFTAR REFERENSI
Donald Guthrie, “Teologi Perjanjian Baru 3”, Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2009
Arnold Tindas, “Apakah Innerancy Alkitab: Ketaksalahan
Alkitab Itu?,” Manado: Sinode Gerja Masehi, 1993
Julitinus Harefa, “Benarkah Aliran Mormon Denominasi
Kristen,” Papua, Penerbit Aseni, 2016
Yohanes Calvin, “Institution: Pengajaran Agama Kriaten,”
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999
Harun Hadiwijono, “Iman Kristen,” Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2012
G. C. Van Niftrik dan B. J. Boland, “Dogmatika Masa Kini,”
Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2010
Arnold Tindas & Thamas Bedjo Oetomo, “Diktat
Bibliologi,” Surabaya: Sekolah Tinggi Teologi Injili
Indonesia-Surabaya, 2008
157
JULITINUS HAREFA, M.Th
158
JULITINUS HAREFA, M.Th
BAB 9
TEORI KEASLIAN ALKITAB
Ketika mempelajari Alkitab, salah satu hal yang
penting untuk dipahami adalah keaslian Alkitab itu sendiri.
Keaslian Alkitab merupakan landasan iman Kristen, dan
menentukan kebenaran isi Alkitab sebagai Firman Tuhan yang
dapat dipercaya. Oleh karena itu, memahami dan
mempertahankan keaslian Alkitab menjadi penting bagi setiap
orang Kristen. Oleh karena itu, memahami dan
mempertahankan keaslian Alkitab menjadi suatu keharusan.
Ada banyak tantangan yang dihadapi dalam mempertahankan
keaslian Alkitab, seperti perbedaan pendapat tentang
interpretasi teks, varian naskah Alkitab, dan kritik akademis
modern terhadap Alkitab. Oleh karena itu, mempelajari
keaslian Alkitab harus dilakukan secara menyeluruh,
mempertimbangkan aspek-aspek seperti keaslian tulisan,
keaslian isi, dan keaslian penulis. Pembelajaran tentang
keaslian Alkitab dapat membantu umat Kristen memperkuat
iman mereka dan juga dapat memperkaya pemahaman mereka
tentang sejarah dan budaya di balik kitab suci Kristen.
A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Melalui studi mengenai keaslian Alkitab, mahasiswa
akan mempelajari bahwa Alkitab memiliki dasar-dasar
yang kuat dalam mempertahankan keasliannya, seperti
159
JULITINUS HAREFA, M.Th
kesesuaian antar-naskah Alkitab, pengaruh Alkitab dalam
sejarah dunia, serta teori-teori yang mempertahankan
keaslian Alkitab. Hal ini menunjukkan bahwa Alkitab
bukanlah fiktif dan memberikan dasar yang kuat bagi
kepercayaan umat Kristen terhadap Alkitab sebagai
Firman Allah yang sahih dan benar.
B. PENDAHULUAN
Tuduhan yang sering dilontarkan oleh orang-orang
non-kristen terkait dengan keaslian Kitab Suci Kristen
(Alkitab) tidak beralasan atau omong kosong belaka. Hal
ini disebabkan oleh tidak adanya bukti fisik yang
menunjukkan adanya Alkitab yang asli selain yang
dipegang oleh umat Kristen. Pengkritik Alkitab model ini
dianggap hanya membuat kegaduhan di dalam umat
Kristen sendiri. Menurut Henry C. Theissen, sebuah Kitab
dikatakan tidak asli lagi jika tidak ditulis pada waktu yang
disebutkan atau oleh penulis yang diakui oleh buku itu
sendiri. Sebuah Kitab disebut ontetik jika mengisahkan
fakta-fakta sesuai dengan apa yang terjadi. Namun, kitab
tersebut dikatakan tidak ontentik lagi bila naskahnya telah
mengalami perubahan dalam cara apapun juga. Para pakar
sejarah, sastra, dan arkeologi telah melakukan penelitian
selama bertahun-tahun terhadap setiap kata demi kata,
kalimat demi kalimat yang terdapat di dalam Alkitab dan
menyatakan bahwa naskah tersebut asli. Oleh karena itu,
160
JULITINUS HAREFA, M.Th
tuduhan-tuduhan tersebut dianggap tidak berdasar dan
keaslian Alkitab dipercayai oleh umat Kristen berdasarkan
hasil penelitian para ahli.
C. PEMAPARAN MATERI
Pemaparan materi pada bagian ini adalah sebuah
pertanggungjawaban seorang Kristen terhadap keaslian
sumber Alkitab. Kajian mengenai keaslian dan integritas
teks Alkitab menjadi krusial untuk memastikan validitas
historis dan teologisnya. Analisis teori keaslian Alkitab
akan memberikan wawasan mendalam mengenai
bagaimana teks-teks suci ini diteruskan dan dipertahankan
sepanjang sejarah.
1. Pengertian
Keaslian Alkitab mengacu pada keaslian atau
keotentikan naskah-naskah asli Alkitab yang ditulis
oleh para nabi, raja, dan rasul-rasul sebelum disalin dan
diterjemahkan ke dalam bahasa lain. Secara teologis,
keaslian Alkitab didasarkan pada keyakinan bahwa
Alkitab itu sendiri mengakui keabsahan dan
keotentikan dirinya sebagai Firman Allah. Misalnya, 2
Timotius 3:16 menyatakan bahwa "Segala tulisan yang
diilhamkan oleh Allah memang bermanfaat untuk
mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk
memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik dalam
161
JULITINUS HAREFA, M.Th
kebenaran." Selain itu, 2 Petrus 1:21 menyatakan
bahwa "Sebab nubuat tidak pernah datang oleh
kehendak manusia, melainkan oleh penggerak Roh
Kudus yang berkata-kata dari atas mereka." Keaslian
Alkitab juga didukung oleh bukti-bukti sejarah dan
arkeologi. Misalnya, teks-teks Alkitab tertua yang
ditemukan pada gulungan-gulungan naskah Laut Mati
menunjukkan kesesuaian yang tinggi dengan teks
Alkitab modern, meskipun terdapat variasi kecil dalam
ejaan dan ketepatan kata. Selain itu, bukti-bukti
arkeologi telah memperkuat banyak peristiwa dan
tokoh yang dicatat dalam Alkitab, menunjukkan
keakuratan sejarah yang tinggi.
2. Defenisi Keaslian Alkitab
Definisi keaslian Alkitab adalah naskah-naskah
asli Alkitab sebelum disalin dan diterjemahkan ke
dalam bahasa lain, yang hakekatnya asli serta juga
penulisnya. Dalam konteks teknis, keaslian mengacu
pada naskah asli Alkitab yang ditulis oleh nabi, raja,
dan rasul-rasul yang dijelaskan dengan nama
penulisnya. Apabila tidak ada nama penulis yang
disebutkan, maka naskah tersebut ditulis oleh orangorang
yang disebutkan dalam tradisi kuno, dan jika
tidak ada tradisi tersebut, maka yang diutamakan
adalah saat penulisan yang disebutkan dalam tradisi
tersebut. Keaslian Alkitab adalah suatu keyakinan dasar
162
JULITINUS HAREFA, M.Th
dalam iman Kristen, yang mengacu pada kepercayaan
bahwa Alkitab yang kita miliki sekarang adalah berasal
dari Tuhan dan bersifat otoritatif dalam menentukan
doktrin dan praktik kekristenan. Pada dasarnya,
keaslian Alkitab berarti bahwa Alkitab bukanlah
sekadar tulisan manusia biasa, tetapi merupakan suatu
wahyu dari Tuhan yang diinspirasikan oleh Roh Kudus
dan dijaga kebenarannya oleh Tuhan melalui waktu
dan sejarah.
3. Alkitab Jauh dari Cerita Fiktif
Alkitab bukan fiktif artinya bahwa isi dari
Alkitab bukanlah hasil dari karya fiksi atau khayalan
manusia belaka, tetapi bersumber dari kisah-kisah
nyata yang terjadi dalam sejarah. Menurut Jakob Van
Bruggen, bila Allah berfirman maka firman-Nya itu
tidak akan sekedar bersifat intervensi yang stimulatif
dalam sejarah, yang hanya berlaku untuk waktu
tertentu yang terbatas tetapi berharga untuk masa-masa
bertikutnya dan berguna bagi mereka yang lahir di
abad-abad mendatang. Alkitab terdiri dari berbagai
macam jenis tulisan, seperti sejarah, nubuat, sastra,
hukum, dan lain-lain. Meskipun jenis tulisannya
beragam, tetapi keseluruhan isi dari Alkitab memiliki
kesatuan yang utuh dan koheren dalam memberikan
pesan-pesan tentang Tuhan dan kehidupan manusia.
Alkitab bukan fiktif karena memiliki keabsahan sejarah
163
JULITINUS HAREFA, M.Th
yang terverifikasi oleh penemuan arkeologi, catatan
sejarah kuno, dan sumber-sumber sejarah lainnya.
4. Alkitab Menurut Ilmu Pengetahuan
Berdasarkan penemuan dari para ilmuan masa
kini semakin menguatkan dan memperjelas kebenaran
data-data yang dituliskan oleh Alkitab, walaupun jarak
antara penulisan dan peristiwa penemuannya sangat
jauh. Seperti misalnya antara lain: Pertama, temuan
para Ilmu Geofisika (Ilmu Bumi): Dalam Yesaya 40:22
dan Amsal 8:27 mengatakan bahwa “bahwa bumi
adalah bulat”. Kedua, temuan para ilmu geofisika
(fisika bumi) membuktikan bahwa bumi berbentuk
bulat. Ketiga, temuan para Ilmu Biologi (Makhluk
Hidup): Dalam Imamat 17:11 menyebutkan bahwa
“darah adalah nyawa”. Hal ini terbukti pada tahun
1616 oleh seorang ahli biologi bernama William
Harvey mengatakan “Karena nyawa makhluk ada di
dalam darahnya. Keempat, temuan para Ilmu
Hindrologi (ilmu tentang air): Dalam kitab Ayub
36:27-29 mengatakan: “Ia menarik ke atas titik-titik air,
dan meletakkan kabut menjadi hujan, yang dicurahkan
oleh mendung, dan disiramkan ke atas manusia.” ayat
ini, terbukti secara ilmiah melalui ilmu hindrologi (ilmu
tentang air) mengukapkan bahwa mekanisme yang
mengagumkan di mana uap air dipadatkan dan dengan
cepat menjadi hujan atau salju, kemudian mengalir
164
JULITINUS HAREFA, M.Th
melalui jaringan air bawah tanah dan sungai menuju
lautan, yang selanjutnya naik keudara melalui
penguapan dan dibawa kembali kedaratan oleh
sirkulasi angin yang besar di lapisan atmofer.
