HUKUM NEGARA VIS A VIS HUKUM MASYARAKAT : Perspektif Sosiologi Hukum


        Bagi sebagian masyarakat, adat dan kebiasaan terkadang menjadi kontrol sosial yang lebih mengikat ketimbang hukum positif. Memang tidak mudah menjelaskan hal ini. Namun, genealogi kelahiran adat kebiasaan yang berasal dari konsensus alami mereka mungkin menjadi salah satu alasan mengapa eksistensinya lebih bernilai ketimbang hukum positif. Sejak era lahirnya negara bangsa, tentu satu-satunya hukum yang wajib dipatuhi secara formal adalah hukum positif yang dibuat oleh negara. Bahkan, negara memiliki kekuatan memaksa untuk memastikan semua warga negara tunduk terhadapnya. 

        Hanya saja, mengabaikan sama sekali keberadaan adat dan kebiasaan dalam konteks formulasi hukum negara serta penegakannya tidaklah bijak. Apa yang disebut living law tersebut harus mendapatkan tempat dalam konstruksi hukum nasional agar hukum yang dibuat negara memiliki, meminjam terminologi pakar sosiologi hukum Soetandyo, signifikansi sosial (social significance of law). Di samping itu, hukum negara yang cenderung mengabaikan sama sekali living law, berpotensi memunculkan kesenjangan hukum (legal gap) hingga konflik hukum (legal conflict). Ada banyak persoalan hukum yang lahir dari problem relasional living law dan hukum positif. Terlebih karena ada banyak konstruksi hukum nasional yang mentalitasnya justru tidak mengakomodir nilai-nilai serta jati diri bangsa. Penolakan secara masif (en masse) terhadap beberapa paket hukum yang dibuat DPR seperti RUU KUHP, RUU Pemberantasan Korupsi 2019 silam, hingga Undang-undang Cipta Kerja beberapa saat yang lalu, juga dapat dianalisis dari perspektif kesenjangan antara hukum negara dengan nilai dan norma yang hidup di kalangan masyarakat. 

        Tentu, tidak berarti bahwa setiap hukum yang dibentuk oleh negara mestilah mengkonversi nilai yang hidup di tengah masyarakat. Pun tidak berarti bahwa hukum yang nyata-nyata sebagian diantaranya berlawanan dengan adat kebiasaan harus dicabut. Negara tentu memiliki kepentingan dalam konteks modernisasi melalui, misalnya, rekayasa sosial (social engineering). Dan hukum dianggap tepat dijadikan sebagai instrumen rekayasa sosial.

Posting Komentar

0 Komentar