Penemuan para ilmuan di atas telah ditulis oleh Alkitab
ribuan tahun sebelumnya, sehingga menjadi dasar yang
kuat penerimaan akan kebenaran Alkitab. Kelima,
temuan para ilmu astronomi: Dalam Alkitab
menyebutkan adanya banyak bintang (Yer. 33:22; Kej.
22:17), para ilmu astronomi seperti Ptolemy mehitung
bintang ada 1.056 dan Tycho Brahe mencatat ada 777
bintang sedangkan Johannaes mencatat ada 1.005 jika
dijumlahkan 2.838, belum yang tidak terhitung.
5. Bukti-bukti Keaslian Alkitab
Bukti-bukti keaslian Alkitab Kristen bisa dilihat
dari beberapa sisi, diantaranya:
a. Bukti-bukti arkeologi:
Ada banyak penemuan arkeologi yang
mendukung kisah-kisah yang tercatat dalam Alkitab
Kristen, seperti penemuan kota-kota kuno dan
situs-situs di Palestina dan Timur Tengah yang
sesuai dengan kisah-kisah Alkitab. Arkeologi terdiri
dari dua kata Yunani, yaitu "archaios" yang berarti
"tua" atau "kuno" dan "Logos" yang berarti "kata"
atau "studi". Para apologet Kristen modern tidak
165
JULITINUS HAREFA, M.Th
terlepas dari memanfaatkan hasil penemuan
arkeologis untuk membuktikan keakuratan
peristiwa di dalam Alkitab. Millar Burrows dari
Universitas Yale mengakui bahwa ilmu arkeologi
sangat penting dalam menegaskan keotentikan
Alkitab. Namun, implikasi hasil penemuan
arkeologis dalam doktrin Alkitab bukanlah
membuktikan bahwa Alkitab adalah Firman Allah.
Sebaliknya, hasil penemuan arkeologis dapat
membuktikan bahwa kejadian tertentu sesuai
dengan zaman dari mana ia berasal. Arkeologi
memperkaya pengetahuan kita tentang latar
belakang perikop-perikop Alkitab, baik dari segi
ekonomi, sosial, politik, maupun budaya. Selain itu,
arkeologi juga memberikan sumbangan dalam
pemahaman kita tentang agama-agama lain yang
ada di sekitar bangsa Israel.
Dalam buku "Arkeologi dan Sejarah Alkitab"
karya Joseph P. Free menjelaskan bahwa arkeologi
memberikan kontribusi
penting dalam
mengklarifikasi teks Kitab Suci dan memberikan
sumbangan yang berharga dalam penafsiran
Alkitab. Selain itu, arkeologi juga telah menguatkan
banyak bagian dari Alkitab yang sebelumnya
ditolak oleh para kritikus karena dianggap tidak
sesuai dengan sejarah atau bertentangan dengan
fakta-fakta yang ada. Hal ini merupakan aspek
166
JULITINUS HAREFA, M.Th
arkeologi yang penting dalam pembelaan Kitab
Suci, suatu disiplin ilmu yang dikenal sebagai
apologetik. Menurut Joseph P. Free, ada dua fungsi
utama arkeologi Alkitab, yaitu sebagai penjelas dan
konfirmasi Alkitab. Namun, perlu diperhatikan
bahwa apabila ada ungkapan "Arkeologi
membuktikan Alkitab", yang dimaksud adalah
bahwa para arkeolog dapat membuktikan bahwa
suatu perikop atau kejadian dalam Alkitab sesuai
dengan sejarah, bukan dalam pengertian bahwa
arkeologi dapat membuktikan Alkitab sebagai
ilham dan wahyu dari Allah.
b. Sejarah naskah Alkitab
Alkitab Kristen mempunyai sejarah yang
panjang terkait dengan naskah-naskah aslinya.
Meskipun naskah-naskah asli Alkitab tidak tersedia
lagi, namun ada ribuan salinan naskah kuno yang
masih ada hingga saat ini, bahkan ada salinan yang
tercatat kembali hingga abad ke-4 Masehi. Sejarah
berasal dari kata Yunani "ἱστορία" yang berarti
"mengusut" (pengetahuan yang diperoleh melalui
penelitian). Oleh karena itu, sejarah merupakan
catatan kejadian di masa lalu yang disusun
berdasarkan peninggalan berbagai peristiwa. Bagi
umat Kristen, Alkitab adalah buku sejarah, dan
kebenaran-kebenaran agung tentang kekristenan
167
JULITINUS HAREFA, M.Th
didasarkan pada fakta-fakta sejarah yang
diungkapkan dalam Alkitab. Namun, sejarah
Alkitab bukanlah terutama tentang manusia yang
mencari Allah, melainkan tentang penyataan Allah
kepada manusia. Menurut E. M. Blaiklock, mantan
guru besar bahasa klasik dari University College
Auckland, Selandia Baru, mengusik sejarah Kristen
sama dengan mengusik iman Kristen itu sendiri
karena iman Kristen berakar dalam sejarah. Iman
bukan hanya tentang mempercayai sesuatu
meskipun tidak ada bukti, tetapi aspek iman
Kristen didasarkan pada keyakinan akan apa yang
dikatakan Alkitab berdasarkan fakta yang ada.
c. Kesesuaian antar-naskah Alkitab
Ada banyak naskah Alkitab Kristen yang
saling berkaitan dan saling menguatkan antara satu
dengan yang lainnya. Kesesuaian antar-naskah
Alkitab yang terdapat pada naskah-naskah kuno
tersebut membuktikan keaslian Alkitab Kristen.
Kesesuaian antar-naskah Alkitab adalah suatu topik
yang sangat penting bagi para ahli teologi dan
penerjemah Alkitab karena dapat menjamin
keakuratan Alkitab dalam penyalinannya. Para ahli
Alkitab berusaha untuk membandingkan dan
mengevaluasi naskah-naskah yang berbeda untuk
memastikan bahwa mereka setuju dalam isi dan
168
JULITINUS HAREFA, M.Th
pesan. Teknik ini dikenal sebagai kritik tekstual.
Kesesuaian antar-naskah Alkitab dijaga dengan
sangat hati-hati oleh para ahli Alkitab dan
sejarawan agama melalui metode-metode kritik
tekstual, termasuk membandingkan naskah-naskah
yang ada, melakukan analisis teks, membandingkan
bahasa dan gramatika, dan mempertimbangkan
konteks historis, budaya, dan geografis di mana
naskah tersebut ditulis. Ketika kesesuaian antarnaskah
Alkitab terjaga dengan baik, maka kita
dapat mempercayai keakuratan dan keandalan
Alkitab sebagai sumber informasi dan otoritas
untuk hidup kita sebagai orang Kristen.
6. Aspek Keaslian Alkitab Secara Internal
Aspek-aspek keaslian Alkitab secara internal
dapat dibagi menjadi beberapa kategori, antara lain:
a. Dari Sisi Penulis:
Aspek keaslian Alkitab dari sisi penulis
mengacu pada konsistensi antara nama penulis
dalam Alkitab dengan catatan sejarah dan tradisi
gereja. Alkitab mencantumkan bahwa Musa adalah
penulis Kitab Kejadian, Keluaran, Imamat,
Bilangan, dan Ulangan. Hal ini sesuai dengan
catatan sejarah dan tradisi gereja yang menyatakan
bahwa Musa adalah seorang pemimpin besar Israel
169
JULITINUS HAREFA, M.Th
yang menuliskan Taurat. Demikian juga, Alkitab
mencantumkan bahwa Paulus adalah penulis suratsuratnya
dalam Perjanjian Baru. Oleh karena itu,
aspek keaslian Alkitab dari sisi penulis
menunjukkan bahwa nama-nama penulis yang
disebutkan dalam Alkitab benar-benar ada dan
sesuai dengan catatan sejarah dan tradisi gereja.
b. Dari Sisi Tulisan
Keaslian Alkitab dari aspek tulisan mengacu
pada integritas dan keaslian naskah Alkitab yang
digunakan untuk menyalin teks-teks asli Alkitab
dari zaman ke zaman. Hal ini berkaitan dengan
kepercayaan bahwa naskah-naskah Alkitab yang
kita miliki saat ini mempertahankan teks-teks asli
yang ditulis oleh penulis asli pada masa lalu. Para
ahli teks menggunakan teknik-teknik kritis untuk
mempelajari sumber-sumber naskah kuno, seperti
papirus, perkamen, dan lempengan tembaga, untuk
mengidentifikasi perbedaan dan kesamaan antara
naskah-naskah
yang
berbeda. Mereka
menggunakan analisis bahasa, gramatika, dan
konteks historis untuk memahami teks-teks Alkitab
secara lebih baik.
170
JULITINUS HAREFA, M.Th
c. Dari Sisi Isi
Aspek keaslian Alkitab dari segi isi berkaitan
dengan kebenaran dan akurasi informasi yang
disajikan dalam Alkitab. Ada beberapa hal yang
menunjukkan keaslian isi Alkitab, antara lain:
Pertama, Konsistensi teologis: Alkitab menyajikan
teologi Kedua, Faktor nubuat: Terdapat banyak
nubuat dalam Alkitab yang terbukti menjadi
kenyataan, baik yang berkaitan dengan Yesus
maupun dengan peristiwa-peristiwa lainnya. Ketiga,
Ketelitian teks: Teks Alkitab telah melewati
berbagai proses penyalinan dan pengawetan selama
berabad-abad, namun tetap memiliki kesamaan teks
yang konsisten antar-naskah.
7. Aspek-aspek Keaslian Alkitab Secara Eksternal
Aspek-aspek keaslian Alkitab secara eksternal
dapat dibagi menjadi beberapa kategori, antara lain:
a. Aspek Historis
Keaslian Alkitab dapat dipertahankan
melalui bukti-bukti historis, seperti catatan sejarah,
arkeologi, dan sumber-sumber luar dari waktu yang
sama dengan peristiwa yang tercatat dalam Alkitab.
171
JULITINUS HAREFA, M.Th
b. Aspek Ilmiah
Sejumlah bagian Alkitab terkait dengan
sains, seperti penciptaan, astronomi, dan
kedokteran. Keaslian Alkitab dapat diperkuat oleh
konsistensi dan akurasi informasi sains dalam
Alkitab.
c. Aspek Teologis
Keaslian Alkitab juga dapat diperkuat oleh
konsistensi dan keselarasan ajaran-ajaran teologis
dalam Alkitab, serta kesesuaian ajaran-ajaran ini
dengan pengalaman manusia dalam menjalani
hidup.
d. Aspek Etis
Alkitab mengandung sejumlah ajaran moral
dan etika yang dapat menjadi dasar bagi perilaku
manusia. Keaslian Alkitab dapat dipertahankan
melalui kesesuaian ajaran moral dan etika ini
dengan kebenaran dan keadilan.
e. Aspek Pengalaman
Akhirnya, keaslian Alkitab dapat diperkuat
oleh pengalaman manusia yang telah mengalami
perubahan hidup dan pertumbuhan spiritual
melalui bimbingan Alkitab. Kesesuaian Alkitab
172
JULITINUS HAREFA, M.Th
dengan pengalaman-pengalaman ini dapat menjadi
bukti penting dari keasliannya.
D. RANGKUMAN
† Tuduhan yang sering diarahkan pada keaslian Alkitab
oleh non-Kristen dianggap tak beralasan karena tidak
ada bukti fisik yang memperlihatkan keberadaan
Alkitab yang asli selain yang dipegang oleh umat
Kristen.
† Keaslian Alkitab merujuk pada keotentikan naskahnaskah
asli
Alkitab
yang
ditulis
oleh
para
nabi,
raja,
dan
rasul-rasul
sebelum
disalin
dan
diterjemahkan
ke
dalam
bahasa
lain. Secara teologis, keaslian Alkitab
didasarkan pada keyakinan bahwa Alkitab mengakui
keabsahan dan keotentikannya sebagai Firman Allah,
dan didukung oleh bukti-bukti sejarah dan arkeologi
yang menunjukkan keakuratan sejarah yang tinggi.
† Alkitab bukanlah hasil dari khayalan manusia,
melainkan bersumber dari kisah-kisah nyata dalam
sejarah. Alkitab terdiri dari berbagai jenis tulisan, tetapi
keseluruhannya memiliki kesatuan dan koherensi
dalam memberikan pesan-pesan tentang Tuhan dan
kehidupan manusia. Keabsahan sejarah Alkitab
terverifikasi oleh penemuan arkeologi, catatan sejarah
kuno, dan sumber sejarah lainnya, dan konsistensi
173
JULITINUS HAREFA, M.Th
antara bagian-bagian Alkitab memperkuat kesahihan
pesan-pesannya.
† Bukti keaslian Alkitab Kristen bisa dilihat dari
beberapa sisi, diantaranya adalah bukti-bukti arkeologi,
sejarah naskah Alkitab, dan kesesuaian antar-naskah
Alkitab. Bukti arkeologi menunjukkan penemuan kotakota
kuno dan situs-situs di Palestina dan Timur
Tengah yang sesuai dengan kisah-kisah Alkitab.
Alkitab adalah wahyu dan ilham dari Allah, melainkan
hanya membuktikan keakuratan peristiwa yang tercatat
dalam Alkitab sesuai dengan zaman dari mana ia
berasal.
† Aspek keaslian Alkitab secara internal dibagi menjadi
tiga kategori, yaitu dari sisi penulis, tulisan, dan isi.
Dari sisi penulis, Alkitab konsisten dengan catatan
sejarah dan tradisi gereja, dan nama penulis yang
disebutkan dalam Alkitab ada dan sesuai dengan
catatan tersebut. Dari sisi tulisan, ahli teks Alkitab
mempelajari ribuan naskah kuno untuk menentukan
keaslian dan akurasi teks-teks Alkitab, dan
menggunakan teknik kritis untuk mempelajari sumbersumber
naskah kuno. Dari sisi isi, keaslian Alkitab
berkaitan dengan kebenaran dan akurasi informasi
yang disajikan dalam Alkitab, termasuk konsistensi
teologis, faktor nubuat, dan ketelitian teks.
† Aspek keaslian Alkitab secara eksternal dapat
dikelompokkan menjadi beberapa kategori, yaitu
174
JULITINUS HAREFA, M.Th
historis, ilmiah, teologis, etis, dan pengalaman.
Keaslian Alkitab dapat diperkuat melalui bukti-bukti
historis, konsistensi dan akurasi informasi sains dalam
Alkitab, kesesuaian ajaran teologis dengan pengalaman
manusia, kesesuaian ajaran moral dengan kebenaran
dan keadilan, serta pengalaman manusia yang telah
merasakan perubahan hidup melalui bimbingan
Alkitab.
E. LATIHAN DAN EVALUASI
Kerjakanlah soal-soal berikut:
1. Apa yang menjadi dasar kepercayaan umat Kristen
terhadap keaslian Alkitab menurut anda?
2. Apa yang dimaksud dengan keaslian Alkitab dan apa
yang mendukung keaslian Alkitab secara teologis dan
sejarah? Apa contoh bukti-bukti sejarah dan arkeologi
yang menunjukkan keakuratan sejarah yang tinggi
dalam Alkitab?
3. Apa keyakinan dasar dalam iman Kristen tentang
keaslian Alkitab?
4. Mengapa Alkitab dianggap bersifat otoritatif dalam
menentukan doktrin dan praktik kekristenan?
5. Apa yang bisa dibuktikan oleh bukti arkeologi dan
sejarah dalam konteks keaslian Alkitab?
175
JULITINUS HAREFA, M.Th
F. DAFTAR REFERENSI
Joseph P. Free, “Arkeologi Dan Sejarah Alkitab,” Malang:
Gandum Mas, 2016
Henry C. Theissen, “Teologi Sistematika,” Malang: Gandum
Mas, 2000
Jakob Van Bruggen, “Siapa yang Membuat Alkitab,”
Surabaya: Momentum, 2002
Josh McDowell, “Apologetika: Volume 2,” Malang: Gandum
Mas, 2014
Leonardo Winarto, Benarkah Alkitab Wahyu Allah?,
Surabaya: Publishing MEMRA, 2012
Robert M. Grant & David Tracy, “Sejarah Singkat Penafsiran
Alkitab,” Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011
Taufid Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an,
Yogyakarta: FkBA, 2001
176
JULITINUS HAREFA, M.Th
BAB X
TEORI HERMENEUTIK
ALKITAB
Setiap orang Kristen di Indonesia mendambakan
pemahaman yang mendalam mengenai kebenaran Firman
Allah atau Alkitab. Oleh karena itu, banyak usaha yang
dilakukan oleh umat Kristen untuk memcapai tujuan tersebut.
Beberapa upaya yang dilakukan oleh para akademisi meliputi
penulisan karya-karya ilmiah dalam bentuk jurnal, buku
teologi, dan buku tafsiran yang dihasilkan oleh teolog Barat
dan Indonesia. Bahkan, beberapa lembaga penerjemah
Alkitab didirikan untuk menjangkau masyarakat Indonesia
yang menggunakan bahasa nasional maupun bahasa daerah.
Kendati pun demikian, perbedaan interpretasi yang tajam di
kalangan para teolog Kristen tetap ada, terutama dengan
adanya para gembala yang tidak melewati proses pembelajaran
teologi dan hermeneutika secara khusus. Roy B. Zuck berkata,
tanpa interpretasi Alkitab yang baik, teologi seorang individu
atau seluruh gereja mungkin salah arah atau bersifat dangkal
dan pelayanannya tidak seimbang.
A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa memahami prinsip hermeneutika,
menerapkan metode interpretasi teks Alkitab, menganalisis
177
JULITINUS HAREFA, M.Th
konteks historis dan kultural, serta mengaitkan hasil
interpretasi dengan teologi dan praktik gereja.
B. PENDAHULUAN
Teori hermeneutika merupakan cabang ilmu yang
berfokus pada prinsip dan metode penafsiran teks,
terutama teks-teks yang dianggap memiliki makna
mendalam seperti karya sastra, dokumen sejarah, dan kitab
suci. Dalam kajian teologi, hermeneutika memainkan
peran penting sebagai alat analisis untuk memahami pesan
yang terkandung dalam Alkitab dengan lebih
komprehensif. Ilmu ini bertujuan untuk menjembatani
kesenjangan antara konteks asli penulisan teks dan konteks
pemahaman modern, sehingga memungkinkan penafsir
untuk menyingkap makna yang sesuai dengan latar budaya,
sejarah, dan bahasa dari teks tersebut. Melalui
hermeneutika, diharapkan bahwa interpretasi terhadap
teks-teks suci dapat dilakukan secara sistematis, objektif,
dan relevan dengan kondisi kekinian tanpa mengabaikan
esensi teologis yang terkandung di dalamnya.
C. PEMAPARAN MATERI
Terminologi kata “penafsiran” bukan merupakan
sebuah kata yang asing bagi seorang akademisi atau
178
JULITINUS HAREFA, M.Th
mahasiswa. Karena metode penafsiran tidak hanya
diterapkan pada bidang ilmu teologi tetapi disegala linik
bidang ilmu. Kebutuhan metode penafsiran dipengaruhi
oleh adanya kesenjangan waktu, budaya, bahasa, penulisan,
sejarah dan rohani di bidang ilmu tertentu. Maka dari itu,
ilmu penafsiran merupakan suatu metode yang digunakan
untuk mempelajari dokumen kuno (Naskah-naskah Kitab
Suci) untuk mengungkapkan makna sesungguhnya.
1. Pengertian
Istilah “hermeneutika” dalam bahasa Inggris
berasal dari kata Yunani: “hermeneuo” dan kata
bendanya “hermenia”. Penggunaan kata hermeneuo dan
hermenia di dalam Perjanjian Baru muncul sembilan
belas kali dalam pengertian menerjemahkan (Luk.
24:27; Yoh. 1:42). Menerjemahkan dalam pengertian
sebuah penjelasan atau menjelaskan sesuatu yang
disampaikan dalam satu bahasa ke dalam bahasa yang
lain. Dengan demikian, hermeneuo mencakup tiga makna
dasar: mengungkapkan, menjelaskan,
dan
menerjemahkan.
2. Defenisi
Penafsiran Alkitab adalah suatu proses spiritual
dan rasional, yang mencoba untuk memahami penulis
yang diilhami Allah di jaman dulu sedemikian hingga
berita dari Tuhan itu dapat dimengerti dan diterapkan
179
JULITINUS HAREFA, M.Th
pada jaman sekarang ini. Menurut P. W. Yahya,
penafsiran Alkitab bertujuan menjelaskan hal-hal yang
sulit atau tidak dapat dipahami melalui penerjemahan
ke dalam bahasa yang lebih mudah dimengerti, serta
mengaplikasikan hasil penafsiran tersebut dalam
konteks situasi kontemporer. Suparman menjelaskan
bahwa hermeneutika secara khusus membahas metode,
prinsip, dan aturan yang digunakan dalam penafsiran.
Roy B. Zuck menambahkan bahwa prinsip-prinsip
yang digunakan untuk menafsirkan Alkitab tidak
bersifat sembarangan, melainkan mengikuti kaidah
yang sistematis dan teratur. Maka metode penelitian
hermeneutika bertujuan untuk memberikan
interpretasi yang mendalam terhadap teks dengan
fokus pada konteks dan makna, serta relevansinya di
masa kini. Proses ini menggabungkan analisis historis,
linguistik, teologis, dan filosofis untuk memastikan
penafsiran yang komprehensif dan bermakna.
3. Metode Hermeutika
Analisis teks Alkitab menggunakan metode
hermeneutika merupakan pendekatan yang mendalam
untuk memahami makna dan pesan yang terkandung
dalam teks suci. Metode ini tidak hanya berfokus pada
kata-kata atau frasa
tertentu,
tetapi juga
mempertimbangkan konteks historis, budaya, dan
teologis di mana teks tersebut ditulis. Dengan
180
JULITINUS HAREFA, M.Th
pendekatan hermeneutika, para penafsir Alkitab dapat
menggali makna yang lebih mendalam dan akurat serta
mengaitkannya dengan relevansi dalam kehidupan
modern. Dalam penelitian hermeneutika, proses
analisis bertujuan untuk mencapai interpretasi yang
benar dan bertanggung jawab sesuai dengan maksud
asli penulis dan kehendak ilahi yang terdapat dalam
teks, melalui metode eksegesis dan eksposisi.
Hermeneutik, eksegesis, dan eksposisi sering
kali dianggap serupa atau bahkan dipertukarkan dalam
penggunaannya, padahal ketiganya memiliki peran yang
berbeda namun saling berkaitan dalam kajian teologi.
Eksegesis secara spesifik dapat didefinisikan sebagai
proses analisis yang bertujuan untuk menentukan
makna asli dari teks Alkitab, yang didasarkan pada
konteks sejarah, budaya, dan sastra saat teks tersebut
ditulis. Dengan kata lain, eksegesis berfokus pada
METODE HERMENEUTIK
Eksegesis adalah sebagai penentuan
makna dari tulisan Alkitab dalam
konteks sejarah dan sastranya.
Eksposisi adalah penyampaian makna
dari tulisan itu bersamaan dengan
relevansinyan bagi para pendengar di
masa kini
ANALISIS
ANALISIS
EKSEGESIS
EKSPOSISI
181
JULITINUS HAREFA, M.Th
penafsiran yang objektif
terhadap
teks,
mempertimbangkan latar belakang zaman dan
penulisnya. Eksposisi, di sisi lain, merujuk pada
tindakan menyampaikan hasil eksegesis kepada audiens
masa kini, dengan menekankan relevansi pesan Alkitab
bagi konteks dan situasi kehidupan mereka. Dalam
eksposisi, seorang pengkhotbah atau penafsir bertugas
untuk menjelaskan makna yang telah dihasilkan dari
eksegesis dan menghubungkannya dengan realitas
kekinian, sehingga para pendengar dapat memahami
dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan hermeneutik merupakan disiplin
yang lebih luas yang mencakup prinsip-prinsip dan
metode-metode yang digunakan untuk menafsirkan
teks, termasuk teks Alkitab. Hermeneutik menyediakan
kerangka teoritis yang membimbing proses eksegesis,
membantu penafsir untuk menghindari kesalahan
dalam memahami teks, dan memastikan bahwa
penafsiran dilakukan dengan memperhatikan berbagai
faktor seperti bahasa, budaya, dan genre sastra. Secara
keseluruhan, hermeneutik memberikan landasan
metodologis, eksegesis adalah proses analisis teks, dan
eksposisi merupakan aplikasi praktis hasil penafsiran
kepada audiens kontemporer. Kombinasi ketiga
pendekatan ini penting dalam kajian teologi yang
bertujuan untuk memahami dan mengkomunikasikan
pesan Alkitab secara benar dan relevan.
182
JULITINUS HAREFA, M.Th
4. Kebutuhan Menafsirkan Alkitab
Penafsiran Alkitab telah mengalami pergeseran
di berbagai belahan dunia di kalangan para teolog
Kristen. Hal ini disebabkan oleh metode
kontekstualisasi yang
sangat ketat
tanpa
memperhitungkan konteks penulisan, pendengar, dan
pembaca Alkitab pada zamannya. Bahkan Timothy C.
Tannent mengukapkan bahwa perkembangan
Kekristenan yang pesat secara kuantitas di belahan
dunia bagian Timur (dan selatan) ternyata tidak
berbanding lurus secara proposional dengan
perkembangan teologi di wilayah tersebut. Bentuk dan
konten teologi yang banyak dikembangkan di wilayah
ini masih sangat dipengaruhi oleh teologi Barat.
Dengan kata lain, teologi Barat tampaknya masih
menjadi rujukan utama bagi Kristen di Timur dalam
berteologi. Problematik ini juga tidak menutup
kemungkinan bagi kaum Injili di Indonesia sebagai
bagian dari kekristenan global, untuk terjebak dalam
lingkaran fenomena ini.
5. Perintah Menafsirkan Alkitab
Tindakan untuk mendalami dan meneliti teksteks
Alkitab bukanlah sebuah upaya yang didasarkan
pada asumsi adanya kesalahan atau kekeliruan dalam
teks Alkitab. Sebaliknya, penelitian terhadap teks-tekas
Alkitab bertujuan untuk memahami secara lebih
183
JULITINUS HAREFA, M.Th
mendalam ketetapan-ketetapan serta peraturanperaturan
Allah
yang
harus
diajarkan
kepada
umat-Nya
dan
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari (Ezr.
7:10). Alkitab bukanlah teks yang hanya untuk
didengar sesaat dan kemudian dilupakan, melainkan
sebuah sumber kebenaran yang harus direnungkan
dengan ketekunan sehingga membentuk perilaku nyata
dalam kehidupan (Yak. 1:25). Jemaat Yahudi mulamula
di Berea menghabiskan waktu setiap hari
menyelidikki Kitab Suci (Perjanjian Lama) sehingga
banyak diantara mereka yang menjadi percaya kepada
Yesus Kristus (KPR. 17:10-11).
6. Masalah-Masalah Dalam Penafsira Alkitab
Ketika sebagian teolog menyatakan bahwa
mempelajari Alkitab merupakan tugas yang sangat
sulit, pernyataan tersebut bukan mengindikasikan
bahwa teks Alkitab tidak dapat dipahami secara
rasional atau logis. Sebaliknya, kesulitan ini lebih
disebabkan oleh faktor historis yang melekat pada
Alkitab sebagai kitab kuno. Menurut B. Zunk, salah
satu tantangan utama dalam memahami Alkitab adalah
usia teksnya yang sangat tua, yang ditulis dalam rentang
waktu sekitar 1500 tahun. Rentang waktu yang sangat
panjang ini menciptakan kesenjangan yang signifikan
antara zaman penulisan dan konteks pembaca modern.
Oleh karena itu, mempelajari Alkitab memerlukan
184
JULITINUS HAREFA, M.Th
pendekatan metodologis yang khusus, di samping
memohon penerangan dari Roh Kudus, agar pesan
yang tertulis di dalamnya dapat ditafsirkan dengan
tepat.
Dalam kajian hermeneutika, salah satu tugas
utama adalah menjembatani kesenjangan-kesenjangan
yang muncul akibat kunonya teks Alkitab.
Kesenjangan-kesenjangan ini mencakup berbagai
aspek, antara lain: kesenjangan waktu (kronologis) yang
mengacu pada jarak temporal antara penulisan teks dan
pembacaan modern; kesenjangan ruang (geografis)
yang berkaitan dengan perbedaan lokasi fisik dan
geografis antara pembaca dan konteks budaya Alkitab;
kesenjangan budaya (kultural) yang mencerminkan
perbedaan dalam norma, nilai, dan tradisi; kesenjangan
bahasa (linguistik) yang disebabkan oleh penggunaan
bahasa kuno seperti Ibrani, Aram, dan Yunani;
kesenjangan penulisan (sastra) yang mencakup
perbedaan dalam gaya penulisan dan genre literatur;
serta kesenjangan rohani (supranatural) yang merujuk
pada unsur ilahi yang melibatkan wahyu dari Tuhan.
Dengan demikian, hermeneutika bertujuan untuk
menafsirkan teks Alkitab dengan mempertimbangkan
berbagai faktor ini, agar pesan yang disampaikan tetap
relevan dan dapat diterapkan dalam konteks kehidupan
masa kini.
185
JULITINUS HAREFA, M.Th
D. RANGKUMAN
† Hermeneutika, yang berasal dari kata Yunani
"hermeneuo," memiliki
tiga makna dasar:
mengungkapkan, menjelaskan, dan menerjemahkan.
Dalam konteks penafsiran Alkitab, hermeneutika
merupakan proses spiritual dan rasional yang bertujuan
memahami pesan Tuhan yang disampaikan oleh
penulis yang diilhami di masa lalu, dan menerapkannya
pada masa kini. Penafsiran ini melibatkan metode yang
sistematis, tidak sembarangan, dan mengikuti prinsipprinsip
yang teratur dengan memperhatikan konteks
historis, linguistik, dan teologis, sehingga menghasilkan
pemahaman yang komprehensif dan relevan bagi
kehidupan kontemporer.
† Hermeneutik, eksegesis, dan eksposisi memiliki peran
yang berbeda namun saling berkaitan dalam kajian
teologi. Eksegesis adalah proses analisis teks Alkitab
yang bertujuan untuk memahami makna asli dengan
mempertimbangkan konteks sejarah, budaya, dan
sastra. Eksposisi, di sisi lain, bertugas menyampaikan
hasil eksegesis kepada audiens masa kini, menekankan
relevansi pesan Alkitab dalam konteks kehidupan
mereka. Hermeneutik berfungsi sebagai kerangka
teoritis yang membimbing proses penafsiran,
menyediakan prinsip-prinsip yang membantu
186
JULITINUS HAREFA, M.Th
mencegah kesalahan dalam memahami teks. Ketiganya
berperan penting dalam memberikan penafsiran yang
benar dan relevan terhadap Alkitab.
† Penafsiran Alkitab telah mengalami pergeseran di
kalangan teolog Kristen, terutama akibat penggunaan
metode kontekstualisasi yang ketat, yang sering kali
mengabaikan konteks asli penulisan dan penerima teks
Alkitab pada zamannya. Meskipun demikian, penelitian
Alkitab tetap bertujuan untuk memahami ketetapan
Allah secara mendalam dan menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari.
† Pernyataan bahwa mempelajari Alkitab sulit bukan
karena teksnya tidak dapat dipahami secara rasional,
melainkan karena faktor historis Alkitab sebagai kitab
kuno yang ditulis dalam rentang 1500 tahun.
Kesenjangan antara zaman penulisan dan konteks
pembaca modern membuat pemahaman Alkitab
menjadi tantangan. Oleh karena itu, diperlukan
pendekatan metodologis khusus, selain bimbingan Roh
Kudus, untuk menafsirkan pesan Alkitab dengan
benar. Hermeneutika berperan menjembatani
kesenjangan waktu, ruang, budaya, bahasa, penulisan,
dan aspek spiritual, sehingga penafsiran Alkitab tetap
relevan dan dapat diterapkan dalam kehidupan masa
kini.
187
JULITINUS HAREFA, M.Th
E. LATIHAN DAN EVALUASI
1. Bagaimana faktor historis dan kronologis Alkitab
mempengaruhi cara penafsir modern memahami pesan
yang terkandung di dalamnya? Jelaskan dengan contoh.
2. Mengapa diperlukan pendekatan metodologis khusus
dalam mempelajari Alkitab, dan bagaimana peran Roh
Kudus dalam proses penafsiran?
3. Jelaskan berbagai kesenjangan yang muncul antara
konteks penulisan Alkitab dan konteks pembaca
modern, serta bagaimana hermeneutika membantu
menjembatani kesenjangan-kesenjangan tersebut.
4. Dalam konteks penafsiran Alkitab, mengapa penting
mempertimbangkan aspek-aspek seperti budaya,
bahasa, dan latar belakang penulisan? Bagaimana hal
ini mempengaruhi relevansi pesan Alkitab di zaman
modern?
5. Apa tantangan utama yang dihadapi oleh teolog
modern dalam menafsirkan teks-teks kuno Alkitab,
dan bagaimana hermeneutika dapat memberikan solusi
untuk tantangan-tantangan tersebut?
188
JULITINUS HAREFA, M.Th
F. DAFTAR REFERENSI
Roy B. Zuck, Hermeneutik: Basic Bible Interpretation
(Malang: Gandum Mas, 2014). 13
Bob Utly, Bible Commentary: Yohanes 1, 2 & 3 Yohanes
(Marshall, Texas: Bible Lessons International, 2010). i
Riedel Schwars Gesler Dien Dan Valentino Reykliv
Mokalu, "Metode Ilmiah dalam Sejarah Tafsir Alkitab dan
Implikasinya terhadap Pendidikan Agama Kristen",
Edukatif: Jurnal Pendidikan 4,
3059
):
2022
ددع
2 (
.
Saparman, Belajar Alkitab (Yogyakarta: STII Press
Yogyakarta, 2014).
Timothy C. Tennent, Theology in the Context of World
Christianity: How the Global Church is Influencing the
Way We Think about and Discuss Theology (Grand
Rapids: Zondervan, 2007).
189
JULITINUS HAREFA, M.Th
190
JULITINUS HAREFA, M.Th
BAB XI
TEORI TRANSMISI ALKITAB
Transmisi Alkitab adalah topik yang sangat penting
dalam studi Alkitab karena mencakup bagaimana naskah
Alkitab disalin, ditafsirkan, diterjemahkan, dan diwariskan dari
generasi ke generasi. Pembelajaran tentang transmisi Alkitab
membahas berbagai metode yang digunakan untuk menyalin
naskah Alkitab, termasuk teknik-teknik seperti penghapusan
dan tambahan, serta tantangan-tantangan dalam memastikan
kesetiaan teks asli Alkitab. Hal ini melibatkan pemahaman
tentang bahasa asli Alkitab, perbedaan antara berbagai versi
Alkitab, dan pentingnya kritik tekstual dan arkeologi dalam
memahami sejarah dan keakuratan Alkitab. Melalui
pembelajaran ini, mahasiswa akan memahami pentingnya
keaslian Alkitab dalam memahami ajaran dan praktik
kekristenan, serta metode-metode yang digunakan untuk
menjaga keaslian Alkitab dari masa ke masa.
A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa yang mempelajari transmisi Alkitab
diharapkan dapat memahami proses terjadinya perubahan
dan pengaruh dari transmisi tersebut terhadap isi Alkitab.
Selain itu, mahasiswa juga diharapkan dapat memahami
peran penting dari ahli teks Alkitab dalam
mempertahankan teks asli Alkitab melalui kritik tekstual
191
JULITINUS HAREFA, M.Th
dan penelitian terhadap naskah-naskah kuno Alkitab.
Dengan pemahaman yang baik tentang transmisi Alkitab,
mahasiswa dapat memahami sejarah Alkitab dan melihat
bagaimana Alkitab sampai pada bentuk dan isi yang kita
kenal hari ini.
B. PENDAHULUAN
Dalam pembelajaran tentang transmisi Alkitab, kita
akan belajar tentang proses transmisi Alkitab dari masa ke
masa, tantangan-tantangan dalam menentukan keotentikan
dan keaslian naskah Alkitab, serta bagaimana bukti-bukti
arkeologi, sejarah, dan linguistik telah membantu
memperkuat keaslian Alkitab dan menegaskan posisinya
sebagai kitab suci dalam agama Kristen. Karena Alkitab
tidak lagi hanya dibaca dalam bahasa aslinya, yaitu bahasa
Ibrani dan Yunani, persoalan yang sering timbul ketika
membicarakan tentang Transmisi Alkitab adalah
bagaimana kita dapat mengakui keaslian Alkitab yang kita
miliki sekarang setelah melalui banyak penyalinan dan
terjemahan. Meskipun Alkitab terjemahan berbeda dengan
Alkitab asli yang ditulis oleh para penulis awal, Alkitab
yang ditulis oleh para penulis awal dapat dijamin pasti
tidak mengandung kesalahan dalam arti yang sebenarbenarnya.
Tidak ada terjemahan Alkitab yang sempurna,
namun demikian, setiap terjemahan Alkitab disertai oleh
Roh Kudus, tetapi tidak dalam pengawasan total
192
JULITINUS HAREFA, M.Th
sebagaimana para penulis Alkitab. Oleh karena itu, setiap
terjemahan Alkitab masih bisa direvisi dan disempurnakan
dengan bantuan Roh Kudus melalui komunitas orang
percaya untuk terus menerus mengawasi pekerjaan
penerjemahan Alkitab dan mengoreksinya.
C. PEMAPARAN MATERI
1. Pengertian Transmisi Alkitab
Transmisi Alkitab merujuk pada proses
perpindahan atau perpindahan Alkitab dari waktu ke
waktu dan dari satu generasi ke generasi berikutnya,
meliputi tahap-tahap seperti penulisan, penyalinan,
penerjemahan, dan reproduksi Alkitab. Proses
transmisi Alkitab dimulai dari penulisan naskah asli
Alkitab oleh penulis aslinya, lalu disalin dan disebarkan
oleh para penyalin naskah di masa berikutnya, hingga
akhirnya diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa yang
lebih mudah dipahami oleh orang-orang pada zaman
tersebut. Meskipun proses transmisi Alkitab telah
melalui berbagai tantangan dan perubahan selama
ribuan tahun, namun keaslian Alkitab tetap terjaga dan
dijaga oleh para ahli Alkitab yang melakukan penelitian
untuk memastikan keasliannya. Secara teologis yang
dimaksud dengan Transmisi Naskah Alkitab adalah
hubungan antara Penyataan yang diinspirasikan Allah,
dalam naskah aslinya, dengan naskah Alkitab modern
193
JULITINUS HAREFA, M.Th
sekarang, yang diterjemahkan ke dalam banyak bahasa
lain. Namun sebelum membahas lebih dalam tentang
transmisi Alkitab, mari kita pelajari lebih dahulu
tentang bahasa asal yang dipakai Alkitab.
2. Defenisi Transmisi Alkitab
Transmisi Alkitab adalah merujuk pada proses
perpindahan Alkitab dari waktu ke waktu dan dari satu
generasi ke generasi berikutnya melalui tahapan
penulisan, penyalinan, penerjemahan, dan reproduksi
Alkitab. Proses ini dimulai dari penulisan naskah asli
Alkitab oleh para penulis aslinya, lalu disalin dan
disebarkan oleh para penyalin naskah di masa
berikutnya, hingga akhirnya diterjemahkan ke dalam
bahasa-bahasa yang lebih mudah dipahami oleh orangorang
pada
zaman
tersebut.
Meskipun
proses
transmisi
Alkitab
telah melalui berbagai tantangan dan
perubahan selama ribuan tahun, namun keaslian
Alkitab tetap terjaga dan dijaga oleh para ahli Alkitab
yang melakukan penelitian untuk memastikan
keasliannya. Transmisi Alkitab juga mencakup
hubungan antara penyataan yang diilhamkan Allah
dalam naskah aslinya dengan naskah Alkitab modern
sekarang, yang diterjemahkan ke dalam banyak bahasa
lain. Sebelum membahas lebih jauh tentang transmisi
Alkitab, kita perlu mempelajari lebih dahulu tentang
bahasa asli yang digunakan dalam Alkitab.
194
JULITINUS HAREFA, M.Th
3. Penulisan Firman Allah dalam Bahasa Manusia
Ketika Allah ingin berkomunikasi dengan
manusia, Ia menggunakan bahasa manusia agar dapat
dimengerti. Namun, bahasa manusia memiliki
keterbatasan sehingga tidak dapat sepenuhnya
mencerminkan pikiran Allah yang tak terbatas.
Meskipun demikian, Allah memilih untuk membatasi
Diri-Nya dan menggunakan bahasa manusia,
khususnya bahasa tulisan, untuk menyampaikan
penyataan Diri-Nya. Tujuan dari penggunaan bahasa
tulisan ini adalah agar penyampaian firman-Nya dapat
disimpan dan diakses oleh manusia pada masa yang
akan datang. Sehingga, meskipun bahasa tulisan juga
memiliki keterbatasan, penggunaannya memberikan
banyak keuntungan dalam menyampaikan firman
Allah, diantaranya sebagai berikut:
a. Untuk tujuan efisiensi Allah menginginkan
Penyataan-Nya ditulis dalam Alkitab. Dengan
ditulis maka Allah tidak perlu mengungkapkan
Penyataan-Nya berkali-kali. Manusia pada setiap
jaman dapat membacanya terus menerus.
b. Untuk tujuan ketepatan dan kejelasan. Bahasa
tulisan memberikan ketepatan dan sekaligus
kejelasan dalam mengekspresikan pemikiran
maupun perasaan. Dengan ditulis maka Penyataan
195
JULITINUS HAREFA, M.Th
Allah tersebut dapat dipertanggungjawabkan; bisa
dicek atau diteliti lebih lanjut.
c. Untuk tujuan kelanggengan Allah memberikan
penyataan-Nya bukan hanya untuk sekelompok
orang tertentu, pada jaman tertentu, tetapi untuk
semua orang, di sepanjang sejarah manusia.
Dengan ditulis, maka Penyataan Allah tersebut
dapat diberitakan kepada manusia pada jaman
kapanpun, dengan tidak merubah isinya, dan akan
terus berlaku selamanya.
d. Untuk tujuan kemudahan Dengan ditulis akan
memudahkan manusia mengingat dan meresapinya.
4. Bahasa Yang Dipilih Dalam Menulis Firman
Allah
Allah sebagai penguasa tertinggi mempunyai
kuasa penuh dalam memilih bahasa tulisan apa saja
yang dikehendaki-Nya untuk menyampaikan firmanNya.
Namun, bukan tanpa alasan Allah memilih
bahasa Ibrani untuk Perjanjian Lama dan bahasa
Yunani untuk Perjanjian Baru, karena keduanya
memiliki keistimewaan tersendiri. Mari kita pelajari
beberapa keistimewaan dari kedua bahasa yang dipilih
Allah ini.
196
JULITINUS HAREFA, M.Th
a. Bahasa Ibrani
Bahasa Ibrani dipilih untuk Penyataan
Perjanjian Lama karena bahasa ini kaya dengan
ilustrasi, gambaran, dan kiasan yang mudah
mendramatisir. Bahasa ini sangat cocok untuk
menceritakan kisah-kisah dan hikayat-hikayat yang
banyak berisi tentang perbuatan besar Allah. Selain
itu, Bahasa Ibrani lebih ditujukan kepada hati dan
emosi manusia daripada pikiran, sehingga tidak
begitu bagus untuk menggambarkan hal-hal
abstrak,
tapi cocok untuk menceritakan
pengalaman yang sebenarnya. Allah ingin dikenal
secara pribadi oleh umat pilihannya, bangsa Israel,
sehingga Bahasa Ibrani sangat cocok untuk tujuan
ini. Bahasa Ibrani juga disebut sebagai Bahasa
Yehuda, Bahasa Yahudi, atau Bahasa Kanaan.
(Referensi: Yesaya 36:11; Nehemia 13:24; Yesaya
19:18; Wahyu 9:11; 16:16).
b. Bahasa Yunani
Bahasa Yunani dipilih oleh Allah untuk
Penyataan Perjanjian Baru karena memiliki
beberapa keistimewaan. Pertama, bahasa Yunani
adalah bahasa intelektual, pendidikan, dan budaya
yang jelas sebagai bahasa pikiran/logika. Kedua,
bahasa Yunani memiliki keistimewaan dalam
menyampaikan ketepatan teknis dan keakurasian
197
JULITINUS HAREFA, M.Th
arti sehingga sangat tepat untuk mengungkapkan
konsep-konsep yang abstrak dan sarat dengan arti.
Ketiga, bahasa Yunani adalah bahasa
universal/internasional yang dipakai saat itu.
Dalam PB Allah ingin dikenal oleh seluruh umat
manusia, sehingga bahasa Yunani juga sangat
cocok untuk tujuan misi dan penginjilan karena
sifatnya yang mendunia (luas).
Makna yang terkandung dalam kedua kalimat
tersebut adalah bahwa Allah secara sengaja memilih
bahasa-bahasa tertentu untuk menyampaikan firmanNya,
baik dalam Perjanjian Lama maupun Baru.
Bahasa Ibrani dipilih karena kaya dengan ilustrasi,
gambaran, dan kiasan yang mudah mendramatisir
sehingga cocok untuk menceritakan kisah-kisah
tentang perbuatan besar Allah dan untuk
menyampaikan kehadiran Allah secara pribadi kepada
umat pilihan-Nya, yaitu bangsa Israel. Sedangkan
Bahasa Yunani dipilih karena keistimewaannya dalam
menyampaikan ketepatan teknis dan keakurasian arti,
serta sebagai bahasa universal/internasional yang
cocok untuk tujuan misi dan penginjilan kepada
seluruh umat manusia. Dengan demikian, Allah
memilih bahasa-bahasa yang sesuai dengan kebutuhan
dan tujuan-Nya dalam menyampaikan firman-Nya
kepada manusia.
198
JULITINUS HAREFA, M.Th
5. Kepentingan Menerjemahkan Alkitab
Menerjemahkan Alkitab memiliki beberapa
kepentingan yang sangat penting. Berikut adalah
beberapa di antaranya:
a. Menyampaikan pesan Alkitab ke seluruh dunia:
Menerjemahkan Alkitab memungkinkan pesan
Alkitab dapat disampaikan kepada orang-orang
yang tidak bisa membaca atau tidak memahami
bahasa asli kitab suci, sehingga semua orang dapat
memperoleh akses ke Firman Tuhan.
b. Membantu orang memahami pesan Alkitab: Tidak
semua orang dapat memahami bahasa asli Alkitab.
Dalam menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa
yang lebih mudah dimengerti, orang-orang dapat
memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang
pesan Alkitab.
c. Melestarikan keberagaman budaya: Menerjemahkan
Alkitab ke dalam bahasa-bahasa lokal membantu
melestarikan keberagaman budaya dan bahasa di
seluruh dunia. Ini memungkinkan orang-orang
untuk memahami Firman Tuhan dalam bahasa dan
konteks budaya mereka sendiri.
d. Mendorong pemeliharaan bahasa: Menerjemahkan
Alkitab juga dapat mendorong pemeliharaan
bahasa-bahasa yang mungkin terancam punah.
Dalam banyak kasus, Alkitab adalah salah satu
199
JULITINUS HAREFA, M.Th
dokumen tertua dalam bahasa tertentu dan
menerjemahkannya dapat membantu melestarikan
bahasa itu.
e. Meningkatkan pelayanan dan penginjilan:
Menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa yang
lebih mudah dimengerti dapat meningkatkan
efektivitas pelayanan dan penginjilan di seluruh
dunia. Ini memungkinkan gereja dan organisasi
misi untuk berkomunikasi dengan lebih efektif
dengan orang-orang yang tidak berbicara bahasa
asli mereka.
Dengan menerjemahkan Alkitab, pesan Firman
Tuhan dapat diakses oleh semua orang di seluruh
dunia dan memungkinkan lebih banyak orang untuk
memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang
pesan Tuhan.
6. Terjemahan Alkitab
Tujuan utama penerjemahan Alkitab adalah
untuk menyampaikan pesan-pesan suci yang
terkandung dalam kitab suci kepada pembaca dalam
bahasa yang dapat dimengerti dengan jelas dan akurat.
Hal ini dilakukan agar pesan-pesan suci dapat diakses
dan dipahami oleh berbagai kalangan pembaca dari
berbagai latar belakang budaya dan bahasa. Selain itu,
tujuan penerjemahan Alkitab juga meliputi upaya
200
JULITINUS HAREFA, M.Th
untuk mempertahankan kesetiaan terhadap teks asli
Alkitab, sehingga pesan-pesan suci tersebut tidak
menjadi kabur atau hilang dalam proses penerjemahan.
Penerjemahan Alkitab juga dilakukan untuk
memberikan panduan dan arahan bagi umat yang ingin
mengenal lebih dalam ajaran Tuhan dan menjalani
kehidupan berdasarkan nilai-nilai Alkitab. Selain itu,
penerjemahan Alkitab juga dapat membantu
memperluas pemahaman dan pengalaman rohani
seseorang, serta mengarahkan orang untuk hidup
sesuai dengan kehendak Tuhan.
a. Terjemahan Di zaman Kuno
Terjemahan Alkitab di zaman kuno sebelum
kedatangan Yesus terutama terdiri dari dua versi,
yaitu Septuaginta (LXX) dan Targum. Pertama,
Terjemahan ini dibuat untuk memudahkan para
Yahudi di luar Palestina untuk membaca kitab suci
mereka dalam bahasa yang lebih umum dipahami
pada saat itu, yaitu bahasa Yunani. Kedua, Targum
adalah terjemahan bahasa Ibrani ke dalam bahasa
Aram pada zaman kuno yang dilakukan oleh para
rabi Yahudi. Terjemahan ini tidak hanya berisi
terjemahan teks Ibrani, tetapi juga penjelasan dan
interpretasi yang lebih lanjut. Targum digunakan
dalam ibadah dan pengajaran di sinagoge, terutama
oleh Yahudi yang tidak fasih dalam bahasa Ibrani.
201
JULITINUS HAREFA, M.Th
Kedua terjemahan ini memberikan gambaran
tentang bagaimana orang-orang Yahudi pada
zaman kuno memahami kitab suci mereka dan
bagaimana mereka beribadah. Terjemahanterjemahan
ini memberikan kontribusi yang
signifikan dalam perkembangan teologi dan praktik
Yahudi.
b. Terjemahan Setelah Yesus
Terjemahan Alkitab yang terkenal setelah
zaman Yesus adalah Septuaginta, sebuah
terjemahan Alkitab Ibrani ke dalam bahasa Yunani
yang dibuat sekitar abad ke-3 SM di Alexandria,
Mesir. Terjemahan ini sangat penting karena
digunakan oleh orang Yahudi di luar Palestina dan
juga menjadi sumber pengaruh besar bagi
Perjanjian Baru dalam bahasa Yunani. Selain itu,
terjemahan Alkitab yang terkenal lainnya adalah
Vulgata, sebuah terjemahan Alkitab Latin yang
dibuat oleh St. Hieronymus pada abad ke-4 Masehi.
Terjemahan ini menjadi standar untuk Gereja
Katolik Roma selama berabad-abad dan masih
digunakan hingga saat ini.
202
JULITINUS HAREFA, M.Th
7. Ragam Salinan Kitab Suci Alkitab
Berikut adalah ragam salinan Kitab Suci
Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama yang dikenal
dalam sejarah kekristenan:
a. Salinan Naskah Perjanjian Lama
- Salinan Teks Masoret: Salinan ini disusun oleh
komunitas Yahudi Masoret pada Abad
Pertengahan (700-1000 M). Salinan ini menjadi
dasar naskah Alkitab Ibrani modern yang
digunakan sampai sekarang.
- Salinan Septuaginta: Salinan ini merupakan
terjemahan Alkitab Ibrani ke dalam bahasa
Yunani yang dibuat pada Abad ke-3 SM.
Septuaginta menjadi dasar Alkitab Kristen
Ortodoks yang digunakan di Gereja Timur.
- Salinan Targum: Salinan ini adalah terjemahan
lisan Alkitab Ibrani ke dalam bahasa Aram yang
digunakan oleh Yahudi pada zaman kuno.
Salinan ini terutama berisi penjelasan atau
interpretasi dari teks Alkitab Ibrani.
- Salinan Vulgata: Salinan ini adalah terjemahan
lengkap Alkitab ke dalam bahasa Latin yang
dilakukan oleh St. Jerome pada abad ke-4 M.
Vulgata digunakan sebagai teks Alkitab Katolik
Roma selama berabad-abad dan masih dipakai
sampai sekarang.
203
JULITINUS HAREFA, M.Th
- Salinan Samaritan: Salinan ini berisi Taurat
(Lima Kitab Musa) dalam bahasa Ibrani yang
digunakan oleh masyarakat Samaritan. Teks ini
agak berbeda dengan teks Alkitab Ibrani yang
digunakan oleh Yahudi.
- Salinan Dead Sea Scrolls: Salinan ini
ditemukan pada tahun 1947 di gua-gua dekat
Laut Mati dan berisi beberapa kitab Alkitab
Ibrani. Salinan ini merupakan naskah tertua
yang ditemukan dari Alkitab Ibrani dan
membantu memahami sejarah teks Alkitab.
b. Salinan Naskah Perjanjian Baru
- Salinan Teksus Receptus: Salinan ini
didasarkan pada naskah Yunani Teksus
Receptus yang berasal dari abad ke-16 dan
digunakan sebagai dasar untuk terjemahan
Alkitab dalam bahasa Inggris seperti King
James Version, New King James Version, dan
Young's Literal Translation.
- Salinan Alexandrian: Salinan ini didasarkan
pada naskah-naskah Yunani dari Alkitab
Perjanjian Baru yang ditemukan di Mesir pada
akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, termasuk
Codex Vaticanus dan Codex Sinaiticus. Salinan
ini dipakai sebagai dasar untuk terjemahan
204
JULITINUS HAREFA, M.Th
Alkitab seperti New International Version dan
English Standard Version.
- Salinan Western: Salinan ini mewakili suatu
kelompok naskah-naskah kuno dari Alkitab
Perjanjian Baru yang berasal dari wilayah barat,
termasuk Codex Bezae dan Codex
Claromontanus.
- Salinan Byzantine: Salinan ini didasarkan pada
suatu kelompok naskah-naskah Yunani dari
Alkitab Perjanjian Baru yang berasal dari
wilayah Byzantium pada abad ke-5 hingga ke15.
Salinan ini merupakan dasar dari Textus
Receptus.
- Salinan Sahidic: Salinan ini adalah terjemahan
Alkitab Perjanjian Baru ke dalam bahasa Coptic
Sahidic, sebuah dialek bahasa Coptic yang
digunakan di Mesir pada abad ke-3 hingga ke11.
Salinan
ini
digunakan
oleh
Gereja
Koptik
di
Mesir.
-
Salinan Vulgate: Salinan ini adalah terjemahan
Alkitab Perjanjian Baru ke dalam bahasa Latin
yang diterjemahkan oleh St. Jerome pada abad
ke-4 Masehi. Salinan ini menjadi dasar bagi
terjemahan Alkitab dalam bahasa-bahasa Eropa
pada Abad Pertengahan.
205
JULITINUS HAREFA, M.Th
8. Bahan Material Alkitab
Dua bahan material dasar yang digunakan
untuk menuliskan teks Kitab Suci atau Biblio (𝛽𝜄𝛽𝜆𝜄𝜊):
Pertama, papyrus (𝛱𝛼𝜋𝜐𝜌𝜊𝜍), yaitu semacam batang
rumput ilalang Mesir, yang diratakan dan digabungkan.
Kedua, bahan dari kulit binatang, yang sering dikenal
dengan sebutan vellum. Bahan ini lebih tahan lama.
Awalnya baik papyrus maupun vellum digabungkan
menjadi gulungan (scroll), namun kemudian
berkembang penulisan pada lembaran vellum yang
disatukan menjadi bentuk buku, dan ini disebut sebagai
codex (manuskrip-manuskrip).
D. RANGKUMAN
• Tujuan utama penerjemahan Alkitab adalah untuk
menyampaikan pesan-pesan suci yang terkandung
dalam kitab suci kepada pembaca dalam bahasa yang
dapat dimengerti dengan jelas dan akurat. Selain itu,
penerjemahan Alkitab juga bertujuan untuk
mempertahankan kesetiaan terhadap teks asli Alkitab,
memberikan panduan dan arahan bagi umat,
memperluas pemahaman dan pengalaman rohani
seseorang, serta mengarahkan orang untuk hidup
sesuai dengan kehendak Tuhan.
206
JULITINUS HAREFA, M.Th
• Menerjemahkan Alkitab memiliki kepentingan penting,
seperti menyampaikan pesan Alkitab ke seluruh dunia,
membantu orang memahami pesan Alkitab,
melestarikan keberagaman budaya, mendorong
pemeliharaan bahasa, dan meningkatkan pelayanan dan
penginjilan. Dengan menerjemahkan Alkitab, pesan
Firman Tuhan dapat diakses oleh semua orang di
seluruh dunia dan memungkinkan lebih banyak orang
untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik
tentang pesan Tuhan.
• Allah memilih bahasa Ibrani untuk Perjanjian Lama
dan bahasa Yunani untuk Perjanjian Baru dengan
alasan masing-masing. Bahasa Ibrani dipilih karena
kaya dengan ilustrasi, gambaran, dan kiasan yang
mudah mendramatisir sehingga cocok untuk
menceritakan kisah-kisah tentang perbuatan besar
Allah dan untuk menyampaikan kehadiran Allah secara
pribadi kepada umat pilihan-Nya, yaitu bangsa Israel.
Sedangkan Bahasa Yunani dipilih karena
keistimewaannya dalam menyampaikan ketepatan
teknis dan keakurasian arti, serta sebagai bahasa
universal/internasional yang cocok untuk tujuan misi
dan penginjilan kepada seluruh umat manusia. Allah
memilih bahasa-bahasa yang sesuai dengan kebutuhan
dan tujuan-Nya dalam menyampaikan firman-Nya
kepada manusia.
207
JULITINUS HAREFA, M.Th
• Allah menggunakan bahasa manusia untuk
berkomunikasi dengan manusia, meskipun bahasa
manusia memiliki keterbatasan untuk mencerminkan
pikiran Allah yang tak terbatas. Namun, Allah memilih
untuk membatasi Diri-Nya dan menggunakan bahasa
tulisan untuk menyampaikan firman-Nya agar dapat
disimpan dan diakses oleh manusia pada masa yang
akan datang. Penggunaan bahasa tulisan memberikan
banyak keuntungan, seperti efisiensi, ketepatan dan
kejelasan, kelanggengan, dan kemudahan dalam
memahami dan mengingatnya. Tujuan Allah
memberikan penyataan-Nya dalam bahasa tulisan
adalah agar firman-Nya dapat diberitakan kepada
manusia pada setiap jaman dan terus berlaku
selamanya.
• Transmisi Alkitab merujuk pada proses perpindahan
Alkitab dari waktu ke waktu dan dari satu generasi ke
generasi berikutnya melalui tahapan penulisan,
penyalinan, penerjemahan, dan reproduksi Alkitab.
Keaslian Alkitab tetap terjaga dan dijaga oleh para ahli
Alkitab yang melakukan penelitian untuk memastikan
keasliannya. Transmisi Alkitab juga mencakup
hubungan antara penyataan yang diilhamkan Allah
dalam naskah aslinya dengan naskah Alkitab modern
sekarang, yang diterjemahkan ke dalam banyak bahasa
208
JULITINUS HAREFA, M.Th
lain. Sebelum membahas lebih jauh tentang transmisi
Alkitab, kita perlu mempelajari lebih dahulu tentang
bahasa asli yang digunakan dalam Alkitab.
E. LATIHAN DAN EVALUASI
Kerjakanlah soal-soal berikut:
1. Apa saja tujuan utama dari penerjemahan Alkitab?
2. Apa saja kepentingan dari menerjemahkan Alkitab?
3. Mengapa Allah memilih bahasa Ibrani untuk Perjanjian
Lama dan bahasa Yunani untuk Perjanjian Baru?
4. Mengapa Allah memilih untuk menggunakan bahasa
tulisan dalam menyampaikan firman-Nya kepada
manusia?
5. Apa yang dimaksud dengan transmisi Alkitab dan
mengapa penting untuk mempelajari bahasa asli yang
digunakan dalam Alkitab dalam memahami proses
transmisi tersebut?
F. DAFTAR REFERENSI
Charles C Ryrie, “Teologi Dasar 1”, Yogyakarta: ANDI,
2008
Henry C. Thiessen, “Teologi Sistematika”, Malang: Gandum
Mas, 2000
209
JULITINUS HAREFA, M.Th
Daniel Lukas Lukito, “Pengantar Teologi Kristen I”, Bandung:
Kalam Hidup, 1999
B. F. Drewes & Julianus Mojau, “Apa Itu Teologi?”,
(pengantar ke dalam ilmu
teologi), Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011
Joseph P. Free, “Arkeologi Dan Sejarah Alkitab,” Malang:
Gandum Mas, 2016
Millard J. Erikson, “Teologi Kristen (Volume Satu), Malang:
Gandum Mas, 2014
Paul Enns, The Moody Handbook of Theology 1, Malang:
Literatur SAAT, 2016 Gearald O’Collisns & Edward G.
Farrugia, “Kamus Teologi”, Yogyakarta: Kanisius,
1995
Roy B. Zuck, “A Biblical Theology of The Old Testament”,
Malang: Gandum Mas,
2015
210
JULITINUS HAREFA, M.Th
KESIMPULAN
Teologi sistematika haruslah berlandaskan pada teologi
alkitabiah yang benar dan dapat dipercaya. Dalam berteologi
sistematika, penjelasan doktrin-doktrin yang berhubungan
dengan iman Kristen harus didasarkan pada Alkitab,
mempertimbangkan konteks kehidupan pendengar, dan
menggunakan bahasa yang sederhana. Seorang kaum injili
harus meyakini bahwa Alkitab adalah penyataan Allah dalam
bentuk tulisan yang diilhamkan kepada para penulisnya tanpa
kesalahan dan akurat. Alkitab adalah pengungkapan pribadi
ilahi dan pikiran Allah yang mempertahankan ketaksalahan
dan memberikan informasi tentang kebenaran Allah, karya
Allah, rencana Allah, keselamatan, dan akhir zaman. Untuk
memahami dan menerapkan kebenaran Alkitab dengan benar,
seseorang membutuhkan penerangan dari Roh Kudus. Para
teolog melakukan upaya untuk mendapatkan penerangan
mengenai pengertian yang benar akan penyataan Allah melalui
doa pribadi, kemurahan Allah, hidup dipenuhi Roh Kudus,
merendahkan diri di hadapan Tuhan, dan bersikap ingin tahu.
Seorang teolog yang memiliki pengertian yang benar
akan kebenaran Alkitab harus mempertahankan konsep
ineransi Alkitab. Teori ineransi Alkitab didasarkan pada
keyakinan bahwa Alkitab diilhamkan oleh Allah dan ditulis
oleh manusia di bawah arahan Roh Kudus. Alkitab diakui
sebagai otoritas tertinggi dalam segala hal yang berkenaan
dengan kepercayaan dan perilaku Kristen. Oleh karena itu,
211
JULITINUS HAREFA, M.Th
keaslian Alkitab merupakan keyakinan dasar dalam iman
Kristen bahwa Alkitab berasal dari Tuhan dan bersifat
otoritatif dalam menentukan doktrin dan praktik kekristenan,
karena diinspirasikan oleh Roh Kudus dan dijaga
kebenarannya oleh Tuhan melalui waktu dan sejarah.
Dalam pembelajaran teologi sistematika dan doktrin
Alkitab, penting bagi seseorang untuk memahami dan
menerapkan prinsip-prinsip yang benar serta berlandaskan
pada Alkitab sebagai otoritas tertinggi. Seorang teolog harus
mempertahankan kesatuan dalam keyakinan dan mempelajari
doktrin-doktrin kekristenan secara sistematis untuk
memperkuat iman dan mempersiapkan diri dalam
menghadapi tantangan dan pertanyaan yang muncul dalam
kehidupan sehari-hari. Selain itu, pemahaman tentang Alkitab
juga harus dilakukan dengan kontekstual, agar dapat dipahami
oleh orang-orang dari berbagai latar belakang dan budaya.
212
JULITINUS HAREFA, M.Th
DAFTAR PUSTAKA
_____, “Tafsiran Alkitab Masa Kini 3 (Matius-Wahyu)”,
Jakarta: Yayasan Komunikasi
Bina Kasih, 2013
Arndol Tindas, “Apakah Inerrancy Alkitab itu”, Manado:
Yayasan “Daun Family”,
1993
Arnold Tindas & Thamas Bedjo Oetomo, “Diktat Bibliologi,”
Surabaya: Sekolah
Tinggi Teologi Injili Indonesia-Surabaya, 2008
Charles C Ryrie, “Teologi Dasar I, Yogyakarta: ANDI, 2008
Chris Marantika, “Kaum Injili Indonesia Masa Kini,”
Yogyakarta: YAKIN
Daniel Lukas Lukito, “Pengantar Teologi Kristen I”,
Bandung: Kalam Hidup, t.t
Donald Guthrie, “Teologi Perjanjian Baru 3”, Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2009
G.C. Van Niftrik dan B.J. Boland, “Dogmatika Masa Kini,”
Jakarta : BPK Gunung
Mulia, 2010
Gerrit Riener, “Berteologi Abad XXI,” Jakarta: Literatur
Perkantas, 2015
Harold Lindsell, “The Battle for the Bible,” Grand Rapids:
Zondervan, 1976
Harun Hadiwijono, “Iman Kristen,” Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2012
213
JULITINUS HAREFA, M.Th
Hasan Sutanto, “Perjanjian Baru Interlinier: Yunani-Indonesia
(Jilid-2),” Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2008
Henry C. Thiessen, “Teologi Sistematika,” Malang: Gandum
Mas, 2000
Henry M. Morris, “Sains Dan Alkitab,” Malang: Gandum
Mas, 2004
J. I. Packer & Thomas C. Oden, “Satu Iman: Konsensus
Injili,” Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2011
J. W. Brill, “Dasar Yang Teguh,” Bandung: Yayasan Kalam
Hidup, 2011
Jakob Van Bruggen, “Siapa yang Membuat Alkitab,”
Surabaya: Momentum, 2002
Jan A. Boersema & Berrit Riemer, “Berteologi Abad XXI,”
Jakarta: Literatur
Perkantas, 2015
John Owen, “The Works of John Owen,” Reprinted Edition;
Edinburgh: Banner of
Truth, 1965-1968
Joseph P. Free, “Arkeologi Dan Sejarah Alkitab,” Malang:
Gandum Mas, 2016
Julitinus Harefa, “Benarkah Aliran Mormon Denominasi
Kristen?” Papua Wamena:
Aseni, 2016
L. Guessen, “Theopneustian: Plenary Inspiration of the Holy
Scitures,” (Chicago:
Bible Institute Colportage Association
214
JULITINUS HAREFA, M.Th
Leonardo Winarto, “Benarkah Alkitab Wahyu Allah?,”
Bondowoso, Memra
Publishing, 2012
Marulak Pasaribu, “Eksposisi Injil Sinoptik,” Malang:
Gandum Mas, 2015
Merrill C. Tenney, “Survei Perjanjian Baru”, Malang: Gandum
Mas, 2017
Millard J. Erickson, “Teologi Kristen (Volume Satu)”,
Malang: Gandum Mas, 2014
Norman Geisler & Ron Brooks, “Ketika Alkitab
Dipertanyakan”, Yogyakarta: ANDI,
2010
Norman L. Geisler, “Innerancy,” Grand Rapids, Michigan
Zondevan, 1980
Nyoman Lisias F. Dju, “Evangelical Theology,” Tk: Jurnal
Paul D. Feinberg, “The Meaning of Innerancy” Grand
Rapisd, Michigan Zondervan,
1980
Paul Enns, “The Moody Handbook of Theology 1,” Malang
Litertur SAAT, 2016
R. C. Sproul, “Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen”,
Malang: SAAT, 2002
Stephen Tong, “Siapakah Kaum Injili Sejati?,” Jakarta:
Sebeuah majala Momentum
No. 22, April 1994
W. A. Criswell, “Firman Kebenaran (Bibliologi),” Tangerang:
Sekolah Tinggi Teologi
215
JULITINUS HAREFA, M.Th
Injili Philadelphia, 2016
W. S. Lasor & D. A. Hubbard, “Pengantar Perjanjian Lama
1,” Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2008
William W. Menzies & Stanley M. Horton, “Doktrin Alkitab,”
Malang: Gandum Mas,
2003
Yakub B. Susabda, “Kaum Injili: Membangkitkan Kembali
Iman Kristiani Ortodoks,”
Malang: Gandum Mas, 2000
Yohanes Calvin, “Institution: Pengajaran Agama Kriaten,”
Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1999
216
Posting Komentar
0 Komentar